Penjelajah Hadis Bahasa Indonesia مكتشف الحديث باللغة الإنجليزية
Hadith 79 الحديث
الأهمية: نَحَرْنَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ الله
-صلى الله عليه وسلم- فَرَسًا فَأَكَلْنَاهُ
Tema: Kami pernah menyembelih seekor kuda
pada masa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu kami
menyantapnya |
عن أَسْمَاء بِنْت أَبِي بَكْرٍ-رضي
الله عنهما- قالت: «نَحَرْنَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ الله-صلى الله عليه
وسلم- فَرَسًا فَأَكَلْنَاهُ». وَفِي رِوَايَةٍ «وَنَحْنُ بِالْمَدِينَةِ».
Dari Asmā` binti Abi Bakar
-raḍiyallāhu 'anhumā-, ia berkata, "Kami pernah menyembelih seekor kuda
pada masa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu kami
menyantapnya." Dalam riwayat lain disebutkan, "Saat kami berada di
Madinah."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
تُخبِرُ أَسْمَاءُ بِنْت أبي بكر الصديق
-رضي الله عنهما- أنهم نَحَرُوا فَرَساً عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ -صلى
الله عليه وسلم- وَأَكَلُوهُ، وفي ذلك دَلَالَةٌ عَلَى جَوَازِ أَكْلِ
لُحُومِ الخَيْلِ، ولا يَتَوَهَم أَحَدٌ مَنْعَ أَكْلِهَا لاقْتِرَانِهَا
مَعَ الحَمِيرِ والْبِغَالِ في الآية، وهي قوله تعالى: (وَالْخَيْلَ
وَالْبِغَالَ وَالْحَمِيرَ لِتَرْكَبُوهَا وَزِينَةً وَيَخْلُقُ مَا لا
تَعْلَمُونَ)، [ النحل : 8 ].
Tema: Asmā` binti Abi Bakar Aṣ-Ṣiddīq
-raḍiyallāhu 'anhumā- mengabarkan bahwa mereka pernah menyembelih seekor
kuda pada masa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan mereka
menyantapnya. Ini menunjukkan dibolehkannya memakan daging kuda. Dan
jangan ada seorang yang membayangkan larangan memakannya karena kuda
digandengkan dengan keledai dan bagal (peranakan kuda dengan keledai)
dalam ayat, yaitu firman Allah -Ta'ālā-, "Dan (Dia telah menciptakan)
kuda, bagal, dan keledai, untuk kamu tunggangi dan (menjadi) perhiasan.
Allah menciptakan apa yang tidak kamu ketahui." (An-Naḥl: 8) |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3000 |
|
Hadith 80 الحديث
الأهمية: نَذَرَتْ أُخْتِي أَنْ تَمْشِيَ إلَى
بَيْتِ الله الْحَرَامِ حَافِيَةً، فَأَمَرَتْنِي أَنْ أَسْتَفْتِيَ لَهَا
رَسُولَ الله-صلى الله عليه وسلم- فَاسْتَفْتَيْتُهُ، فَقَالَ: لِتَمْشِ
وَلْتَرْكَبْ
Tema: Saudara perempuanku bernazar untuk
berjalan ke Baitullah al-Haram tanpa alas kaki, lalu ia menyuruhku
meminta fatwa kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku pun
meminta fatwa kepada beliau, maka beliau bersabda, "Hendaklah ia
berjalan kaki dan berkendaraan!" |
عن عُقْبَة بْن عَامِرٍ -رضي الله عنه-
قال: «نَذَرَتْ أُخْتِي أَنْ تَمْشِيَ إلَى بَيْتِ الله الْحَرَامِ
حَافِيَةً، فَأَمَرَتْنِي أَنْ أَسْتَفْتِيَ لَهَا رَسُولَ الله-صلى الله
عليه وسلم- فَاسْتَفْتَيْتُهُ، فَقَالَ: لِتَمْشِ وَلْتَرْكَبْ».
Dari 'Uqbah bin 'Āmir -raḍiyallāhu
'anhu- ia berkata, "Saudara perempuanku bernazar untuk berjalan ke
Baitullah al-Haram tanpa alas kaki, lalu ia menyuruhku meminta fatwa
kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aku pun meminta fatwa
kepada beliau, maka beliau bersabda, "Hendaklah ia berjalan kaki dan
berkendaraan!"
Penjelasan Hadits بيان الحديث
مِنْ طَبِيعَةِ الإنسَان أنَّه
يَنْدَفِعُ أحياناً فَيُوجِبُ على نفسه مَا يَشُقُّ عليه، وقد جاء شَرْعُنا
بالاعتدَال، وعدمِ المشَقَّة عَلى النَّفس في العِبادة حتى تَسْتَمِر، وفي
هذا الحدِيثِ طلبت أخت عقبة بن عامر منه، أن يسأل رسول الله -صلى الله عليه
وسلم- أنها نذرت أن تذهب إلى البيت الحرام ماشية حافية، فرَأَى النَّبي
-صلى الله عليه وسلم- أنَّ هذه المرأة تُطِيقُ شَيئاً مِن المشي، فَأمَرَها
أَنْ تَمشِي مَا أَطَاقَت المشي، وأَنْ تَرْكَبَ إذا عَجَزَت عَن المشي.
Di antara tabiat manusia, ia terkadang
bersikap emosional sehingga mewajibkan pada dirinya sesuatu yang justru
menyulitkannya. Padahal syariat kita mengajarkan sikap pertengahan dan
tidak memberatkan diri dalam beribadah, agar ibadah dapat terus
berlangsung. Dan dalam hadis ini, saudara perempuan 'Uqbah bin 'Āmir
memintanya agar bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- bahwa ia telah bernazar pergi ke Baitullah al-Haram dengan
berjalan kaki tanpa alas kaki. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
melihat wanita ini mampu berjalan kaki, maka beliau memerintahnya
berjalan kaki selama mampu melakukannya dan naik kendaraan apabila sudah
tidak mampu berjalan kaki. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3001 |
|
Hadith 81 الحديث
الأهمية: نَهَى رَسُولُ الله عَنْ لُبْسِ
الْحَرِيرِ إلاَّ مَوْضِعَ أُصْبُعَيْنِ، أَوْ ثَلاثٍ، أَوْ أَرْبَعٍ
Tema: Rasulullah melarang mengenakan sutra
kecuali seukuran dua, tiga atau empat jari. |
عن عمر بن الخطاب -رضي الله عنه- أَنَّ
رَسُولَ الله -صلى الله عليه وسلم- «نهى عن لُبُوسِ الحَرِيرِ إلا هكذا،
ورَفَعَ لنا رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أُصْبُعَيْهِ: السَّبَّابَةَ،
والوُسْطَى».
ولمسلم
«نهى رسول الله -صلى الله عليه وسلم- عن لُبْس ِالحَرِيرِ إلا مَوْضِعَ
أُصْبُعَيْنِ، أو ثلاثٍ، أو أربعٍ».
Dari Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu
'anhu- bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaīhi wa sallam- melarang
mengenakan sutra kecuali seperti ini. Rasulullah - ṣallallāhu 'alaīhi wa
sallam- mengangkat dua jarinya; jari telunjuk dan jari tengah untuk
(memperlihatkan kepada) kami." Dalam riwayat Muslim disebutkan,
"Rasulullah - ṣallallāhu 'alaīhi wa sallam- melarang mengenakan sutra
kecuali seukuran dua, tiga atau empat jari."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- نهى
الذكور عن لبس الحرير إلا ما استثني، والمستثنى في الحديث المتفق عليه
أصبعين، وفي رواية مسلم أو ثلاث أو أربع، فيؤخذ بالأكثر؛ فلا بأس من مقدار
أربعة أصابع من الحرير في اللباس.
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaīhi wa
sallam- melarang kaum lelaki mengenakan sutra kecuali sesuatu yang
dikecualikan. Hal yang dikecualikan dalam hadis yang diriwayatkan
Bukhari dan Muslim (muttafaq 'alaih) adalah selebar dua jari. Dalam
riwayat Muslim adalah selebar tiga atau empat (jari). Lantas diambillah
yang paling banyak. Dengan demikian, tidak ada masalah mengenakan sutra
selebar empat jari dalam pakaian." |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3002 |
|
Hadith 82 الحديث
الأهمية: أن النبيَّ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى
عن لُحُومِ الْحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ، وأذن في لحوم الخيل
Tema: Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
melarang mengkonsumsi daging keledai jinak dan membolehkan konsumsi
daging kuda |
عن جابر بن عبد الله -رضي الله عنهما-:
(أن النبي -صلى الله عليه وسلم- نهى عن لحوم الحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ،
وأَذِنَ في لحوم الخيل).
ولمسلم
وحده قال: (أكلنا زمن خيبر الخيل وحُمُرَ الوَحْشِ، ونهى النبي -صلى الله
عليه وسلم- عن الحمار الأَهْلِيِّ).
عن عبد
الله بن أبي أوفى -رضي الله عنه- قال: (أصابتنا مجاعة ليالي خيبر، فلما كان
يوم خيبر: وقعنا في الحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ فانْتَحَرْنَاهَا، فلما غَلَتِ
بها القُدُورُ: نادى مُنَادِي رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أن
أَكْفِئُوا القُدُورَ، وربما قال: ولا تأكلوا من لحوم الحُمُرِ شيئا).
عن أبي
ثعلبة -رضي الله عنه- قال: (حَرَّمَ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- لحوم
الحُمُر الأَهْلِيَّةِ).
Tema: Dari Jābir bin Abdullah -raḍiyallāhu
'anhumā-, "Bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang
mengkonsumsi daging keledai jinak dan membolehkan mengkonsumsi daging
kuda." Dalam redaksi Imam Muslim, Jābir berkata, "Saat perang Khaibar,
kami mengkonsumsi daging kuda dan daging keledai liar. Dan Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang mengkonsumsi daging keledai
jinak." Dari Abdullah bin Abi Aufā -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata,
"Kelaparan melanda kami pada malam hari sebelum perang Khaibar. Dan pada
hari perang Khaibar kami mendapatkan keledai jinak dan kami langsung
menyembelihnya. Ketika airnya sudah mendidih di dalam periuk-periuk,
mendadak ada seseorang yang menyeru atas perintah Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam-, 'Tumpahkanlah periuk-periuk itu dan -mungkin dia
juga mengatakan- jangan makan sedikitpun dari daging keledai itu!" Dari
Ṡa'labah -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- telah mengharamkan daging-daging keledai jinak."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
يُخبرُ جابرُ بنُ عبدالله -رضي الله
عنهما- أن النبي -صلى الله عليه وسلم- نهَى عن لحُومِ الحُمُرِ الأهْلِيةِ،
أي: نَهَى عَنْ أَكْلِهَا، وَأَنَّه أبَاحَ وأَذِنَ في لُحُومِ الْخَيلِ
والْحِمَارِ الوَحْشِي، ويُخبر عبدالله بن أبي أوفى -رضي الله عنهما-
بأنَّهم حَصَلَتْ لهم مَجَاعَةٌ في لَيَالي مَوْقِعَةِ خَيْبَر، ولما
فُتِحَت انْتَحَرُوا مِنْ حُمُرِها، وأَخَذُوا مِنْ لَحْمِها وطَبَخُوهُ،
ولما طَبَخُوه أَمَرَهُم النبي -صلى الله عليه وسلم- بكفْئ ِالقدورِ أي
قلبها، وعَدَمِ الأَكل من ذلك اللحم.
Jābir bin Abdullah -raḍiyallāhu
'anhumā- mengabarkan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
melarang mengkonsumsi daging keledai jinak. Dan beliau membolehkan
mengkonsumsi daging kuda dan keledai liar. Sementara Abdullah bin Abi
Aufā -raḍiyallāhu 'anhumā- mengabarkan bahwa mereka dilanda kelaparan
pada malam-malam persiapan perang Khaibar. Ketika berhasil menaklukkan
Khaibar maka mereka menyembelih keledai jinak, mengambil dagingnya dan
memasaknya. Ketika daging itu telah matang, Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk menumpahkan (isi)
periuk-periuk dan melarang makan daging keledai jinak tersebut. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim - Muttafaq
'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3003 |
|
Hadith 83 الحديث
الأهمية: يا عبدَ الرحمَنِ بْنَ سَمُرَةَ، لا
تَسْأَلْ الإِمَارَةَ؛ فَإِنَّكَ إن أُعْطِيتَها عن مسأَلَةٍ وُكِّلْتَ
إليها
Tema: Wahai Abdurrahman bin Samurah,
janganlah engkau meminta jabatan! Karena sesungguhnya jika jabatan itu
diberikan kepadamu karena permintaan, maka jabatan itu akan diserahkan
kepadamu (tanpa pertolongan dari Allah). |
عن عَبْد الرَّحْمَنِ بْن سَمُرَةَ -رضي
الله عنه- أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- قال له: «يا عبد الرحمن بن
سَمُرَة، لا تَسْأَلِ الإِمَارَةَ؛ فإنك إن أُعْطِيتَها عن مَسْأَلَةٍ
وُكِلْتَ إليها، وإن أُعْطِيتَهَا عن غير مَسْأَلَةٍ أُعِنْتَ عليها، وإذا
حَلَفْتَ على يمينٍ فرأيتَ غيرها خيرًا منها، فَكَفِّرْ عن يمينك، وَأْتِ
الذي هو خير».
Dari Abdurrahman bin Samurah
-raḍiyallahu 'anhu- bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
bersabda kepadanya, “Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau
meminta jabatan! Karena sesungguhnya jika jabatan itu diberikan kepadamu
karena permintaan, maka jabatan itu akan diserahkan kepadamu (tanpa
pertolongan dari Allah). Dan jika jabatan itu diberikan kepadamu tanpa
permintaan darimu, niscaya engkau akan ditolong (oleh Allah) dalam
melaksanakannya. Dan apabila engkau bersumpah dengan satu sumpah
kemudian engkau melihat selainnya lebih baik darinya, maka bayarlah
kafarat sumpahmu itu dan kerjakanlah yang lebih baik (darinya)!"
Penjelasan Hadits بيان الحديث
نهى رسول الله -صلى الله عليه وسلم- عن
سؤال الإمارة؛ لأنَّ مَن أعطيها عن مسألةٍ خُذِلَ وتُرِكَ لِرَغْبَتِه في
الدنيا وتفضيلها على الآخرة، وأن من أُعْطِيَها عَنْ غَيْرِ مسألةٍ أعانَهُ
اللهُ علَيها، وأنَّ الحَلف على شيء لا يكون مانعًا عن الخير، فإن رأى
الحالفُ الخيرَ في غيرِ الحلف فلَه التَّخَلُص من الحلف بالكفارة ثم يأت
الخير.
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- melarang untuk meminta jabatan, karena barang siapa yang
diberikan jabatan dengan sebab meminta maka ia akan dihinakan dan
ditinggalkan karena ambisinya terhadap dunia dan karena ia lebih
mengutamakan dunia daripada Akhirat. Dan barang siapa yang diberikan
jabatan tanpa ia minta maka Allah akan menolongnya dalam melaksanakan
jabatan tersebut. Dan bahwa bersumpah terhadap sesuatu tidak menjadi
penghalang dari kebaikan. Jika orang yang bersumpah melihat kebaikan
pada selain sumpahnya, maka ia boleh melepaskan diri dari sumpah itu
dengan membayar kafarat, kemudian hendaknya ia melakukan kebaikan
tersebut. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3004 |
|
Hadith 84 الحديث
الأهمية: ألا أُخْبِرُكُم عن النَّفَرِ الثلاثة:
أما أحدهم فأَوَى إلى الله فآوَاهُ الله إليه، وأما الآخر فاسْتَحْيا
فاسْتَحْيَا الله منه، وأما الآخر، فأعْرَضَ، فأعرضَ اللهُ عنه
Tema: Maukah kalian aku beritahukan tentang
tiga orang? Yang pertama, ia berlindung kepada Allah, maka Allah pun
melindunginya. Yang kedua, ia malu, maka Allah pun malu terhadapnya.
Sedangkan yang ketiga, ia berpaling, maka Allah pun berpaling darinya. |
عن أبي واقد الحارث بن عوف -رضي الله
عنه- أنَّ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- بينما هو جالس في المسجد، والناس
معه، إذ أقبل ثلاثَةُ نَفَرٍ، فأقبل اثنان إلى رسول الله، -صلى الله عليه
وسلم- وذهب واحد، فوقفا على رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، فأما أحدهما
فرأى فُرْجَةً في الْحَلْقَةِ فجلس فيها، وأما الآخر فجلس خلفهم، وأما
الثالث فأدْبَر ذاهبٍا، فلما فرغ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- قال: «ألا
أُخْبِرُكُم عن النَّفَرِ الثلاثة: أما أحدهم فأَوَى إلى الله فآوَاهُ الله
إليه، وأما الآخر فاسْتَحْيا فاسْتَحْيَا الله منه، وأما الآخر، فأعْرَضَ،
فأعرضَ اللهُ عنه».
Dari Abu Wāqid al-Hāriṡ bin Auf
-raḍiyallāhu 'anhu- bahwa ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- sedang duduk di masjid dan orang-orang bersamanya, tiba-tiba
datanglah tiga orang. Dua orang menghampiri Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- sedangkan yang satu pergi. Lantas kedua orang itu
berdiri di hadapan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Salah
satunya melihat tempat yang kosong di halaqah (perkumpulan) itu, lalu ia
duduk di tempat kosong tersebut. Sedangkan yang satu lagi, duduk di
belakang mereka. Adapun orang yang ketika pergi. Saat Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selesai (bicara), beliau bersabda,
"Maukah kalian aku beritahukan tentang tiga orang? Yang pertama, ia
berlindung kepada Allah, maka Allah pun melindunginya. Yang kedua, ia
malu, maka Allah pun malu terhadapnya. Sedangkan yang ketiga, ia
berpaling, maka Allah pun berpaling darinya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
في الحديث أنَّ رسول الله -صلى الله
عليه وسلم- كان جالسا في المسجد، والناس معه، إذ أقبل ثلاثَةُ رجال، فأقبل
اثنان إلى رسول الله -صلى الله عليه وسلم- وذهب واحد؛ فوقفا عند حلقة رسول
الله -صلى الله عليه وسلم-، فأما أحدهما فرأى مكاناً فارغاً في الْحَلْقَةِ
فجلس فيها، والحلقة رجال جالسون على شكل دائرة أمام النبي -صلى الله عليه
وسلم- وأما الآخر فجلس خلفهم، وأما الثالث فرجع وانصرف، فلما فرغ وانتهى
رسول الله -صلى الله عليه وسلم- من حديثه الذي كان فيه، قال للصحابة ألا
أُخْبِرُكُم عن الرجال الثلاثة: أما أحدهم فأَوَى إلى الله فآوَاهُ الله
إليه أي جلس في المكان الفارغ يستمع ذكر الله فأكرمه الله بفضيلة ذلك
المجلس المبارك، وأما الآخر فاسْتَحْيا فاسْتَحْيَا الله منه أي امتنع من
المزاحمة؛ فجلس خلف الحلقة فلم يُمنع من بركة المجلس، وأما الآخر فأعْرَضَ،
فأعرضَ اللهُ عنه أي ذهب بلا عذر فمُنع بركة المجلس.
Dalam hadis ini (dijelaskan) bahwa
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang duduk di masjid dan
orang-orang bersamanya. Tiba-tiba datang tiga orang laki-laki. Dua orang
menghampiri Rasulullah - ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan yang satu
pergi. Kedua orang itu berdiri di sisi halaqah (perkumpulan) Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lalu salah satunya melihat tempat kosong
di halaqah itu, maka ia pun duduk di tempat kosong tersebut. Halaqah
adalah orang-orang yang duduk dalam bentuk lingkaran di hadapan Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Sedangkan yang satu lagi duduk di
belakang mereka. Adapun orang yang ketiga pulang. Ketika Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selesai dari pembicaraan yang
disampaikannya, beliau bersabda kepada para sahabat, "Maukah kalian aku
beritahukan mengenai tiga orang? Yang pertama, ia berlindung kepada
Allah, maka Allah pun melindunginya. Yakni, dia duduk di tempat kosong
untuk menyimak zikir kepada Allah lalu Allah pun memuliakannya dengan
keutamaan majelis yang penuh berkah itu. Sedangkan yang kedua malu, maka
Allah pun malu terhadapnya. Yakni, dia tidak mau berdesak-desakkan
sehingga ia duduk di belakang halaqah tanpa terhalang dari keberkahan
majelis. Sedangkan orang yang lainnya berpaling, maka Allah pun
berpaling darinya. Yakni, dia pergi tanpa ada uzur sehingga terhalang
dari keberkahan majelis. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3005 |
|
Hadith 85 الحديث
الأهمية: قال قل: اللهم فاطِرَ السماوات والأرض
عالم الغيبِ والشهادة؛ ربَّ كُلِّ شَيءٍ ومَلِيكَه، أَشْهد أن لا إله إلا
أنت، أعوذ بك من شرِّ نفسي وشرِّ الشيطان وشِرْكِهِ
Tema: Rasulullah bersabda, "Ucapkanlah, ya
Allah Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui alam gaib dan yang
tampak, Rabb segala sesuatu dan pemiliknya. Aku bersaksi bahwa tiada
Ilah yang berhak disembah selain Allah. Aku berlindung kepada-Mu dari
kejelekan jiwaku dan kejelekan setan dan sekutunya." |
عن أبي هريرة -رضي الله عنه- أن أبا بكر
الصديق -رضي الله عنه- قال: يا رسول الله مُرني بكلمات أقُولُهُنَّ إذا
أصبَحتُ وإذا أمسَيتُ، قال: «قل: اللهم فاطِرَ السماوات والأرض عالم الغيبِ
والشهادة، ربَّ كُلِّ شَيءٍ ومَلِيكَه، أَشْهد أن لا إله إلا أنت، أعوذ بك
من شرِّ نفسي وشرِّ الشيطان وشِرْكِهِ وأن أقترف على نفسي سوءًا أو أجرُّه
إلى مسلم» قال: «قلها إذا أصبحت، وإذا أمسيت، وإذا أخذْتَ مَضْجَعَك».
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-
bahwasannya Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Wahai Rasulullah
ajarkanlah kepadaku doa yang aku ucapkan waktu pagi dan petang." Maka
Rasulullah bersabda, "Ucapkanlah, ya Allah Pencipta langit dan bumi,
Yang Maha Mengetahui alam gaib dan yang tampak, Rabb segala sesuatu dan
pemiliknya. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak disembah selain
Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan jiwaku dan kejelekan
setan dan sekutunya, dan (aku berlindung supaya tidak) mendatangkan
keburukan kepada diriku sendiri atau menganiaya orang muslim lainnya."
Beliau bersabda, "Bacalah kalimat-kalimat itu apabila kamu berada di
pagi hari dan di sore hari, serta apabila kamu hendak tidur."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
هذا الذكر من الأذكار التي تقال في
الصباح والمساء، والذي علَّمها النبي -صلى الله عليه وسلم- أبا بكر -رضي
الله عنه- حيث قال: علمني.
فعلمه
النبي -صلى الله عليه وسلم- ذكرًا ودعاءً يدعو به كلما أصبح وكلما أمسى،
وأمره أن يقول: (اللهم فاطر السماوات والأرض) يعني: يا الله يا فاطر
السماوات والأرض وفاطرهما، يعني أنه خلقهما عز وجل على غير مثال سبق، بل
أبدعهما وأوجدهما من العدم على غير مثال سبق.
(عالم الغيب والشهادة) أي: عالم ما غاب
عن الخلق وما شاهدوه؛ لأن الله تعالى يعلم الحاضر والمستقبل والماضي.
(رب كل شيء ومليكه)، يعني: يا رب كل شيء
ومليكه، والله تعالى هو رب كل شيء وهو مليك كل شيء.
(أشهد أن لا إله إلا أنت): أعترف بلساني
وقلبي أنه لا معبود حق إلا أنت، فكل ما عبد من دون الله فإنه باطل لا حق له
في العبودية ولا حق في العبودية إلا لله وحده -عز وجل-.
قوله:
أ(عوذ بك من شر نفسي)؛ لأن النفس لها شرور كما قال -تعالى-: (وما أبرئ نفسي
إن النفس لأمارة بالسوء إلا ما رحم ربي)، فإذا لم يعصمك الله من شرور نفسك
فإنها تضرك وتأمرك بالسوء، ولكن الله إذا عصمك من شرها وفقك إلى كل خير.
وختم
النبي -عليه الصلاة والسلام- بقوله: (ومن شر الشيطان وشِرْكه) وفي لفظ
وشَرَكه، يعني: تسأل الله أن يعيذك من شر الشيطان ومن شر شِركه، أي: ما
يأمرك به من الشِّرك أو شَرَكه، والشَرَك: ما يصاد به الحوت والطير وما
أشبه ذلك؛ لأن الشيطان له شرَك يصطاد به بني آدم إما شهوات أو شبهات أو غير
ذلك، (وأن أقترف على نفسي سوءًا)، أي: أجر على نفسي سوءًا (أو أجره إلى
مسلم).
فهذا
الذكر أمر النبي -صلى الله عليه وسلم- أبا بكر أن يقوله إذا أصبح وإذا أمسى
وإذا أخذ مضجعه.
Ini merupakan salah satu zikir yang
diucapkan di waktu pagi dan petang, yang diajarkan oleh Nabi -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- kepada Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu-. Abu Bakar
berkata, "Ajarkanlah kepadaku." Lantas Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- pun mengajarinya zikir dan doa yang diucapkan setiap pagi dan
petang, dan beliau menyuruhnya untuk mengucapkan, (Ya Allah Pencipta
langit dan bumi) yakni, ya Allah, wahai Pencipta langit dan bumi.
"Pencipta keduanya," yakni, Allah -'Azza wa Jalla- menciptakannya tanpa
ada contoh sebelumnya, tetapi Dia menciptakannya dan mewujudkannya dari
ketiadaan, tanpa ada contoh sebelumnya. (Yang Maha Mengetahui alam gaib
dan yang tampak) yakni, Yang Mengetahui apa yang tidak terlihat oleh
makhluk dan apa yang mereka saksikan. Sebab, Allah -Ta'ālā- mengetahui
masa sekarang, masa mendatang dan masa lalu. (Rabb segala sesuatu dan
pemiliknya) Yakni, Rabb segala sesuatu dan pemiliknya. Allah -Ta'ālā-
adalah Rabb segala sesuatu dan pemiliknya. (Aku bersaksi bahwa tiada
Ilah yang berhak disembah selain Engkau) Aku mengakui dengan lisan dan
hatiku bahwa tidak ada sembahan yang benar selain Engkau. Segala sesuatu
yang disembah selain Allah maka itu adalah batil, ia tidak berhak untuk
diibadahi. Tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah semata. Sabda
beliau, (Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan jiwaku), karena jiwa
itu memiliki kejelekan-kejelekan sebagaimana firman Allah -Ta'ālā-, "Dan
aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena
sesungguhnya nafsu (jiwa) itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali
(nafsu) yang diberi rahmat oleh Rabbku." Jika Allah tidak melindungimu
dari kejelekan-kejelekan jiwa, maka jiwa (nafsu) itu membahayakanmu dan
menyuruhmu kepada kejahatan. Namun, jika Allah melindungimu dari
kejelekan jiwa, maka Dia memberimu taufik untuk melakukan segala
kebaikan. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menutup dengan sabdanya,
(Dan kejelekan setan dan sekutunya) Dalam redaksi lain, (Wa Syarakihi)
yakni, hendaklah engkau memohon kepada Allah agar melindungimu dari
kejelekan setan dan dari kejelekan sekutunya. Yakni, yang menyuruhmu
melakukannya berupa sekutu atau jebakannya. Asy-Syarak adalah sesuatu
yang digunakan untuk memburu ikan paus, burung dan sebagainya. Sebab,
setan itu memiliki perangkap untuk memburu Bani Adam, baik berupa
syahwat, syubhat atau selain itu. (Dan mendatangkan keburukan kepada
diriku sendiri) Yakni, mendatangkan keburukan kepada diriku sendiri atau
kepada orang Muslim. Zikir ini merupakan perintah Nabi -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- kepada Abu Bakar agar mengucapkannya jika berada di
waktu pagi dan sore hari dan jika hendak tidur. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Tirmiżi -
Diriwayatkan oleh Nasā`i - Diriwayatkan oleh Abu Daud - Diriwayatkan
oleh Ahmad]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3006 |
|
Hadith 86 الحديث
الأهمية: خرج معاوية -رضي الله عنه- على حَلْقَةٍ
في المسجد، فقال: ما أَجْلَسَكم؟ قالوا: جلسنا نذكر الله
Tema: Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhu- pernah
keluar mendatangi sekumpulan orang di masjid, lalu ia berkata, "Apakah
yang menyebabkan kalian duduk ini?" Mereka menjawab, "Kami duduk untuk
berzikir (mengingat) Allah." |
عن أبي
سعيد الخدري –رضي الله عنه- قال: خرج معاوية -رضي الله عنه- على
حَلْقَةٍ في المسجد، فقال: ما أَجْلَسَكم؟ قالوا: جلسنا نذكر الله، قال:
آلله ما أجْلَسَكُم إلا ذاك؟ قالوا: ما أجلسنا إلا ذاك، قال: أما إنّي لم
استَحْلِفْكُم تُهْمَةً لكم، وما كان أحد بمنزلتي من رسول الله -صلى الله
عليه وسلم- أقَلَّ عنه حديثاً مِنِّي: إنَّ رسول الله -صلى الله عليه وسلم-
خَرَجَ على حَلْقَةٍ من أصحابه فقال: «ما أَجْلَسَكم؟» قالوا: جلسنا نذكر
الله ونَحْمَدُهُ على ما هَدَانا للإسلام؛ ومَنَّ بِهِ علينا، قال: «آلله
ما أجْلَسَكُم إلا ذاك؟» قالوا: والله ما أجلسنا إلا ذاك، قال: «أما إنّي
لم أستحلفكم تُهْمَةً لكم، ولكنه أتاني جبريل فأخبرني أن الله يُبَاهِي بكم
الملائكة».
Dari Abu Sa'īd al-Khudri -raḍiyallāhu
'anhu- ia berkata, "Mu'āwiyah - raḍiyallāhu 'anhu- pernah keluar
mendatangi sekumpulan orang di masjid, lalu ia berkata, "Apakah yang
menyebabkan kalian duduk ini?" Mereka menjawab, "Kami duduk untuk
berzikir (mengingat) Allah." Mu'āwiyah berkata, "Apakah, demi Allah,
tidak ada yang menyebabkan kalian duduk ini melainkan karena berzikir
(mengingat) Allah saja?" Mereka menjawab, "Ya, tidak ada yang
menyebabkan kami semua duduk ini, kecuali untuk itu." Mu'āwiyah berkata,
"Sebenarnya aku bukan ingin meminta sumpah dari kalian karena adanya
kecurigaan terhadap kalian. Dan tidak ada seorang pun, dengan
kedudukanku dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang paling
sedikit hadisnya daripada aku sendiri. Sesungguhnya Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pada suatu ketika keluar mendatangi
sekumpulan orang dari kalangan sahabat-sahabatnya lalu bertanya, "Apakah
yang menyebabkan kalian duduk begini?" Para sahabat menjawab, "Kami
duduk untuk berzikir (mengingat) Allah dan memuji-Nya, karena Dia telah
menunjukkan kami semua kepada Islam dan mengaruniakan kenikmatan Islam
itu kepada kami." Beliau bersabda, "Apakah, demi Allah, tidak ada yang
menyebabkan kalian duduk begini melainkan karena itu?" Mereka menjawab,
"Demi Allah, tidak ada yang membuat kami duduk di sini selain itu".
Beliau bersabda, "Sesungguhnya aku bukan ingin meminta sumpah dari
kalian karena adanya kecurigaan terhadap kalian semua, tetapi Jibril
datang kepadaku dan memberitahukan sesungguhnya Allah membanggakan
kalian di hadapan para malaikat."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
هذا الحديث من الأحاديث التي تدل على
فضيلة الاجتماع على ذكر الله -عز وجل-، وهو ما رواه أبو سعيد الخدري عن
معاوية -رضي الله عنهما- أنه خرج على حلقة في المسجد فسألهم على أي شيء
اجتمعوا، فقالوا: نذكر الله، فاستحلفهم -رضي الله عنه- أنهم ما أرادوا
بجلوسهم واجتماعهم إلا الذكر، فحلفوا له، ثم قال لهم: إني لم أستحلفكم تهمة
لكم وشكًّا في صدقكم، ولكني رأيت النبي -صلى الله عليه وسلم- خرج على قوم
وذكر مثله، وأخبرهم أن الله -عز وجل- يباهي بهم الملائكة، فيقول مثلا:
انظروا إلى عبادي اجتمعوا على ذكري، وما أشبه ذلك، مما فيه المباهاة، ولكن
ليس هذا الاجتماع أن يجتمعوا على الذكر بصوت واحد، ولكن يذكرون أي شيء
يذكرهم بالله -تعالى- من موعظة وذكرى أو يتذكرون نعمة الله عليهم بما أنعم
عليهم من نعمة الإسلام وعافية البدن والأمن، وما أشبه ذلك، فإن ذكر نعمة
الله من ذكر الله -عز وجل-، فيكون في هذا دليل على فضل جلوس الناس
ليتذاكروا نعمة الله عليهم.
Hadis ini merupakan salah satu hadis
yang menunjukkan keutamaan berkumpul untuk berzikir (mengingat) Allah
-'Azza wa Jalla-. Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Sa'īd al-Khudri dari
Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhumā- bahwasannya dia keluar menuju sekumpulan
orang di masjid lalu bertanya kepada mereka mengenai sebab mereka
berkumpul. Mereka menjawab bahwa kami sedang berzikir (mengingat) Allah.
Mu'āwiyah -raḍiyallāhu 'anhu- meminta mereka bersumpah bahwa mereka itu
duduk dan berkumpul hanya untuk berzikir. Mereka pun bersumpah
kepadanya. Kemudian Mu'āwiyah berkata kepada mereka, "Sebenarnya aku
bukan ingin meminta sumpah dari kalian karena adanya kecurigaan kepada
kalian dan meragukan kejujuran kalian, tetapi aku pernah melihat Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- keluar menuju satu kaum lalu beliau
mengucapkan perkataan seperti itu. Beliau memberitahu mereka bahwa Allah
-'Azza wa Jalla- membanggakan mereka di hadapan para malaikat.
Contohnya, Allah berfirman, "Lihatlah hamba-hamba-Ku, mereka berkumpul
untuk mengingat-Ku." Dan firman lainnya yang mengandung kebanggaan.
Hanya saja sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa
perkumpulan ini bukan berkumpul untuk berzikir dengan satu suara. Namun,
mereka berzikir dengan segala sesuatu yang membuat mereka ingat kepada
Allah -Ta'ālā- berupa nasihat dan peringatan, atau mengingat-ingat
nikmat Allah kepada mereka berupa kenikmatan Islam, kesehatan tubuh dan
rasa aman dan sebagainya. Sesungguhnya mengingat kenikmatan Allah
termasuk berzikir (mengingat) Allah -'Azza wa Jalla-. Dengan demikian,
ini menjadi dalil keutamaan orang-orang yang duduk untuk saling
mengingatkan nikmat Allah kepada mereka. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3007 |
|
Hadith 87 الحديث
الأهمية: كان نبي الله -صلى الله عليه وسلم- إذا
أمسى قال: أمسينا وأمسى الملك لله، والحمد لله، لا إله إلا الله وحده لا
شريك له
Tema: Apabila Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- memasuki waktu sore hari, beliau mengucapkan, "Kami memasuki
waktu sore hari dan segala kekuasaan hanya milik Allah, segala puji
hanya milik Allah. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah Yang
Maha Esa tidak ada sekutu bagi-Nya." |
عن عبد الله بن مسعود-رضي الله عنه-
قال: كان نبي الله -صلى الله عليه وسلم- إذا أمسى قال: «أمسينا وأمسى الملك
لله، والحمد لله، لا إله إلا الله وحده لا شريك له» قال الراوي: أَرَاهُ
قال فِيهِنَّ: «له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير، ربِّ أسألك خير ما
في هذه الليلة وخير ما بعدها، وأعوذ بك من شر ما في هذه الليلة وشر ما
بعدها، رب أعوذ بك من الكسل، وسُوءِ الكِبَرِ، رب أعوذ بك من عذاب في
النار، وعذاب في القبر»، وإذا أصبح قال ذلك أيضا «أصبحنا وأصبح الملك لله».
Dari Abdullah bin Mas'ud -raḍiyallāhu
'anhu- ia berkata, Apabila Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memasuki
waktu sore hari, beliau mengucapkan, "Kami memasuki waktu sore hari dan
segala kekuasaan hanya milik Allah, segala puji hanya milik Allah. Tidak
ada Ilah yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa tidak ada
sekutu bagi-Nya." Perawi berkata, "Aku lihat beliau membaca (dalam doa
itu), "Bagi-Nya-lah segala kekuasaan dan bagi-Nya-lah segala puji dan
Dia-lah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Rabbku, aku memohon
kepada-Mu kebaikan yang ada di malam ini dan kebaikan yang terdapat
setelahnya. Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan yang ada di malam
ini dan kejelekan yang terdapat setelahnya. Wahai Rabbku, aku berlindung
kepadamu dari kemalasan dan kejelekan umur tua. Wahai Rabbku, aku
berlindung kepada-Mu dari siksa neraka dan azab kubur." Apabila beliau
berada di pagi hari, beliau mengucapkan doa itu juga, "Kami memasuki
waktu pagi dan segala kekuasaan hanya milik Allah."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
كان من هديه -عليه الصلاة والسلام- عند
دخول الصباح والمساء أن يقول هذه الأدعية المباركة، فقوله: (أمسينا وأمسى
الملك لله) أي :دخلنا في المساء ودام الملك فيه لله مختصًا به، (والحمد
لله) أي: جميع الحمد لله، أي: أمسينا وعرفنا فيه أن الملك لله وأن الحمد
لله لا لغيره، (ولا إله إلا الله) أي: منفردًا بالألوهية.
قوله: (رب
أسألك من خير هذه الليلة) أي ذاتها وعينها (وخير ما فيها) أي: من خير ما
ينشأ ويقع ويحدث فيها وخير ما يسكن فيها، (وأعوذ بك من شرها وشر ما فيها)
أي من الليالي وما فيها من شر يلحق الدين والدنيا.
(اللهم إني أعوذ بك من الكَسَل) أي
التثاقل في الطاعة مع الاستطاعة، ويكون ذلك لعدم انبعاث النفس للخير مع
ظهور الاستطاعة.
(وسوء الكِبَر) بمعنى الهرم والخرف وكبر
السن المؤدي إلى تساقط بعض القوى وضعفها وهو الرد إلى أرذل العمر؛ لأنه
يفوت فيه المقصود بالحياة من العلم والعمل، لما يورثه كبر السن من ذهاب
العقل، واختلاط الرأي والتخبط فيه، والقصور عن القيام بالطاعة وغير ذلك مما
يسوء الحال، وروي بإسكان الباء بمعنى البطر أي الطغيان عند النعمة والتعاظم
على الناس، (وعذاب القبر) أي من نفس عذابه أو مما يوجبه.
(وإذا أصبح) أي دخل -صلى الله عليه
وسلم- في الصباح (قال ذلك) أي: ما يقول في المساء (أيضًا) أي لكن يقول بدل
"أمسينا وأمسى الملك لله" (أصبحنا وأصبح الملك لله) ويبدل اليوم بالليلة
فيقول: اللهم إني أسالك من خير هذا اليوم، ويذكر الضمائر بعده.
Dia antara petunjuk Nabi -'alaihi
aṣ-ṣalātu wa as-salām- ketika masuk waktu pagi hari dan sore hari ialah
mengucapkan doa yang penuh berkah ini. Ucapan beliau, "Kami memasuki
waktu sore hari dan segala kekuasaan hanya milik Allah," yakni, kami
memasuki waktu sore hari dan kekuasaan pada sore itu selamanya milik
Allah dan khusus untuk-Nya. "Dan segala puji hanya milik Allah," yakni,
semua pujian hanya milik Allah. Yaitu, kita mengetahui pada sore ini
bahwa segala kekuasaan dan pujian hanya milik Allah, bukan milik
selain-Nya. "Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Allah," yakni,
Dia-lah satu-satunya Zat yang memiliki sifat uluhiyah. Ucapan beliau,
"Wahai Rabbku! Aku memohon kepada-Mu kebaikan malam ini," yakni, malam
itu sendiri. "Dan kebaikan yang ada di dalamnya," yakni, kebaikan yang
muncul, yang terjadi dan timbul di malam itu dan apa yang ada di
dalamnya. " Aku berlindung kepada-Mu dari kejelekan malam ini dan
kejelekan yang ada di malam ini," yakni, (kejelekan) dari malam-malam
dan kejelekan yang ada di dalamnya yang berhubungan dengan agama dan
dunia. "Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kemalasan," yaitu,
merasa berat dalam (melaksanakan) ketaatan padahal mampu. Hal ini
disebabkan tidak adanya dorongan jiwa untuk melakukan kebaikan seiring
dengan adanya kemampuan. "Dan pikun," yakni, usia renta yang menyebabkan
hilangnya sebagian kekuatan dan adanya kelemahan, yaitu kembali ke usia
yang paling hina karena pada saat itu lenyaplah tujuan dari kehidupan
berupa ilmu dan amal. "Dan kejelekan umur tua," artinya pikun,
kemerosotan akal, usia lanjut yang mengakibatkan hilangnya berbagai
kekuatan, dan menjadi lemah, yaitu dengan dikembalikan pada umur yang
paling lemah; karena akan menghilangkan maksud dari kehidupan, yaitu
untuk mencari ilmu dan beramal. Usia lanjut menyebabkan hilangnya akal,
bercampur-baurnya fikiran, kacau-balau, dan lalai dalam melaksanakan
ketaatan, serta hal lainnya yang memperburuk keadaan. Ada juga
diriwayatkan dengan mensukunkan huruf bā` (kibr) yang bermakna
kesombongan, mengingkari kenikmatan dan merasa lebih dari orang lain.
"Dan azab kubur," yakni, seperti azab itu atau sesuatu yang menyebabkan
timbulnya azab tersebut. "Apabila beliau berada di pagi hari," yakni,
ketika Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- masuk waktu pagi. "Beliau
mengucapkan doa itu," yakni, apa yang diucapkan di sore hari. "Juga,"
yakni, akan tetapi beliau mengganti kalimat, "Kami memasuki waktu sore
dan segala kekuasaan hanya milik Allah" dengan kalimat, "Kami memasuki
waktu pagi dan segala kekuasaan hanya milik Allah." Beliau mengganti
kata malam dengan kata hari lalu mengucapkan, "Ya Allah, sesungguhnya
aku memohon kepada-Mu kebaikan hari ini," dan beliau menyebutkan
berbagai kata ganti setelahnya. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3008 |
|
Hadith 88 الحديث
الأهمية: بينما الناس بقباء في صلاة الصبح إذ
جاءهم آت، فقال: إن النبي -صلى الله عليه وسلم- قد أنزل عليه الليلة قرآن،
وقد أمر أن يستقبل القبلة، فاستقبلوها
Tema: Manakala orang-orang berada di Qubā`
dalam salat subuh tiba-tiba seseorang datang, lalu ia berkata,
"Sesungguhnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah diturunkan pada
beliau suatu ayat Al-Qur'ān di malam ini, dan beliau diperintahkan
menghadap Kiblat, maka menghadaplah kalian ke arah Kiblat!" |
عن عبد الله بن عمر -رضي الله عنهما-
قال: «بَينَمَا النَّاس بِقُبَاء في صَلاَة الصُّبحِ إِذْ جَاءَهُم آتٍ،
فقال: إِنَّ النبِيَّ -صلى الله عليه وسلم- قد أُنزِل عليه اللَّيلةّ قرآن،
وقد أُمِرَ أن يَستَقبِل القِبْلَة، فَاسْتَقْبِلُوهَا، وكانت وُجُوهُهُم
إلى الشَّام، فَاسْتَدَارُوا إِلى الكَّعبَة».
Dari Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu
'anhumā-, ia berkata, ketika orang-orang berada di Qubā` dalam salat
subuh, tiba-tiba seseorang datang, lalu ia berkata, "Sesungguhnya Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah diturunkan pada beliau suatu ayat
Al-Qur'ān di malam ini, dan beliau diperintahkan menghadap Kiblat, maka
menghadaplah kalian ke arah Kiblat!" Ketika itu wajah mereka menghadap
ke arah Syam, lalu mereka bergerak memutar ke arah Ka'bah."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
خرج أحد الصحابة إلى مسجد قباء بظاهر
المدينة، فوجد أهله لم يبلغهم نسخ القبلة، ولا زالوا يصلون إلى القبلة
الأولى، فأخبرهم بصرف القبلة إلى الكعبة، وأنَّ النبي -صلى الله عليه وسلم-
قد أُنزل عليه قرآن في ذلك -يشير إلى قوله تعالى:{ قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ
وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ
وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا
وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ
أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا
يَعْمَلُونَ}، [البقرة: 144] وأنه -صلى الله عليه وسلم- استقبل الكعبة، فمن
فقههم وسرعة فهمهم وصحته استداروا عن جهة بيت المقدس -قبلتهم الأولى- إلى
قبلتهم الثانية، الكعبة المشرفة.
Seorang sahabat pergi ke Masjid Qubā`
(yang saat itu) terletak di luar Madinah. Ia mendapati jamaah masjid ini
belum mendapatkan berita perubahan kiblat (salat), dan mereka masih
salat menghadap ke arah kiblat pertama. Lantas ia memberitahu mereka
tentang pengalihan kiblat ke arah Ka'bah, dan bahwa telah diturunkan
ayat Al-Qur`an pada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang masalah
ini. -Maksudnya adalah firman Allah, "Sungguh Kami (sering) melihat
mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke
kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan
di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan
sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram
itu adalah benar dari Rabb-nya; dan Allah sekali-kali tidak lengah
terhadap apa yang mereka kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 144) Serta
memberitahu bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah
menghadap ke arah Ka'bah (dalam salat). Maka lantaran kedalaman ilmu
serta tepat dan benarnya pemahaman mereka, mereka pun memutar diri dari
arah Bait al-Maqdis -kiblat pertama mereka- ke kiblat kedua mereka,
yaitu Ka'bah al-Musyarrafah (yang dimuliakan). |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3009 |
|
Hadith 89 الحديث
الأهمية: مر النبي -صلى الله عليه وسلم- بقبرين،
فقال: إنهما ليعذبان، وما يعذبان في كبير؛ أما أحدهما: فكان لا يستتر من
البول، وأما الآخر: فكان يمشي بالنميمة
Tema: Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
melewati dua kubur, maka beliau bersabda, "Sesungguhnya kedua penghuni
kubur ini sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena sesuatu yang
besar. Salah satu dari keduanya biasa tidak melindungi diri dari air
kencing, sedang yang lain biasa menyebarkan fitnah. |
عن عبد الله بن عباس -رضي الله عنهما-
قال: مر النبي -صلى الله عليه وسلم- بقبرين، فقال: «إنهما ليُعذَّبان، وما
يُعذَّبان في كبير؛ أما أحدهما: فكان لا يستتر من البول، وأما الآخر: فكان
يمشي بالنميمة».
Dari Abdullah bin Abbas -raḍiyallāhu
'anhumā- ia menuturkan, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melewati
dua kubur, maka beliau bersabda, "Sesungguhnya kedua penghuni kubur ini
sedang disiksa, dan keduanya disiksa bukan karena sesuatu yang besar.
Salah satu dari keduanya biasa tidak melindungi diri dari air kencing,
sedang yang lain biasa menyebarkan fitnah."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
مرَّ النبي -صلى الله عليه وسلم-، ومعه
بعض أصحابه بقبرين، فكشف الله -سبحانه وتعالى- له عن حالهما، وأنهما
يعذبان، فأخبر أصحابه بذلك؛ تحذيراً لأمته وتخويفاً، فإنَّ صاحبي هذين
القبرين، يعذَّب كل منهما بذنب
تركُه والابتعادُ عنه يسيرٌ على من وفقه الله لذلك.
فأحَدُ
المعذَّبَيْن كان لا يحترز من بوله عند قضاء الحاجة، ولا يتحفّظ منه،
فتصيبه النَجاسة فتلوث بدنه وثيابه ولا يستتر عند بوله، والآخر يسعى بين
الناس بالنميمة التي تسبب العداوة والبغضاء بين الناس، ولاسيما الأقارب
والأصدقاء، يأتي إلى هذا فينقل إليه كلام ذاك، ويأتي إلى ذاك فينقل إليه
كلام هذا؛ فيولد بينهما القطيعة والخصام. والإسلام إنما جاء بالمحبة
والألفة بين الناس وقطع المنازعات والمخاصمات.
ولكن
الكريم الرحيم -صلى الله عليه وسلم- أدركته عليهما الشفقة والرأفة، فأخذ
جريدة نخل رطبة، فشقَّها نصفين، وغرز على كل قبر واحدة، فسأل الصحابة النبي
-صلى الله عليه وسلم- عن هذا العمل الغريب عليهم، فقال: لعل الله يخفف
عنهما بشفاعتي ما هما فيه في العذاب، ما لم تيبس هاتان الجريدتان، أي مدة
بقاء الجريدتين رطبتين، وهذا الفعل خاص به -صلى الله عليه وسلم-.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
bersama beberapa sahabat melewati dua kubur. Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-
memperlihatkan pada beliau kondisi penghuni dua kubur itu, dan keduanya
sedang disiksa. Lantas beliau memberitahukan hal itu pada para sahabat
guna memperingatkan dan menakut-nakuti umat. Sebab kedua penghuni kubur
ini, masing-masing disiksa karena dosa yang mudah ditinggalkan dan
dijauhi bagi orang yang Allah beri bimbingan. Salah satu dari dua orang
yang disiksa itu biasa tidak menjaga diri dari air kencing ketika buang
hajat, tidak menjaga diri darinya sehingga ia terkena najis yang
mengotori tubuh dan bajunya, juga tidak menutup diri ketika kencing.
Sedang yang lainnya menyebarkan fitnah di tengah manusia yang
menyebabkan permusuhan dan kebencian di antara mereka. Utamanya di
antara kerabat dan kawan-kawan. Ia datang pada orang ini untuk
menyampaikan ucapan orang yang lain, dan datang pada orang lain itu
untuk menyampaikan perkataan orang ini. Ia memunculkan kebencian dan
permusuhan di antara keduanya. Padahal agama Islam mengajarkan cinta dan
kelembutan di antara manusia, menghentikan perselisihan dan
pertengkaran. Akan tetapi sosok mulia yang penuh kasih sayang ini merasa
kasihan dan iba pada kedua penghuni kubur tersebut. Maka beliau
mengambil pelepah pohon kurma yang masih basah, beliau membelahnya
menjadi dua dan menancapkan satu bagian pada masing-masing kubur itu.
Para sahabat bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang
perbuatan yang mereka pandang ganjil ini. Beliau menjawab, “Semoga Allah
meringankan siksa yang dialami keduanya karena syafaatku selama kedua
pelepah kurma ini belum kering.” Yakni, sepanjang kedua pelepah pohon
kurma ini masih basah. Perbuatan ini khusus bagi Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam-. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3010 |
|
Hadith 90 الحديث
الأهمية: إذا أراد الله بالأمير خيرا، جعل له
وزير صدق، إن نسي ذكره، وإن ذكر أعانه، وإذا أراد به غير ذلك جعل له وزير
سوء، إن نسي لم يذكره، وإن ذكر لم يعنه
Tema: Apabila Allah menghendaki kebaikan
untuk pemimpin, Dia menjadikan untuknya seorang ajudan (menteri) yang
jujur. Jika ia lupa, ajudan itu mengingatkannya dan jika ia ingat,
ajudan itu menolongnya. Dan apabila Allah menghendakinya selain itu, Dia
menjadikan untuknya ajudan (menteri) yang jahat. Jika ia lupa, ajudan
itu tidak mengingatkannya dan jika ia ingat, ajudan itu tidak
menolongnya. |
عن عائشة -رضي الله عنها- مرفوعًا:
«إِذَا أَرَادَ اللهُ بِالأمِيرِ خَيرًا، جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ صِدقٍ، إِنْ
نَسِيَ ذَكَّرَهُ، وَإِنْ ذَكَرَ أَعَانَهُ، وَإِذَا أَرَادَ بِهِ غَيرَ
ذَلِكَ جَعَلَ لَهُ وَزِيرَ سُوءٍ، إِنْ نَسِيَ لَمْ يُذَكِّرهُ، وَإِنْ
ذَكَرَ لَمْ يُعِنْهُ».
Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- secara
marfū', "Apabila Allah menghendaki kebaikan untuk pemimpin, Dia
menjadikan untuknya seorang ajudan (menteri) yang jujur. Jika ia lupa,
ajudan itu mengingatkannya dan jika ia ingat, ajudan itu menolongnya.
Dan apabila Allah menghendakinya selain itu, Dia menjadikan untuknya
ajudan (menteri) yang jahat. Jika ia lupa, ajudan itu tidak
mengingatkannya dan jika ia ingat, ajudan itu tidak menolongnya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
يبين رسول الله -صلى الله عليه وسلم- في
هذا الحديث أنّ الله تعالى: "إذا أراد
بالأمير خيراً"، وفسِّرت هذه الخيرية لمن وُفِّق لوزير صدق من
الأمراء بخيرية التوفيق لخيري الدارين، كما فسرت هذه الخيرية بالجنة.
وقوله:
"جعل له وزير صدق" أي في القول والفعل، والظاهر والباطن، وأضافه إلى الصدق؛
لأنَّه الأساس في الصُحبة وغيرها.
فــ"إن
نسي" أي: هذا الأمير، فإن نسي ما يحتاج إليه -والنسيان من طبيعة البشر-، أو
ضلّ عن حكم شرعي، أو قضية مظلوم، أو مصالح لرعية، "ذكَّره" أي: هذا الوزير
الصادق وهداه.
"وإن ذكر" الأمير ذلك، "أعانه" عليه
بالرأي والقول والفعل.
وأما
قوله: "وإذا أراد به غير ذلك" أي: غير الخير، بأن أراد به شرّاً، كانت
النتيجة "جعل له وزير سوء" والمراد: وزير سوء في القول، والفعل، نظير ما
سبق في ضده.
"إن نسي" أي: ترك مالا بد منه "لم
يذكِّره" به؛ لأنه ليس عنده من النور القلبي ما يحمله على ذلك.
"وإن ذكر لم يعنه" بل يسعى في صرفه عنه؛
لشرارة طبعه، وسوء صنعه.
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- menjelaskan dalam hadis ini bahwa Allah -Ta'ālā- “Apabila
menghendaki kebaikan untuk pemimpin”. Kebaikan bagi orang yang diberi
taufik untuk mendapatkan menteri yang jujur dari kalangan umara
ditafsirkan sebagai kebaikan taufik dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Di samping kebaikan ini juga ditafsirkan dengan Surga. Sabda beliau,
“Dia menjadikan untuknya ajudan (menteri) yang jujur”, yakni dalam
ucapan dan perbuatan, lahir dan batin. Beliau menyandarkannya pada
kejujuran, karena sifat ini merupakan prinsip dalam pertemanan dan
lainnya. Lalu “jika ia lupa”, maksudnya pemimpin itu. Jika ia lupa pada
apa yang ia butuhkan –lupa adalah tabiat manusia-, menyimpang dari hukum
syari'at, keliru dalam menangani perkara orang yang dizalimi, atau
maslahat-maslahat rakyat, maka ajudan yang jujur ini “mengingatkannya”
dan menunjukinya. “Dan jika ia ingat”, yakni pemimpin itu ingat, “ajudan
itu menolongnya” dengan memberikan pendapat, perkataan dan perbuatan.
Sedang sabda beliau, “Dan apabila Allah menghendakinya selain itu”,
yakni selain kebaikan, dengan menghendaki keburukan untuknya, maka
hasilnya, “Dia mejadikan untuknya ajudan jahat”. Maksudnya, ajudan yang
jahat dalam perkataan dan perbuatan, kebalikan dari yang sebelumnya.
"Jika ia lupa" yakni, pemimpin meninggalkan apa yang harus dilakukan,
"ajudannya itu tidak mengingatkannya" akan perkara itu. Sebab ajudan ini
tidak memiliki cahaya hati yang bisa mendorongnya untuk mengingatkan.
"Dan jika ia ingat, ajudan itu tidak menolongnya", bahkan ia berusaha
memalingkannya; karena keburukan tabiat dan kejahatan perbuatannya. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Abu Daud]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3011 |
|
Hadith 91 الحديث
الأهمية: ما بعث الله من نبي، ولا استخلف من
خليفة إلا كانت له بطانتان: بطانة تأمره بالمعروف وتحضه عليه، وبطانة تأمره
بالشر وتحضه عليه
Tema: Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi
dan mengangkat seorang khalifah melainkan dia mempunyai dua orang
kepercayaan: satu orang kepercayaan yang menyuruh dan mendorongnya
kepada yang makruf, dan satu orang kepercayaan yang menyuruh dan
mendorongnya kepada kejahatan |
عن أبي سعيد الخدري وأبي هريرة -رضي
الله عنهما- مرفوعاً: "ما بعث الله من نبي ولا اسْتَخْلَفَ من خليفة إلا
كانت له بطانتان: بطانة تأمره بالمعروف وتَحُضُّهُ عليه، وبطانة تأمره
بالشر وتَحُضُّهُ عليه، والمعصوم من عصم الله".
Dari Abu Sa'īd Al-Khudri dan Abu
Hurairah -raḍiyallāhu 'anhumā- secara marfū', "Tidaklah Allah mengutus
seorang Nabi dan mengangkat seorang khalifah melainkan dia mempunyai dua
orang kepercayaan: satu orang kepercayaan yang menyuruh dan mendorongnya
kepada yang makruf, dan satu orang kepercayaan yang menyuruh dan
mendorongnya kepada kejahatan. Orang yang terjaga adalah orang yang
dijaga oleh Allah."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
أخبر النبي -عليه الصلاة والسلام- أن
الله ما بعث من نبي ولا استخلف من خليفة إلا كان له بطانتان: بطانة خير
تأمره بالخير وتحثه عليه، وبطانة سوء تدله على السوء وتأمره به، والمحفوظ
من تأثير بطانة الشر هو من حفظه الله -تعالى-.
Nabi -'alaihi aṣ-ṣalātu wa as-salām-
memberitahukan bahwa tidaklah Allah mengutus seorang Nabi dan mengangkat
seorang khalifah melainkan dia mempunyai dua orang kepercayaan: satu
orang kepercayaan yang baik, yang menyuruh dan mendorongnya kepada
kebaikan, dan satu orang kepercayaan yang jahat, yang menunjukkan dan
menyuruhnya kepada keburukan. Orang yang dijaga dari pengaruh orang
kepercayaan yang jahat adalah orang yang dijaga oleh Allah -Ta'ālā-. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Bukhari]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3012 |
|
Hadith 92 الحديث
الأهمية: إذا سمعتم المؤذن فقولوا مثل ما يقول
Tema: Jika kalian mendengar muazin
(mengumandangkan azan), maka ucapkanlah seperti apa yang ia ucapkan. |
عن أبي سعيد الخدري -رضي الله عنه- قال:
قال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «إِذَا سَمِعتُم المُؤَذِّن فَقُولُوا
مِثلَ مَا يَقُول».
Dari Abu Sa'id Al-Khudri -raḍiyallāhu
'anhuma-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
bersabda, "Jika kalian mendengar muazin (mengumandangkan azan), maka
ucapkanlah seperti apa yang ia ucapkan."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
إذا سمعتم المؤذن للصلاة فأجيبوه، بأن
تقولوا مثل ما يقول، جملة بجملة، فحينما يكبر فكبروا بعده، وحينما يأتي
بالشهادتين، فأتوا بهما بعده، فإنه يحصل لكم من الثواب ما فاتكم من ثواب
التأذين الذي حازه المؤذن، والله واسع العطاء، مجيب الدعاء.
يستثنى من
الحديث لفظ: (حي على الصلاة، حي على الفلاح) فإنه يقول بعدها: لا حول ولا
قوة إلا بالله.
Jika kalian mendengar muazin
(mengumandangkan azan) untuk salat, maka jawablah dengan cara kalian
mengucapkan seperti ucapannya, kalimat perkalimat. Jika dia bertakbir,
maka bertakbirlah setelahnya. Ketika dia mengucapkan dua kalimah
syahadat, maka ucapkanlah keduanya setelahnya. Sesungguhnya kalian akan
mendapatkan pahala yang luput dari kalian berupa pahala azan yang
diperoleh oleh muazin. Sesungguhnya Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi
Maha Mengabulkan doa. Dikecualikan dari hadis ini lafal (Hayya
'alaṣṣalāh, Hayya 'alalfalāh), karena setelahnya diucapkan lafal
berikut: "Lā ḥaula walā quwwata illā billāh." |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3013 |
|
Hadith 93 الحديث
الأهمية: كنت مع النبي -صلى الله عليه وسلم- في
سفر، فأهويت لأنزع خفيه، فقال: دعهما؛ فإني أدخلتهما طاهرتين، فمسح عليهما
Tema: Aku pernah bersama Nabi -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- dalam sebuah perjalanan. Aku merunduk untuk melepas
sepasang khuf (sepatu kulit) beliau, maka beliau bersabda, "Biarkan
keduanya, karena aku memasukkan (kedua kakiku) ke dalam keduanya dalam
keadaan suci." Lalu beliau mengusap bagian atas kedua khuf tersebut. |
عن المغيرة بن شعبة -رضي الله عنه- قال:
((كُنت مع النبيَّ -صلَّى الله عليه وسلَّم- في سَفَر، فأهْوَيت لِأَنزِع
خُفَّيه، فقال: دَعْهُما؛ فإِنِّي أدخَلتُهُما طَاهِرَتَين، فَمَسَح
عليهما)).
Tema: Dari Mugīrah bin Syu'bah -raḍiyallāhu
'anhu- ia berkata, "Aku pernah bersama Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- dalam sebuah perjalanan. Aku merunduk untuk melepas sepasang
khuf (sepatu kulit) beliau, maka beliau bersabda, "Biarkan keduanya,
karena aku memasukkan (kedua kakiku) ke dalam keduanya dalam keadaan
suci." Lalu beliau mengusap bagian atas kedua khuf tersebut."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
كان المغيرة -رضي الله عنه- مع النبي
-صلى الله عليه وسلم- في أحد أسفاره -وهو سفره في غزوة تبوك-، فلما شرع
النبي -صلى الله عليه وسلم- في الوضوء، وغسل وجهه ويديه، ومسح رأسه، أهوى
المغيرة إلى خفي النبي -صلى الله عليه وسلم- لينزعهما؛ لغسل الرجلين، فقال
النبي -صلى الله عليه وسلم- اتركهما ولا تنزعهما، فإني أدخلت رجلي في
الخفين وأنا على طهارة، فمسح النبي -صلى الله عليه وسلم- على خفيه بدل غسل
رجليه.
وكذلك
الجوارب ونحوها تأخذ حكم الخفين.
Mugīrah -raḍiyallāhu 'anhu- pernah
menyertai Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di salah satu perjalanan
beliau -yakni perjalanan beliau dalam perang Tabuk-. Manakala Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- telah mulai berwuḍu', beliau membasuh
wajah dan kedua tangan, serta mengusap kepala beliau, Mugīrah merunduk
bermaksud meraih sepasang khuf Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- guna
melepasnya untuk membasuh kaki. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
bersabda, "Biarkan keduanya dan jangan melepasnya, sebab aku memasukkan
kedua kakiku dalam sapasang khuf ini ketika aku dalam keadaan suci."
Lantas Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengusap bagian atas kedua
khuf tersebut sebagai ganti membasuh kaki. Demikian halnya kaos kaki dan
yang sejenisnya, mengambil hukum khuf. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih, dan ini redaksi
Bukhari]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3014 |
|
Hadith 94 الحديث
الأهمية: إن بلالا يؤذن بليل، فكلوا واشربوا حتى
تسمعوا أذان ابن أم مكتوم
Tema: Sesungguhnya Bilal mengumandangkan
azan di malam hari. Karena itu, makan dan minumlah hingga kalian
mendengar azan Ibnu Ummi Maktum. |
عن عبد الله بن عمر -رضي الله عنه-
مرفوعاً: «إنَّ بِلالاً يُؤَذِّن بِلَيلٍ، فَكُلُوا واشرَبُوا حتَّى
تَسمَعُوا أَذَان ابنِ أُمِّ مَكتُوم».
Dari Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu
'anhu- secara marfū', "Sesungguhnya Bilal mengumandangkan azan di malam
hari. Karena itu, makan dan minumlah hingga kalian mendengar azan Ibnu
Ummi Maktum."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
كان للنبي -صلى الله عليه وسلم- مؤذنان:
بلال بن رباح وعبد الله بن أم مكتوم -رضي الله عنهما- وكان ضريرًا، فكان
بلال يؤذن لصلاة الفجر قبل طلوع الفجر؛ لأنها تقع وقت نوم ويحتاج الناس إلى
الاستعداد لها قبل دخول وقتها، فكان -صلى الله عليه وسلم-
يُنَبِّه أصحابه إلى أن بلالًا -رضي الله عنه- يؤذن بليل، فيأمرهم
بالأكل والشرب حتى يطلع الفجر، ويؤذن المؤذن الثاني وهو ابن أم مكتوم -رضي
الله عنه- لأنه كان يؤذن مع طلوع الفجر الثاني، وذلك لمن أراد الصيام،
فحينئذ يكف عن الطعام والشراب ويدخل وقت الصلاة، وهو خاص بها، ولا يجوز
فيما عداها أذان قبل دخول الوقت، واختلف في الأذان الأول لصلاة الصبح، هل
يكتفي به أو لابد من أذان ثان لدخول الوقت؟ وجمهور العلماء على أنه مشروع
ولا يكتفى به.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
mempunyai dua orang muazin; Bilal bin Rabbah dan Abdullah bin Ummi
Maktum yang tuna netra. Bilal biasanya mengumandangkan azan untuk salat
fajar sebelum terbit fajar karena salat fajar dilakukan pada waktu tidur
dan orang-orang perlu untuk bersiap-siap sebelum masuk waktunya. Maka
dari itu, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengingatkan para
sahabatnya bahwa Bilal -raḍiyallāhu 'anhu- mengumandangkan azan pada
malam hari, lalu beliau memerintahkan mereka untuk makan dan minum
sampai terbit fajar. Selanjutnya muazin kedua yaitu Ibnu Ummi Maktum
mengumandangkan azan pada saat terbit fajar kedua. Hal ini dilakukan
bagi orang yang hendak berpuasa. Pada saat itulah ia harus berhenti
makan dan minum serta masuk waktu salat. Azan ini khusus untuk salat
fajar. Selain salat tersebut tidak boleh ada azan sebelum masuk
waktunya. Para ulama berbeda pendapat mengenai azan awal untuk salat
Shubuh, apakah cukup dengan azan itu atau harus ada azan kedua (untuk
tanda) masuk waktu (salat)? Mayoritas ulama berpendapat bahwa azan kedua
ini disyariatkan dan tidak cukup dengan azan pertama. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3015 |
|
Hadith 95 الحديث
الأهمية: ينام الرجل النومة فتقبض الأمانة من
قلبه، فيظل أثرها مثل الوكت، ثم ينام النومة فتقبض الأمانة من قلبه، فيظل
أثرها مثل أثر المجل
Tema: Seseorang tidur sekali, lalu sifat
amanah dicabut dari hatinya hingga bekasnya tinggal seperti
bintik-bintik. Kemudian ia tidur sekali lagi lalu sifat amanah dicabut
dari hatinya hingga bekasnya menjadi seperti bekas lepuhan. |
عن حذيفة بن اليمان -رضي الله عنه- قال:
حَدَثَنا رسول الله -صلى الله عليه وسلم- حدِيثَين قَد رَأَيتُ أَحَدَهُما
وأنا أنتظر الآخر: حدثنا أنَّ الأمَانة نَزَلَت في جَذر قُلُوب الرِّجال،
ثمَّ نزل القرآن فَعَلِموا مِن القرآن، وعَلِمُوا مِن السُنَّة، ثمَّ
حدَّثنا عن رفع الأمانة، فقال: «يَنَامُ الرَّجُلُ النَّومَة فَتُقْبَضُ
الأَمَانَةُ مِنْ قَلْبِهِ، فَيَظَلُّ أَثَرُهَا مِثلَ الوَكْتِ، ثُمَّ
يَنَامُ النَّومَةَ فَتُقبَض الأَمَانَة مِن قَلْبِه، فَيَظَلُّ أَثَرُها
مِثل أَثَر المَجْلِ، كَجَمْرٍ دَحْرَجْتَهُ عَلى رِجْلِكَ فَنَفِطَ،
فَتَرَاهُ مُنْتَبِراً وَلَيس فِيه شَيء»، ثم أَخَذ حَصَاةً فَدَحْرَجَه
على رجله «فَيَصبَح النَّاس يَتَبَايَعُون، فَلاَ يَكَاد أَحَدٌ يُؤَدِّي
الأَمَانَةَ حَتَّى يُقَال: إِنَّ فِي بَنِي فُلاَن رَجُلاً أَمِيناً،
حَتَّى يُقَال للرَّجُل: مَا أَجْلَدَهُ! مَا أَظْرَفَه! مَا أَعْقَلَه!
وَمَا فِي قَلبِه مِثْقَالُ حَبَّة مِن خَرْدَل مِنْ إيمان»، ولَقَد أتى
عَلَيَّ زَمَان وما أُبَالي أَيُّكُم بَايعت: لئِن كان مُسلِمًا
لَيَرُدَنَّه عَلَيَّ دِينه، وَإِن كان نصرانيا أو يهوديا ليَرُدنَّه
عَلَيَّ سَاعِيه، وأَمَّا اليوم فَمَا كُنت أَبَايِعُ مِنكُم إِلاَّ
فُلاَنا وفُلاَناً».
Dari Ḥużaifah bin Al-Yamān
-raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- menceritakan pada kami tentang dua peristiwa yang salah satunya
aku telah saksikan terjadi dan aku sedang menanti terjadinya yang kedua.
Beliau bercerita pada kami bahwa sifat amanah turun di dasar hati
orang-orang, kemudian diturunkanlah Al-Qur`ān sehingga merekapun
memahami Al-Qur`ān dan sunnah. Kemudian beliau bercerita pada kami
tentang diangkatnya sifat amanah. Beliau menuturkan, "Seseorang tidur
sekali, lalu sifat amanah dicabut dari hatinya hingga bekasnya tinggal
seperti bintik-bintik. Kemudian ia tidur sekali lagi lalu sifat amanah
dicabut dari hatinya hingga bekasnya menjadi seperti bekas lepuhan,
laksana bara api yang engkau gelindingkan ke kakimu hingga ia melepuh,
sampai-sampai engkau melihatnya mengembung namun tak ada apa-apa di
dalamnya." Kemudian beliau mengambil kerikil dan menggelindingkannya
pada kakinya. "Maka orang-orangpun berjual beli, tapi tak seorangpun
yang nyaris menunaikan amanah, hingga dikatakan, "Di bani fulan ada
orang yang amanah". Sampai-sampai dikatakan pada orang itu, "Alangkah
sabarnya ia! Alangkah cerdiknya ia! Alangkah dewasanya ia!" Padahal
sebenarnya di hatinya tak ada seberat biji sawipun dari keimanan."
Sungguh telah datang padaku satu zaman yang aku tidak peduli siapa
diantara kalian yang aku berjual beli dengannya, jika ia seorang muslim
pasti agamanya akan mengembalikannya padaku dan jika ia seorang nasrani
atau yahudi pasti penguasanya akan mengembalikannya padaku, adapun hari
ini aku tidak melakukan jual beli dengan kalian selain dengan fulan dan
fulan."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
يوضح الحديث أنَّ الأمانة تزول عن
القلوب شيئاً فشيئا، فإذا زال أول جزء منها زال نوره وخلفه ظلمة كالوَكْت
وهو أعراض لون مخالف اللون الذي قبله، فإذا زال شيء آخر صار كالمجل وهو أثر
محكم لا يكاد يزول إلا بعد مدة، وهذه الظلمة فوق التي قبلها ثم شبَّه زوال
ذلك النور بعد وقوعه في القلب وخروجه بعد استقراره فيه واعتقاب الظلمة
إيَّاه بجمر يدحرجه على رجله حتى يؤثر فيها ثم يزول الجمر ويبقى النفط؛
وأخذه الحصاة ودحرجته إياها أراد به زيادة البيان والإيضاح.
(فيصبح الناس) بعد تلك النومة التي رفع
فيها الأمانة (يتبايعون فلا يكاد) أي: يقارب (أحد) منهم (يؤدي الأمانة)
فضلاً عن أدائها بالفعل.
(حتى يقال) لعزة هذا الوصف وشهرة ما
يتصف به.
(إن في بني فلان رجلاً أميناً) ذا
أمانة.
(حتى يقال للرجل ما أجلده) على العمل
(ما أظرفه) من الظرف (ما أعقله) أي: ما أشد يقظته وفطانته (وما في قلبه
مثقال حبة من خردل من إيمان) فضلاً عن الأمانة التي هي من شعبه.
(ولقد أتى عليّ زمان وما أبالي أيكم
بايعت) أي: لا أبالي بالذي بايعته لعلمي بأن الأمانة لم ترتفع وأن في الناس
وفاء بالعهد، فكنت أقدم على مبايعة من لقيت غير باحث عن حاله وثوقاً بالناس
وأمانتهم.
(وأما اليوم) فقد ذهبت الأمانة إلا
القليل فلذا قال:
(فما كنت أبايع منكم إلا فلاناً
وفلاناً) يعني أفراداً أعرفهم وأثق بهم.
Hadis ini menjelaskan bahwa sifat
amanah lenyap dari hati manusia sedikit demi sedikit. Apabila bagian
pertamanya hilang, sirnalah cahayanya dan diganti kegelapan seperti
bintik-bintik, yakni berbentuk warna yang berbeda dengan warna asalnya.
Bila bagian lainnya hilang, bekasnya menjadi seperti melepuh, yakni
bekas yang kuat dan hampir tidak hilang kecuali setelah beberapa waktu.
Kegelapan ini lebih pekat dibanding sebelumnya. Kemudian beliau
menyerupakan hilangnya cahaya sifat amanah tersebut -setelah berada di
hati dan keluarnya darinya setelah tertanam di dalamnya dan digantikan
dengan kegelapan- seperti bara api yang digelindingkan pada kaki hingga
melepuhkannya, kemudian bara itu hilang sementara lepuhan masih ada.
Perbuatan beliau mengambil kerikil dan menggelindingkannya dimaksudkan
untuk lebih memperjelas permisalan yang beliau sabdakan. “Maka
orang-orangpun” -setelah bangun dari tidur yang di dalamnya sifat amanah
itu dicabut- “berjual beli, tapi tak seorangpun” dari mereka “yang
nyaris” yakni hampir “menunaikan amanah”, apalagi bila benar-benar
menunaikannya. “Sampai-sampai dikatakan” karena langkanya sifat ini dan
populernya orang yang menyandangnya, "Di bani fulan ada orang yang
amanah" yakni, memiliki sifat amanah. “Hingga dikatakan pada orang itu,
"Alangkah sabarnya ia” dalam beramal, “mā aẓrafahu” (Alangkah cerdiknya
ia!), berasal dari kata aẓ-ẓarf (kecerdikan). “Alangkah dewasanya ia!"
Yakni, alangkah kuat kesadaran dan kecerdikannya. “Padahal sebenarnya di
hatinya tak ada seberat biji sawipun dari keimanan." Apalagi sifat
amanah yang merupakan cabang dari keimanan, tentu tidak ada. “Sungguh
telah datang padaku satu zaman yang aku tidak peduli siapa di antara
kalian yang aku berjual beli dengannya.” Yakni, aku tidak peduli dengan
orang yang aku ajak jual beli karena aku tahu amanah belum terangkat dan
manusia masih menunaikan janji. Sehingga aku memilih berjual beli dengan
orang yang aku temui tanpa meneliti sisi amanahnya karena aku masih
percaya pada manusia dan sifat amanah mereka. “Adapun hari ini” maka
sifat amanah telah hilang kecuali hanya sedikit. Karenanya ia
mengatakan, “aku tidak melakukan jual beli dengan kalian kecuali dengan
fulan dan fulan." Yakni, beberapa person yang aku kenal dan aku
mempercayai mereka. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3016 |
|
Hadith 96 الحديث
الأهمية: إذا أحب الرجل أخاه فليخبره أنه يحبه
Tema: Jika seseorang mencintai saudaranya,
hendaknya ia beritahukan kepadanya bahwa dia mencintainya. |
عن أبي كريمة المقداد بن معد يكرب -رضي
الله عنه- عن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: «إِذَا أَحَبَّ الرَّجُلُ
أَخَاهُ، فَلْيُخْبِرْهُ أَنَّهُ يُحِبُّهُ».
Abu Karīmah Al-Miqdād bin Ma'dikarib
-raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam-, bahwa beliau bersabda, "Jika seseorang mencintai saudaranya,
hendaknya ia beritahukan kepadanya bahwa dia mencintainya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
دعت أحاديث كثيرة إلى التحابب في الله
-تعالى-، وأخبرت عن ثوابه، وهذا الحديث يشير إلى معنى مهم يُحْدِث الأثر
الأكبر في علاقة المؤمنين بعضهم ببعض، كما
ينشر المحبة، وهو أن يخبر أخاه أنه يحبه، وهذا يفيد المحافظة على
البناء الاجتماعي من عوامل التفكك والانحلال؛ وهذا من خلال إشاعة المحبة
بين أفراد المجتمع الإسلامي، وتقوية الرابطة الاجتماعية بالأخوة الإسلامية،
وهذا كله يتحقق بفعل أسباب المحبة كتبادل الإخبار بالمحبة بين المتحابين في
الله -تعالى-.
Banyak sekali hadis yang menyeru untuk
saling mencintai karena Allah -Ta'ālā- dan mengabarkan tentang
pahalanya. Hadis ini menunjukkan makna penting yang dapat menimbulkan
dampak signifikan dalam hubungan orang-orang mukmin satu dengan yang
lainnya, juga bisa menebarkan rasa cinta, yaitu dengan cara seseorang
memberitahu saudaranya bahwa ia mencintainya. Ini berguna untuk
memelihara bangunan sosial dari perpecahan dan kehancuran. Hal ini dapat
dilakukan dengan menebarkan rasa cinta dan kasih sayang di antara
individu masyarakat Islam dan memperkuat ikatan sosial dalam bingkai
ukhuwah islamiah. Semua ini dapat terwujud dengan menerapkan sebab-sebab
kecintaan seperti saling memberitahukan adanya rasa cinta dan kasih
sayang di antara orang-orang yang saling mencintai karena Allah
-Ta'ālā-. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Tirmiżi -
Diriwayatkan oleh Nasā`i - Diriwayatkan oleh Abu Daud - Diriwayatkan
oleh Ahmad]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3017 |
|
Hadith 97 الحديث
الأهمية: كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم-
يعجبه التيمن في تنعله، وترجله، وطهوره، وفي شأنه كله
Tema: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- senang memulai dengan kanan dalam mengenakan sandal, menyisir
(rambut), bersuci dan dalam segala urusannya. |
عن عائشة -رضي الله عنها- قالت: «كان
رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يعجبه التيمُّن في تَنَعُّلِّه, وترجُّلِه,
وطُهُورِه, وفي شَأنه كُلِّه».
Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhu- ia
berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- senang memulai
dengan kanan dalam mengenakan sandal, menyisir (rambut), bersuci dan
dalam segala urusannya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
تخبرنا عائشة -رضي الله عنها- عن عادة
النبي -صلى الله عليه وسلم- المحببة إليه، وهى تقديم الأيمن في لبس نعله،
ومشط شعره، وتسريحه، وتطهره من الأحداث، وفى جميع أموره التي من نوع ما ذكر
كلبس القميص والسراويل، والنوم، والأكل والشرب ونحو ذلك.
كل هذا من
باب التفاؤل الحسن وتشريف اليمين على اليسار.
وأما
الأشياء المستقذرة فالأحسن أن تقدم فيها اليسار؛ ولهذا نهى النبي -صلى الله
عليه وسلم- عن الاستنجاء باليمين، ونهى عن مس الذكر باليمين، لأنها
للطيبات، واليسار لما سوى ذلك.
Aisyah -raḍiyallāhu 'anha- mengabarkan
tentang kebiasaan yang disukai Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,
yaitu mendahulukan yang kanan dalam memakai sandalnya, menyisir rambut
dan merapikannya, bersuci dari hadas, serta dalam segala urusannya yang
semisal dengan yang disebutkan, seperti mengenakan pakaian dan celana,
tidur, makan, minum dan sebagainya. Semua ini dalam rangka optimisme
yang baik dan memuliakan organ tubuh yang kanan daripada yang kiri.
Adapun hal-hal yang kotor, sebaiknya dilakukan oleh anggota tubuh bagian
kiri. Karena itulah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang istinja
dengan menggunakan tangan kanan dan melarang menyentuh zakar dengan
tangan kanan. Sebab, tangan kanan untuk yang baik-baik dan tangan kiri
untuk selain itu. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3018 |
|
Hadith 98 الحديث
الأهمية: كانت يد رسول الله -صلى الله عليه وسلم-
اليمنى لطهوره وطعامه، وكانت اليسرى لخلائه وما كان من أذى
Tema: Tangan kanan Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- digunakan untuk bersuci dan makan, sedangkan tangan
kiri digunakan untuk buang air dan hal-hal yang kotor. |
عن عائشة -رضي الله عنها- قالت: "كَانَت
يَدُ رسُولِ الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- اليُمنَى لِطُهُورِهِ
وطَعَامِهِ، وكَانَت اليُسْرَى لِخَلاَئِهِ، ومَا كَانَ مِنْ أَذَى".
عن حفصة
-رضي الله عنها- "أَنَّ رَسُولَ الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- كَانَ
يَجْعَلُ يَمِينَهُ لِطَعَامِهِ وَشَرَابِهِ وَثِيَابِهِ، وَيَجْعَلُ
يَسَارَهُ لِمَا سِوَى ذَلِك".
Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- ia
menuturkan, "Tangan kanan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
digunakan untuk bersuci dan makan, sedangkan tangan kiri digunakan untuk
buang air dan hal-hal yang kotor." Dari Ḥafṣah -raḍiyallāhu 'anhā- bahwa
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa menggunakan tangan kanan
beliau untuk makan, minum dan memakai baju, dan menggunakan tangan kiri
untuk yang selain itu."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
بيَّنت عائشة -رضي الله عنها-، ما كان
النبي -صلى الله عليه وسلم- يستعمل فيه اليمين، وما كان يستعمل فيه اليسار،
فذكرت أن الذي يستعمل فيه اليسار ما كان فيه أذى؛ كالاستنجاء، والاستجمار،
والاستنشاق، والاستنثار، وما أشبه ذلك، كل ما فيه أذى فإنه تقدم فيه
اليسرى، وما سوى ذلك؛ فإنه تقدم فيه اليمنى؛ تكريمًا لها؛ لأن الأيمن أفضل
من الأيسر.
وهذ
الحديث داخل في استحباب تقديم اليمنى فيما من شأنه التكريم فقولها -رضي
الله عنها-.
قولها:
"لطهوره": يعني إذا تطهر يبدأ باليمين، فيبدأ بغسل اليد اليمنى قبل اليسرى،
وبغسل الرجل اليمنى قبل اليسرى، وأما الأذنان فإنهما عضوٌ واحدٌ، وهما
داخلان في الرأس، فيمسح بهما جميعًا إلا إذا كان لا يستطيع أن يمسح إلا بيد
واحدة، فهنا يبدأ بالأذن اليمنى للضرورة.
قولها:
"وطَعَامِهِ": أي تناوله الطعام.
"وكانت يده اليسرى لخلائه": أي لما فيه
من استنجاء وتناول أحجار وإزالة أقذار.
"وما كان من أذى" كتنحية بصاق ومخاط
وقمل ونحوها.
وحديث
حفصة مؤكد لما سبق من حديث عائشة، الذي جاء في بيان استحباب البداءة
باليمين فيما طريقه التكريم، وتقديم اليسار فيما طريقه الأذى والقذر؛
كالاستنجاء والاستجمار وما أشبه ذلك.
Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā- menjelaskan
pekerjaan apa saja yang dilakukan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- dengan tangan kanan dan apa saja beliau yang beliau lakukan
dengan tangan kiri. Ia menyebutkan bahwa urusan yang biasanya beliau
lakukan dengan tangan kiri adalah perkara yang bersentuhan dengan
kotoran, seperti istinja (menghilangkan najis dengan air), istijmār
(menghilangkan najis dengan batu), istinsyāq (memasukkan air ke dalam
hidung), istinṡār (mengeluarkan air setelah istinsyāq) dan semacamnya.
Segala yang berhubungan dengan kotoran diutamakan menggunakan tangan
kiri, sedang yang selain itu maka diutamakan menggunakan tangan kanan,
karena memuliakan tangan kanan. Sebab kanan itu lebih utama daripada
kiri. Hadis ini membahas disunahkannya mendahulukan yang kanan dalam
perkara yang layak dimuliakan. Perkataan Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-,
"untuk bersuci ", maksudnya, apabila beliau bersuci mengawali dengan
bagian kanan, yakni membasuh tangan kanan dulu sebelum tangan kiri, kaki
kanan dulu sebelum kaki kiri. Sedangkan sepasang telinga dianggap satu
organ yang termasuk bagian kepala sehingga diusap bersama-sama, kecuali
jika hanya mampu mengusap dengan satu tangan, maka dalam kondisi ini
memulai mengusap telinga kanan dahulu karena terpaksa. Perkataannya,
"dan makan", maksudnya, makan beliau. "Sedangkan tangan kiri beliau
digunakan untuk buang air", karena di sini dilakukan istinja, mengambil
batu untuk istijmār dan menghilangkan kotoran. "dan hal-hal yang kotor",
seperti menyingkirkan ludah dan ingus. Termasuk juga menyingkirkan kutu.
Hadis Ḥafṣah di atas menguatkan hadis Aisyah yang menjelaskan
disunahkannya memulai dengan kanan dalam perkara yang layak dimuliakan,
dan mendahulukan kiri dalam perkara yang berkaitan dengan kotoran
seperti istinja, istijmār dan semacamnya. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Abu Daud -
Diriwayatkan oleh Ahmad]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3019 |
|
Hadith 99 الحديث
الأهمية: لما قدم رسول الله -صلى الله عليه وسلم-
وأصحابه مكة قال المشركون: إنه يقدم عليكم قوم وهنتهم حمى يثرب، فأمرهم أن
يرملوا الأشواط الثلاثة، وأن يمشوا ما بين الركنين
Tema: Ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi
wa sallam- dan para sahabat beliau tiba di Makkah, orang-orang musyrik
mengatakan, "Sesungguhnya datang pada kalian satu kaum yang telah dibuat
lemah oleh penyakit demam negeri Yaṡrib." Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi
wa sallam- menyuruh mereka berlari-lari kecil di tiga putaran pertama
(tawaf) dan berjalan di antara dua rukun. |
عن عبد الله بن عباس -رضي الله عنهما-
قال: «لَمَّا قَدِم رسُول الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- وأصحابه مكة،
فقَال المُشرِكُون: إِنَّه يَقدَمُ عَلَيكُم قَومٌ وَهَنَتهُم حُمَّى
يَثرِب، فَأَمَرَهُم النَّبيُّ -صلَّى الله عليه وسلَّم- أن يَرمُلُوا
الأَشوَاطَ الثلاَثَة، وأن يَمشُوا ما بَين الرُّكنَين، ولم يَمنَعهُم أَن
يَرمُلُوا الأَشوَاطَ كُلَّها: إلاَّ الإِبقَاءُ عَليهِم».
Dari Abdullah bin Abbas -raḍiyallāhu
'anhumā- menuturkan, "Ketika Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
dan para sahabat beliau tiba di Makkah, orang-orang musyrik mengatakan,
'Sesungguhnya datang pada kalian satu kaum yang telah dibuat lemah oleh
penyakit demam negeri Yaṡrib.' Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
menyuruh mereka berlari-lari kecil di tiga putaran pertama (tawaf) dan
berjalan di antara dua rukun. Tidak ada yang menghalangi mereka
berlari-lari kecil di semua putaran (tawaf) kecuali demi menghemat
kekuatan mereka."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
جاء النبي -صلى الله عليه وسلم- سنة ست
من الهجرة إلى مكة معتمرًا، ومعه كثير من أصحابه، فخرج لقتاله وصده عن
البيت كفار قريش، فحصل بينهم صلح، من مواده أن النبي -صلى الله عليه وسلم-
وأصحابه يرجعون في ذلك العام، ويأتون في العام القابل معتمرين، ويقيمون في
مكة ثلاثة أيام، فجاءوا في السنة السابعة لعمرة القضاء. فقال المشركون،
بعضهم لبعض -تشفيا وشماتة-: إنه سيقدم عليكم قوم قد وهنتهم وأضعفتهم حمى
يثرب.
فلما بلغ
النبي -صلى الله عليه وسلم- قولهم، أراد أن يرد قولهم ويغيظهم، فأمر أصحابه
أن يسرعوا إلا فيما بين الركن اليماني والركن الذي فيه الحجر الأسود
فيمشوا، رفقًا بهم وشفقة عليهم، حين يكونوا بين الركنين لا يراهم المشركون،
الذين تسلقوا جبل "قعيقعان" لينظروا إلى المسلمين وهم يطوفون فغاظهم ذلك
حتى قالوا: إن هم إلا كالغزلان، فكان هذا الرمل سنة متبعة في طواف القادم
إلى مكة، تذكرا لواقع سلفنا الماضين، وتأسيًا بهم في مواقفهم الحميدة،
ومصابرتهم الشديدة، وما قاموا به من جليل الأعمال، لنصرة الدين، وإعلاء
كلمة الله، رزقنا الله اتباعهم واقتفاء أثرهم.
والمشي
بين الركنين وترك الرمل منسوخ؛ لنه في حجة الوداع رمل من الحجر إلى الحجر،
روى مسلم عن جابر وابن عمر -رضي الله عنهم- «أن رسول الله -صلى الله عليه
وسلم- رمل من الحجر إلى الحجر ثلاثًا، ومشى أربعًا».
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
datang ke Makkah pada tahun 6 H untuk menunaikan umrah. Beliau ditemani
banyak sahabat. Namun kaum kafir Quraisy keluar untuk memerangi dan
menghadang beliau agar tidak sampai ke Baitullah. Maka terjadilah
perjanjian damai di antara mereka, yang di antara butirnya berbunyi
bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan para sahabat beliau
kembali ke Madinah tahun ini dan datang lagi ke Mekkah tahun berikutnya
untuk menunaikan umrah, serta tinggal di Mekkah selama tiga hari. Maka
pada tahun ke 7 H, kaum Muslimin datang untuk menunaikan umrah qaḍā`
(ganti). Orang-orang musyrik pun saling bicara di antara mereka -dengan
maksud mengejek dan menghina-, "Sesungguhnya akan datang pada kalian
satu kaum yang telah dibuat lelah dan lemah oleh penyakit demam Yaṡrib."
Ketika ucapan mereka ini sampai pada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam-, beliau ingin membalas ucapan mereka ini sekaligus membuat
mereka dongkol. Beliau memerintahkan para sahabat berjalan cepat
(lari-lari kecil), kecuali di antara Rukun Yamani dan Rukun tempat Hajar
Aswad, mereka dibolehkan berjalan biasa karena kasihan pada mereka. Saat
mereka berada di antara dua rukun ini, orang-orang musyrik tidak bisa
melihat mereka, karena orang-orang musyrik telah naik ke bukit
Qu'aiqu'ān untuk menyaksikan kaum muslimin yang sedang tawaf. Melihat
hal tersebut mereka marah, hingga mereka mengatakan, "Mereka ini tak
lain kecuali seperti rusa-rusa." Lari-lari kecil ini menjadi sunah yang
dianjurkan untuk dilakukan sampai saat ini ketika tawaf qudum (tawaf
ketika sampai di Mekkah), untuk mengenang peristiwa yang dialami
generasi pendahulu kita, meneladani mereka dalam sikap-sikap terpuji,
ketabahan mereka yang luar biasa dan jasa-jasa agung yang mereka berikan
untuk membela agama dan meninggikan kalimat Allah. Semoga Allah
membimbing kita untuk mengikuti dan menyusuri jejak mereka. Berjalan di
antara dua rukun (pojok) dan lari-lari kecil dinasakhkan, karena ketika
haji Wada' beliau berlari-lari kecil mulai dari Hajar Aswad sampai ke
Hajar Aswad lagi. Muslim meriwayatkan dari Jabir dan Ibnu Umar
--raḍiyallāhu 'anhum- "bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- berlari-lari kecil dari Hajar Aswad sampai ke Hajar Aswad lagi
sebanyak tiga kali (putaran) dan berjalan empat (kali putaran). |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3020 |
|
Hadith 100 الحديث
الأهمية: يا رسول الله، أيرقد أحدنا وهو جنب؟
قال: نعم، إذا توضأ أحدكم فليرقد
Tema: Wahai Rasulullah! Bolehkah salah
seorang dari kami tidur sedangkan dia dalam keadaan junub?" Beliau
menjawab, "Ya, boleh, jika dia sudah berwudu, silakan tidur." |
عن عبد الله بنِ عمر -رضي الله عنهما-
أن عمرَ بْن الخطاب -رضي الله عنه- قال: ((يا رسول الله، أّيَرقُدُ
أَحَدُنا وهو جُنُب؟ قال: نعم، إِذَا تَوَضَّأ أَحَدُكُم فَليَرقُد)).
Tema: Dari Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu
'anhumā- bahwa Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Wahai
Rasulullah, bolehkah salah seorang dari kami tidur sedangkan dia dalam
keadaan junub?" Beliau menjawab, "Ya, boleh, jika dia sudah berwudu,
silakan tidur."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
سأل عمر بن الخطاب -رضي الله عنه- النبي
-صلى الله عليه وسلم-: إن أصابت أحدهم الجنابة من أول الليل، بأن جامع
امرأته ولو لم ينزل أو احتلم، فهل يرقد أي ينام وهو جنب؟ فأذن لهم -صلى
الله عليه وسلم- بذلك، على أن
يخفف هذا الحدث الأكبر بالوضوء الشرعي؛ وحينئذ لا بأس من النوم مع الجنابة.
Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu
'anhu- bertanya kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, jika ada
salah seorang dari mereka (sahabat) mengalami junub di awal malam karena
menggauli istrinya meskipun tidak sampai keluar (mani) atau dia mimpi
basah, maka bolehkah dia tidur padahal dalam keadaan junub? Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- membolehkan mereka hal itu. Hanya saja
hadas besar ini harus diringankan dengan wudu sesuai syariat. Ketika
sudah berwudu, maka tidak mengapa tidur dalam keadaan junub. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3021 |
|
Hadith 101 الحديث
الأهمية: أنَّ رسول الله -صلَّى الله عليه
وسلَّم- دخل مكة من كداء، من الثنية العليا التي بالبطحاء، وخرج من الثنية
السفلى
Tema: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- memasuki Makkah dari Kadā', melalui jalan bukit atas yang berada
di Baṭhā' dan keluar dari jalan bukit bawah. |
عن عبد الله بن عمر -رضي الله عنهما-
«أنَّ رسُول الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- دَخَل مكَّة مِن كَدَاٍء، مِن
الثَنِيَّة العُليَا التِّي بالبَطحَاءِ، وخرج من الثَنِيَّة السُفلَى».
Dari Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu
'anhumā-, "Bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memasuki
Makkah dari Kadā', melalui jalan bukit atas yang berada di Baṭhā' dan
keluar dari jalan bukit bawah."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
حجَّ النبي -صلى الله عليه وسلم- حجة
الوداع، فبات ليلة دخوله بـ"ذي طوى" لأربع خلون من ذي الحجة، وفي الصباح
دخل مكة من الثنية العليا؛ لأنه أسهل لدخوله؛ لأنه أتى من المدينة، فلما
فرغ من مناسكه خرج من مكة إلى المدينة من أسفل مكة، وهي الطريق التي تأتي
على "جرول"، ولعل في مخالفة الطريقين تكثيرا لمواضع العبادة، كما فعل -صلى
الله عليه وسلم- في الذهاب
إلى عرفة والإياب منها، ولصلاة العيد والنفل، في غير موضع الصلاة المكتوبة؛
لتشهد الأرض على عمله عليها يوم تحدث أخبارها، أو لكون مدخله ومخرجه
مناسبين لمن جاء من المدينة، وذهب إليها. والله أعلم.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
melaksanakan Haji Wadak. Di malam kedatangan, beliau bermalam di Żi Ṭuwa
tanggal 4 Zulhijah. Pada pagi harinya, beliau memasuki Makkah melalui
jalur bukit atas karena lebih mudah untuk masuk mengingat beliau datang
dari Madinah. Manakala telah selesai menjalankan manasik haji, beliau
keluar dari Makkah menuju Madinah melalui wilayah bawah Makkah. Yakni,
jalan yang menuju ke distrik Jarwal. Barangkali tujuan menempuh dua
jalan berbeda ini guna memperbanyak tempat-tempat ibadah, sebagaimana
dilakukan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika berangkat dan balik
dari Arafah, salat 'Īd, dan salat sunah yang dilaksanakan di selain
tempat salat wajib. Agar bumi memberi kesaksian pada amal beliau di
atasnya ketika bumi menceritakan berita-beritanya. Atau karena jalan
masuk dan jalan keluar beliau tersebut cocok untuk orang yang datang
dari dan pergi ke Madinah. Wallāhu a'lam. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3022 |
|
Hadith 102 الحديث
الأهمية: رَقِيت يومًا على بيت حفصة، فرأيت النبي
-صلى الله عليه وسلم- يقضي حاجته مستقبل الشام، مستدبر الكعبة
Tema: Suatu hari aku naik ke rumah Hafṣah,
lalu aku melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- buang air besar
dengan menghadap ke arah Syam dan membelakangi Ka'bah. |
عن عبد الله بن عمر -رضي الله عنهما-
قال: ((رَقيت يومًا على بيت حفصة، فرَأَيتُ النبيَّ -صلَّى الله عليه
وسلَّم-يَقضِي حاجته مُسْتَقبِل الشام، مُسْتَدبِر الكعبة)).
وفي
رواية: ((مُسْتَقبِلا بَيتَ المَقدِس)) .
Tema: Dari Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu
'anhumā- ia berkata, "Suatu hari aku naik ke rumah Hafṣah, lalu aku
melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- buang air besar dengan
menghadap ke arah Syam dan membelakangi Ka'bah." Dalam riwayat lain
disebutkan, "Menghadap Baitul Maqdis."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
ذكر ابن عمر -رضي الله عنهما-: أنه جاء
يوماً إلى بيت أخته حفصة، زوج النبي -صلى الله عليه وسلم-، فصعد فوق بيتها،
فرأى النبي -صلى الله عليه وسلم-، يقضى حاجته وهو متَجه نحو الشام، ومستدبر
القبلة.
وكان ابن
عمر -رضي الله عنه- قال ذلك ردًّا على من قالوا: إنه لا يستقبل بيت المقدس
حال قضاء الحاجة، ومن ثمَّ أتى المؤلف بالرواية الثانية: مستقبلا بيت
المقدس.
فإذا
استقبل الإنسان القبلة داخل البنيان فلا حرج.
Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-
menyebutkan bahwa suatu hari dia datang ke rumah saudarinya, Hafṣah,
istri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu dia naik ke atas
rumahnya. Tiba-tiba dia melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
sedang buang air besar dengan menghadap ke arah Syam dan membelakangi
kiblat. Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhu- mengatakan hal itu untuk
menyangkal orang yang mengatakan, "Sesungguhnya beliau tidak menghadap
ke Baitul Maqdis saat buang air besar." Oleh sebab itu, penulis
menuturkan riwayat kedua bahwa beliau menghadap ke Baitul Maqdis. Jadi,
jika seseorang menghadap kiblat di dalam bangunan (ketika buang hajat)
maka tidak masalah. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3023 |
|
Hadith 103 الحديث
الأهمية: أنه جاء إلى الحجر الأسود، فقبَّله،
وقال: إني لأعلم أنك حجر، لا تضر ولا تنفع، ولولا أني رأيت النبي -صلى الله
عليه وسلم- يقبلك ما قبلتك
Tema: Umar bin Al-Khaṭṭāb mendatangi Hajar
Aswad lalu menciumnya seraya berkata, "Sesungguhnya aku tahu bahwa
engkau hanyalah batu yang tidak mendatangkan bahaya dan manfaat.
Seandainya aku tidak melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
menciummu, aku pun tak akan menciummu." |
عن عمر بن الخطاب -رضي الله عنه- «أنَّه
جَاء إِلى الحَجَر الأَسوَدِ، فَقَبَّلَه، وقال: إِنِّي لَأَعلَم أَنَّك
حَجَرٌ، لا تَضُرُّ ولا تَنفَعُ، ولَولاَ أَنِّي رَأَيتُ النبيَّ -صلَّى
الله عليه وسلَّم- يُقَبِّلُك مَا قَبَّلتُك».
Dari Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu
'anhu- bahwasannya dia mendatangi Hajar Aswad lalu menciumnya seraya
berkata, "Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau hanyalah batu yang tidak
mendatangkan bahaya dan manfaat. Seandainya aku tidak melihat Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menciummu, aku pun tak akan menciummu."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
الأمكنة والأزمنة وغيرها من الأشياء، لا
تكون مقدسة معظمة تعظيم عبادةٍ لذاتها، وإنَّما يكون لها ذلك بشرع؛ ولهذا
جاء عمر بن الخطاب -رضي الله عنه- إلى الحجر الأسود وقبله بين الحجيج،
الذين هم حديثو عهد بعبادة الأصنام وتعظيمها، وبين أنَّه ما قبل هذا الحجر
وعظمه من تلقاء نفسه، أو لأن الحجر يحصل منه نفع أو مضرة؛ وإنما هي عبادة
تلقَّاها من المشرِّع -صلى الله عليه وسلم-
فقد رآه يقبله فقبله؛ تأسيا واتباعا، لا رأيا وابتداعا.
Tempat, waktu dan hal lainnya tidak
dikultuskan dan diagungkan seperti mengagungkan ibadah itu sendiri,
tetapi itu terjadi dengan adanya syariat. Karena itulah, Umar bin
Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- mendatangi Hajar Aswad dan menciumnya di
antara para haji yang kala itu masih baru saja lepas dari (masa)
penyembahan berhala dan pengagungannya. Ia menjelaskan bahwa dirinya
mencium dan mengagungkan batu itu bukan kemauan dirinya atau karena batu
itu mendatangkan manfaat atau bahaya, tetapi itu merupakan ibadah yang
didapatkannya dari pembuat syariat -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Dia
pernah melihat beliau menciumnya, maka ia pun menciumnya atas dasar
meniru dan mengikuti, bukan atas dasar pendapat dan bidah. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3024 |
|
Hadith 104 الحديث
الأهمية: طاف النبي في حجة الوداع على بعير،
يستلم الركن بمحجن
Tema: Nabi pernah melakukan tawaf di atas
unta pada saat haji wada. Beliau menyentuh rukun (pilar Ka'bah) dengan
tongkat. |
عن عبد الله بن عباس -رضي الله عنهما-
قال: «طَافَ النبيُّ -صلَّى الله عليه وسلَّم- فِي حَجَّةِ الوَدَاعِ على
بَعِير، يَستَلِم الرُّكنَ بِمِحجَن».
Dari Abdullah bin Abbas -raḍiyallāhu
'anhumā- ia berkata, "Nabi pernah melakukan tawaf di atas unta pada saat
haji wada. Beliau menyentuh rukun (pilar Ka'bah) dengan tongkat."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
طاف النبي -صلى الله عليه وسلم- في حجة
الوداع، وقد تكاثر عليه الناس: منهم من يريد النظر إلى صفة طوافه، ومنهم من
يريد النظر إلى شخصه الكريم؛ فازدحموا عليه، ومن كمال رأفته بأمته ومساواته
بينهم: أن ركب على بعير، فأخذ يطوف عليه؛ ليتساوى الناس في رؤيته، وكان معه
عصا محنية الرأس، فكان يستلم بها الركن، ويقبل العصا كما جاء في رواية مسلم
لهذا الحديث.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
pernah melakukan Tawaf pada saat haji wada. Saat itu orang-orang sudah
berkerumun; di antara mereka ada yang ingin melihat cara Tawaf beliau
dan ada juga yang ingin memandang kepribadiannya yang mulia, sehingga
mereka pun berdesak-desakkan. Di antara kasih sayang beliau kepada
umatnya dan sikap persamaan di antara mereka, maka beliau menunggangi
unta lalu Tawaf di atasnya agar orang-orang bisa melihatnya secara
sama-sama. Beliau membawa tongkat yang ujungnya bengkok lalu menyentuh
rukun (Hajar Aswad) dengannya dan mencium tongkat itu sebagaimana
disebutkan dalam hadis riwayat Muslim. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3025 |
|
Hadith 105 الحديث
الأهمية: لم أر النبي -صلى الله عليه وسلم- يستلم
من البيت إلا الركنين اليمانيين
Tema: Aku tidak pernah melihat Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyentuh bagian dari Baitullah (Ka'bah)
selain dua rukun Yamani (Hajar Aswad dan rukun Yamani). |
عن عبد الله بن عمر -رضي الله عنهما-
قال: «لَمْ أَرَ النبِيَّ -صلَّى الله عليه وسلَّم يَستَلمُ- منَ البيتِ
إِلا الرُّكنَينِ اليَمَانِيَينِ».
Dari Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu
'anhumā- ia berkata, "Aku tidak pernah melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi
wa sallam- menyentuh bagian dari Baitullah (Ka'bah) selain dua rukun
Yamani (Hajar Aswad dan rukun Yamani)."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
لم يكن النبي -صلى الله عليه وسلم-
يستلم من الأركان الأربعة للكعبة إلا الركن الأسود والركن اليماني، فللبيت
أربعة أركان، فللركن الشرقي منها فضيلتان:
1. كونه على قواعد إبراهيم.
2. وكون الحجر الأسود فيه. والركن
اليماني له فضيلة واحدة، وهو كونه على قواعد إبراهيم.
وليس
للشامي والعراقي شيء من هذا، فإن تأسيسهما خارج عن أساس إبراهيم حيث أخرج
الحجر من الكعبة من جهتهما؛ ولهذا فإنه يشرع استلام الحجر الأسود وتقبيله،
ويشرع استلام الركن اليماني بلا تقبيل، ولا يشرع في حق الركنين الباقيين
استلام ولا تقبيل، والشرع مبناه على الاتباع، لا على الإحداث والابتداع،
ولله في شرعه حكم وأسرار.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
tidak pernah menyentuh keempat pilar (Ka'bah) selain rukun Aswad (Hajar
Aswad) dan rukun Yamani. Baitullah memiliki empat pilar. Pilar (rukun)
timur memiliki dua keutamaan: 1- Pilar tersebut di atas pondasi-pondasi
(yang dibangun oleh) Ibrahim. 2- Hajar Aswad berada di pilar itu.
Sedangkan rukun Yamani hanya memiliki satu keutamaan, yaitu dibangun di
atas pondasi-pondasi Ibrahim. Sedangkan rukun Syam dan Irak tidak
memiliki keutamaan itu, karena pembangunannya lebih ke dalam dari
pondasi Ibrahim di mana beliau pernah mengeluarkan hajar Aswad dari
Ka'bah ke arah dua pilar itu. Karena itulah disyariatkan untuk menyentuh
Hajar Aswad dan menciumnya, dan disyariatkan untuk menyentuh rukun
Yamani tanpa menciumnya. Hanya saja hal itu tidak disyariatkan terhadap
dua rukun (pilar) lainnya; menyentuh ataupun mencium. Syariat itu
dibangun di atas sikap mengikuti bukan di atas penciptaan sesuatu yang
baru dan bidah. Allah memiliki hikmah dan rahasia dalam syariat-Nya. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3026 |
|
Hadith 106 الحديث
الأهمية: إني أحبك في الله، فقال: أحبك الذي
أحببتني له
Tema: "Sesungguhnya aku mencintaimu karena
Allah." Orang itu menjawab, "Semoga Allah mencintaimu, Zat yang
menjadikanmu mencintai aku karena-Nya." |
عن أنس بن مالك -رضي الله عنه- أنَّ
رَجُلاً كَانَ عِند النَبِيَّ -صلى الله عليه وسلم- فَمَرَّ رَجُلٌ بِهِ،
فقال: يا رسول الله، أنِّي لَأُحِبُّ هَذَا، فَقَال لَهُ النَبِيُّ -صلى
الله عليه وسلم-: «أَأَعْلَمْتَهُ؟» قال: لا. قال: «أَعْلِمْهُ»،
فَلَحِقَهُ، فقال: إِنِّي أُحِبُّك فِي الله، فقال: أّحَبَّك الَّذِي
أَحْبَبْتَنِي لَهُ.
Dari Anas bin Malik -raḍiyallāhu
'anhu- bahwa ada seorang lelaki yang sedang berada di sisi Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Tiba-tiba ada orang yang melintasinya.
Orang (yang berada di sisi beliau) berkata, "Wahai Rasulullah,
sesungguhnya aku mencintai orang ini." Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- bertanya kepadanya, "Apakah engkau sudah memberitahukan padanya
tentang itu?" Orang itu menjawab, "Belum." Beliau bersabda, "Beritahukan
kepadanya!" Lantas orang itu menemuinya lalu berkata, "Sesungguhnya aku
mencintaimu karena Allah." Orang itu menjawab, "Semoga Allah
mencintaimu, Zat yang menjadikanmu mencintai aku karena-Nya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
جاء هذا الحديث النبوي الشريف تطبيقا
لأمره -صلى الله عليه وسلم- بأن يُعلِم الإنسان أخاه إذا أحبَّه، لَمَّا
قال له رجلٌ جالسٌ عنده: إنِّي أحب هذا الرجل. يقصد رجلًا آخر مرَّ بهما،
فقال له -صلى الله عليه وسلم-: " أأعلمته" فدل هذا على أنه من السنَّة إذا
أحبَّ المسلم شخصا أن يقول له: إني أحبك، وذلك لما في هذه الكلمة من إلقاء
المحبة في قلبه؛ لأنَّ الإنسان إذا علم من أخيه أنَّه يحبه أحبَّه، مع أن
القلوب لها تعارف وتآلف وإن لم تنطق الألسن.
وكما قال
النبي -عليه الصلاة والسلام-: "الأرواح جنود مجندة ما تعارف منها ائتلف،
وما تناكر منها اختلف" لكن إذا قال الإنسان بلسانه، فإن هذا يزيده محبة في
القلب فيقول: إني أحبك في الله.
Hadis nabawi yang mulia ini
dikemukakan sebagai penerapan dari perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- bahwa seseorang hendaknya memberitahu saudaranya jika dia
mencintainya. .Tatkala seorang laki-laki yang duduk disamping beliau
berkata, "Sesungguhnya aku mencintai pria ini." Maksudnya laki-laki lain
yang lewat di hadapan mereka berdua. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
bertanya kepada Anas, "Apakah engkau sudah memberitahukan kepadanya
tentang itu." Ini menunjukkan bahwa termasuk sunah, apabila seorang
Muslim mencintai seseorang, hendaknya ia mengucapkan, "Sesungguhnya aku
mencintaimu." Hal ini dilakukan karena kata-kata tersebut memasukkan
kecintaan dalam hatinya. Sebab, manusia itu apabila mengetahui bahwa
saudaranya mencintainya, dia pun mencintai saudaranya itu. Juga karena
hati itu memiliki rasa saling mengenal dan berdekatan meskipun tidak
diucapkan oleh lisan. Hal ini sebagaimana sabda Nabi -ṣallallāhu 'alaihi
wa sallam-, "Sesungguhnya roh-roh itu pasukan yang saling bersatu.
Roh-roh yang saling kenal (simpati) akan bersatu dan roh-roh yang saling
antipati, pasti akan berselisih." Tetapi jika manusia mengucapkan
kecintaanya dengan lisannya, maka hal ini akan menambah kecintaan dalam
hati dengan mengatakan, "Sesungguhnya aku mencintaimu karena Allah." |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Nasā`i -
Diriwayatkan oleh Abu Daud - Diriwayatkan oleh Ahmad]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3028 |
|
Hadith 107 الحديث
الأهمية: أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ:
سَأَلَتِ النَّبِيَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَتْ: إنِّي أُسْتَحَاضُ
فَلا أَطْهُرُ، أَفَأَدَعُ الصَّلاةَ؟ قَالَ: لا، إنَّ ذَلِكَ عِرْقٌ،
وَلَكِنْ دَعِي الصَّلاةَ قَدْرَ الأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ
فِيهَا، ثُمَّ اغْتَسِلِي وَصَلِّي
Tema: Fatimah binti Abi Ḥubaisy bertanya
kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- dengan berkata,
“Sesungguhnya saya sedang istihadah, sehingga tidak suci; apakah saya
harus meninggalkan salat?". Beliau menjawab, “Tidak, itu adalah darah
penyakit. Namun tinggalkan salat sebanyak hari kebiasaanmu haid sebelum
itu, kemudian mandilah dan kerjakan salat!" |
عن عائشة -رضي الله عنها-: ((أَنَّ
فَاطِمَةَ بِنْتَ أَبِي حُبَيْشٍ: سَأَلَتِ النَّبِيَّ -صلى الله عليه
وسلم- فَقَالَتْ: إنِّي أُسْتَحَاضُ فَلا أَطْهُرُ، أَفَأَدَعُ الصَّلاةَ؟
قَالَ: لا، إنَّ ذَلِكَ عِرْقٌ، وَلَكِنْ دَعِي الصَّلاةَ قَدْرَ
الأَيَّامِ الَّتِي كُنْتِ تَحِيضِينَ فِيهَا، ثُمَّ اغْتَسِلِي
وَصَلِّي)).
وَفِي
رِوَايَةٍ ((وَلَيْسَت بِالحَيضَة، فَإِذَا أَقْبَلَت الحَيْضَة:
فَاتْرُكِي الصَّلاة فِيهَا، فَإِذَا ذَهَبَ قَدْرُهَا فَاغْسِلِي عَنْك
الدَّمَ وَصَلِّي)).
Tema: Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, ia
berkata, Bahwasanya Fatimah binti Abi Ḥubaisy bertanya kepada Rasulullah
-ṣallallāhu 'alahi wa sallam- dengan berkata, “Sesungguhnya saya sedang
istihadah, sehingga tidak suci; apakah saya harus meninggalkan salat?".
Beliau menjawab, “Tidak, itu adalah darah penyakit. Namun tinggalkan
salat sebanyak hari kebiasaanmu haid sebelum itu, kemudian mandilah dan
kerjakan salat!" Dalam riwayat lain, "Itu bukanlah darah haid, maka
apabila datang masa haid, hendaklah kamu meninggalkan salat, dan apabila
perkiraan masa haid telah berlalu, hendaklah kamu cuci darah itu dari
badanmu dan salatlah."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
ذكرت فاطمة بنت أبي حُبَيْش -رضي الله
عنها- للنبي -صلى الله عليه وسلم- أن دم الاستحاضة يصيبها، فلا ينقطع عنها،
وسألته هل تترك الصلاة لذلك؟
فقال
النبي -صلى الله عليه وسلم-: لا تتركي الصلاة؛ لأن الدم الذي تُترك لأجله
الصلاة، هو دم الحيض.
وهذا الدم
الذي يصيبك، ليس دم حيض، إنما هو دم عرق منفجر.
وإذا كان
الأمر كما ذكرت من استمرار خروج الدم في أيام حيضتك المعتادة، وفي غيرها،
فاتركي الصلاة أيام حيضك المعتادة فقط.
فإذا
انقضت، فاغتسلي واغسلي عنك الدم، ثم صلّي، ولو كان دم الاستحاضة معك.
Fatimah binti Abi Ḥubaisy -raḍiyallāhu
'anhā- menyebutkan kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alahi wa sallam- bahwa
dia mengalami istihadah, dan itu tidak berhenti. menimpanya. Dia
bertanya kepada beliau, apakah dia harus meninggalkan salat karena hal
tersebut? Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menjawab, “Jangan kamu
tinggalkan salat; karena darah yang menyebabkan salat tidak boleh
dilakukan adalah darah haid. Darah yang menimpamu ini bukan darah haid,
tetapi itu adalah darah penyakit. Jika keadaannya seperti yang engkau
sebutkan, yaitu darah tersebut terus keluar pada waktu hari-hari haidmu
dan juga pada hari lainnya, maka tinggalkanlah salat sebanyak hari
biasanya kamu mengalami haid saja. Apabila masa tersebut sudah habis
maka mandilah dan bersihkan darah haid itu dari tubuhmu, kemudian
salatlah meskipun darah istihadah masih ada pada dirimu. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3029 |
|
Hadith 108 الحديث
الأهمية: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يدخل
الخلاء، فأحمل أنا وغلام نحوي إداوة من ماء وعنزة؛ فيستنجي بالماء
Tema: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- pernah masuk kamar kecil. Maka aku dan seorang anak sebayaku
membawa wadah berisi air dan sebuah tongkat. Lantas beliau beristinja
dengan air. |
عن أنس بن مالك -رضي الله عنه- قال:
((كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يدخل الخلاء، فأحمل أنا وغلام نَحوِي
إِدَاوَةً مِن ماء وَعَنَزَة؛ فيستنجي بالماء)).
Tema: Dari Anas bin Malik -raḍiyallāhu
'anhu- ia menuturkan, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- pernah
masuk kamar kecil. Maka aku dan seorang anak sebayaku membawa wadah
berisi air dan sebuah tongkat. Lantas beliau beristinja dengan air."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
يذكر خادم النبي -صلى الله عليه وسلم-
وهو أنس بن مالك -رضي الله عنه- أن النبي -صلى الله عليه وسلم- حينما يدخل
موضع قضاء الحاجة، كان يجيء هو وغلام معه بطهوره، الذي يقطع به الأذى، وهو
ماء في جلد صغير، وكذلك يأتيان بما يستتر به عن نظر الناس، وهو عصا قصيرة
في طرفها حديدة، يغرزها في الأرض، ويجعل عليها شيئًا مثل: الرداء أو نحوه
يقيه من نظر المارين، ويستتر به أيضًا إذا أراد أن يصلي.
Pelayan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam-, yakni Anas bin Malik -raḍiyallāhu 'anhu- mengungkapkan bahwa
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika masuk ke tempat buang hajat,
ia dan seorang anak lain bersamanya membawakan air untuk membersihkan
kotoran. Air ini berada dalam wadah kecil. Selain itu, keduanya juga
membawakan sesuatu yang bisa melindungi beliau dari pandangan manusia.
Yakni sebuah tongkat pendek yang ujungnya besi. Beliau menancapkannya di
tanah dan meletakkan sesuatu di atasnya semisal kain panjang atau
semacamnya yang dapat melindungi beliau dari pandangan orang-orang yang
lewat, dan beliau juga menggunakannya sebagai sutrah (pembatas) apabila
hendak salat. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3030 |
|
Hadith 109 الحديث
الأهمية: سووا صفوفكم، فإن تسوية الصفوف من تمام
الصلاة
Tema: Luruskanlah saf-saf kalian! Karena
sesungguhnya meluruskan saf termasuk kesempurnaan salat. |
عن أنس بن مالك -رضي الله عنه- قال: قال
رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «سَوُّوا صُفُوفَكُم، فإِنَّ تَسوِيَة
الصُّفُوف من تَمَام الصَّلاَة».
Dari Anas bin Malik -raḍiyallāhu
'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Luruskanlah saf-saf kalian! Karena sesungguhnya meluruskan saf termasuk
kesempurnaan salat."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
يرشد النبي -صلى الله عليه وسلم- أمته
إلى ما فيه صلاحهم وفلاحهم، فهو -هنا- يأمرهم بأن يسووا صفوفهم، بحيث يكون
سمتهم نحو القبلة واحدا، ويسدوا خلل الصفوف، حتى لا يكون للشياطين سبيل إلى
العبث بصلاتهم، وأرشدهم -صلى الله عليه وسلم- إلى بعض الفوائد التي
ينالونها من تعديل الصف، وذلك أن تعديلها علامة على تمام الصلاة وكمالها،
وأن اعوجاج الصف خلل ونقص فيها.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
memberikan petunjuk yang berisi kebaikan dan keberuntungan untuk
umatnya. Di sini beliau memerintahkan mereka untuk meluruskan saf-safnya
sehingga ciri mereka menjadi satu ke arah kiblat sekaligus dapat
menutupi celah-celah saf. Dengan demikian setan tidak memiliki jalan
untuk mengganggu salat mereka. Beliau juga menunjukkan kepada mereka
beberapa faedah yang mereka peroleh dari meluruskan saf, yaitu bahwa
meluruskan saf merupakan tanda kesempurnaan dan kelengkapan salat, dan
kebengkokan dalam saf merupakan cacat dan kekurangan dalam salat. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3031 |
|
Hadith 110 الحديث
الأهمية: إن من إجلال الله -تعالى-: إكرام ذي
الشيبة المسلم، وحامل القرآن غير الغالي فيه، والجافي عنه، وإكرام ذي
السلطان المقسط
Tema: Sesungguhnya di antara bentuk
mengagungkan Allah -Ta'ālā- ialah menghormati orang Muslim yang tua dan
pembawa Alquran yang tidak berlebih-lebihan dan tidak menjauh darinya,
dan menghormati penguasa yang adil. |
عن أبي موسى الأشعري -رضي الله عنه-
قَالَ: قالَ رسول اللَّه -صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم-: «إِنَّ مِنْ
إِجْلاَلِ الله -تَعَالَى-: إِكْرَامَ ذِي الشَّيْبَةِ المُسْلِمِ،
وَحَامِلِ القُرْآنِ غَيرِ الغَالِي فِيه، وَالجَافِي عَنْه، وَإِكْرَام
ذِي السُّلْطَان المُقْسِط».
Dari Abu Musa Al-Asy`ari -raḍiyallāhu
'anhu-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Sesungguhnya di antara bentuk mengagungkan Allah -Ta'ālā- ialah
menghormati orang Muslim yang tua, pembawa Alquran yang tidak
berlebih-lebihan dan tidak menjauh darinya, dan menghormati penguasa
yang adil."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
أفاد هذا الحديث أن مما يحصل به إجلال
الله -سبحانه- وتعظيمه وتوقيره أمور ذكرت في هذا الحديث وهي:
(إكرام ذي الشيبة المسلم): أي تعظيم
الشيخ الكبير في الإسلام بتوقيره في المجالس والرفق به والشفقة عليه ونحو
ذلك، وكل هذا من كمال تعظيم الله لحرمته عند الله.
(وحامل القرآن): أي وإكرام حافظه وسماه
حاملا لأنه محمول في صدره ولما تحمل من مشاق كثيرة تزيد على الأحمال
الثقيلة، ويدخل في هذا الإكرام المشتغل بالقرآن قراءة وتفسيرا.
وحامل
القرآن الذي جاء ذكره في هذا الحديث النبوي، جاء تمييزه بوصفين:
(غير الغالي): والغلو التشديد ومجاوزة
الحد، يعني غير المتجاوز الحد في العمل به وتتبع ما خفي منه واشتبه عليه من
معانيه وفي حدود قراءته ومخارج حروفه. وقيل الغلو: المبالغة في التجويد أو
الإسراع في القراءة بحيث يمنعه عن تدبر المعنى.
(والجافي عنه): أي وغير المتباعد عنه
المعرض عن تلاوته وإحكام قراءته وإتقان معانيه والعمل بما فيه، وقيل في
الجفاء: أن يتركه بعد ما علمه لا سيما إذا كان نسيه تساهلا وإعراضا.
وآخر ما
جاء الذكر النبوي بالاشتغال بإكرامه (ذي السُّلطان المقسط): أي صاحب السلطة
والمنصب الذي اتصف بالعدل، فإكرامه لأجل نفعه العام وإصلاحه لرعيته.
Hadis ini menunjukkan bahwa di antara
cara memuliakan Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-, mengagungkan dan
menghormati-Nya ialah melakukan hal-hal yang disebutkan dalam hadis
tersebut, yaitu: "Menghormati orang Muslim yang tua", yakni,
mengagungkan orang yang sudah tua dalam Islam dengan cara menghormatinya
di berbagai majlis, lembut, sayang kepadanya dan sebagainya. Ini
merupakan bagian dari kesempurnaan mengagungkan Allah karena
kehormatannya ada di sisi Allah. "Pembawa Alquran", yakni, memuliakan
orang yang menghafalnya. Dinamakan pembawa karena Alquran dibawa di
dalam dadanya, dan karena dia memikul kesulitan-kesulitan besar yang
menambah beban beratnya. Termasuk dalam kategori ini ialah memuliakan
orang yang sibuk membaca dan mengkaji tafsir Alquran. Pembawa Alquran
yang disebutkan dalam hadis nabawi ini dibedakan dengan dua sifat:
"Tidak guluw (ekstrem)". Guluw adalah berlebihan dan melampaui batas.
Jadi yang dimaksud adalah tidak melampaui batas dalam mengamalkan
Alquran, menyelidiki hal-hal yang tersembunyi di dalamnya, dan
makna-makna yang samar baginya, batasan-batasan bacaannya, dan makhraj
hurufnya. Ada yang berpendapat bahwa berlebihan di sini adalah
berlebihan dalam tajwid atau cepat dalam membaca sehingga menghalanginya
untuk merenungkan maknanya. "(Tidak) menjauh darinya", yakni, tidak
menjauhkan diri dari Alquran dan berpaling dari membacanya, menerapkan
hukum-hukum bacaannya, mencermati makna-maknanya, dan mengamalkan
isinya. Ada yang berpendapat bahwa maksud menjauhinya adalah
meninggalkan Alquran setelah mengetahuinya, apalagi jika melupakannya
karena meremehkan dan berpaling darinya. Sedangkan hal terakhir yang
disebutkan dalam sabda Nabi ini, yang diperintahkan untuk dimuliakan
adalah "Penguasa yang adil", yakni, pemilik kekuasaan dan jabatan yang
memiliki sifat adil. Memuliakannya karena kepentingan umum dan tindakan
perbaikan untuk rakyatnya. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis hasan] ← → Diriwayatkan oleh Abu Daud]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3032 |
|
Hadith 111 الحديث
الأهمية: إذا توضأ أحدكم فليجعل في أنفه ماء، ثم
لينتثر، ومن استجمر فليوتر، وإذا استيقظ أحدكم من نومه فليغسل يديه قبل أن
يدخلهما في الإناء ثلاثا، فإن أحدكم لا يدري أين باتت يده
Tema: Jika seorang dari kalian berwudu,
hendaklah ia memasukkan air ke hidungnya lalu mengeluarkannya, dan siapa
yang bersuci dengan batu, hendaklah ia menggunakan batu yang berjumlah
ganjil. Jika seorang dari kalian bangun tidur, hendaklah ia mencuci
tangannya tiga kali sebelum memasukkannya ke dalam wadah, sebab dia
tidak tahu di mana tangan itu berada pada malam hari. |
عن أبي هريرة -رضي الله عنه- أن رسول
الله -صلى الله عليه وسلم- قال: «إذا توضَّأ أحدُكُم فَليَجعَل في أنفِه
ماءً، ثم ليَنتَنْثِر، ومن اسْتَجمَر فَليُوتِر، وإذا اسْتَيقَظَ أَحَدُكُم
من نومِه فَليَغسِل يَدَيه قبل أن يُدْخِلهُما في الإِنَاء ثلاثًا، فإِنَّ
أَحدَكُم لا يَدرِي أين بَاتَت يده».
وفي
رواية: «فَليَستَنشِق بِمِنْخَرَيه من الماء».
وفي لفظ:
«من توضَّأ فَليَسْتَنشِق».
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-,
bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Jika
seorang dari kalian berwudu, hendaklah ia memasukkan air ke hidungnya
lalu mengeluarkannya, dan siapa yang bersuci dengan batu, hendaklah ia
menggunakan batu yang berjumlah ganjil. Jika seorang dari kalian bangun
tidur, hendaklah ia mencuci tangannya tiga kali sebelum memasukkannya ke
dalam wadah, sebab dia tidak tahu di mana tangan itu berada pada malam
hari." Dalam riwayat lain disebutkan, "Hendaklah ia menghirup air
(istinsyāq) dengan dua lubang hidungnya." Dalam redaksi lain disebutkan,
"Barangsiapa yang berwudu, hendaklah ia menghirup air (istinsyāq)!"
Penjelasan Hadits بيان الحديث
يشتمل هذا الحديث على ثلاث فقرات، لكل
فقرة حكمها الخاص بها.
1.فذكر أن المتوضىء إذا شرع في الوضوء
أدخل الماء في أنفه، ثم أخرجه منه وهو الاستنشاق والاستنثار المذكور في
الحديث؛ لأن الأنف من الوجه الذي أُمِر المتوضىء بغسله، وقد تضافرت
الأحاديث الصحيحة على مشروعيته؛ لأنه من النظافة المطلوبة شرعًا.
2.ثم ذكر أيضا أن من أراد قطع الأذى
الخارج منه بالحجارة، أن يكون قطعه على وتر، أقلها ثلاث وأعلاها ما ينقطع
به الخارج، وتنقي المحل إن كان وترًا، وإلا زاد واحدة، توتر أعداد الشفع.
3.وذكر أيضًا أن المستيقظ من نوم الليل
لا يُدْخِلُ كفَّه في الإناء، أو يمس بها رطبًا، حتى يغسلها ثلاث مرات؛ لأن
نوم الليل -غالبًا- يكون طويلا، ويده تطيش في جسمه، فلعلها تصيب بعض
المستقذرات وهو لا يعلم، فشرع له غسلها للنظافة المشروعة.
Hadis ini mencakup tiga poin. Setiap
poin memiliki hukumnya yang khusus. 1) Disebutkan bahwa ketika orang
yang berwudu melakukan wudu, ia memasukkan air ke hidungnya lalu
mengeluarkannya, itulah (yang disebut) dengan istinsyāq dan istinṡār
sebagaimana disebutkan dalam hadis. Sebab, hidung merupakan bagian dari
wajah yang diperintahkan untuk dibasuh bagi orang yang berwudu. Banyak
sekali hadis sahih yang mensyariatkannya karena hal tersebut termasuk
kebersihan yang dituntut sesuai syariat. 2) Selanjutnya, disebutkan
bahwa barangsiapa hendak membersihkan kotorannya dengan batu, hendaknya
batu yang digunakan untuk membersihkannya berjumlah ganjil; minimal tiga
buah dan maksimal berapa saja yang dapat membersihkan kotoran tersebut.
Jika ganjil dapat membersihkan tempat keluar kotoran, jika tidak bisa,
maka ditambah satu lagi sehingga dapat membuat ganjil bilangan genap. 3)
Disebutkan juga bahwa orang yang bangun dari tidur pada malam hari, ia
tidak boleh langsung memasukkan telapak tangannya ke dalam wadah atau
mengusap sesuatu yang basah sampai dia mencucinya tiga kali. Sebab,
tidur pada malam hari -biasanya- lama dan tangannya bergerak ke sana ke
mari di badannya sehingga mungkin saja mengenai kotoran tanpa dia
ketahui. Karena itu disyariatkan untuk mencucinya demi kebersihan yang
disyariatkan. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim - Muttafaq
'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3033 |
|
Hadith 112 الحديث
الأهمية: يا أيها الناس، عليكم بالسكينة، فإن
البر ليس بالإيضاع
Tema: Wahai manusia, tenanglah kalian!
Sesungguhnya kebajikan itu bukan dengan berjalan cepat-cepat. |
عن عبد الله بن عباس -رضي الله عنهما-
قال: دَفَعَ النبيُّ -صلَّى الله عليه وسلَّم- يومَ عَرَفَة فَسَمِعَ
النبيُّ -صلَّى الله عليه وسلَّم- وَرَاءَهُ زَجْرًا شَدِيدًا وَضَربًا
وَصَوتًا لِلإِبِل، فَأَشَارَ بِسَوطِهِ إِلَيهِم، وقال: «يَا أَيُّهَا
النَّاسُ، عَلَيكُم بِالسَّكِينَةِ، فَإِنَّ البِرَّ لَيسَ بِالإيضَاعِ».
Dari Abdullah bin Abbas -raḍiyallāhu
'anhumā-, ia menuturkan, "Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertolak
di hari Arafah (menuju Muzdalifah). Lalu Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- mendengar di belakang beliau bentakan keras, pukulan dan
teriakan pada unta. Maka beliau berisyarat dengan cambuk beliau pada
mereka dan bersabda, "Wahai manusia, tenanglah kalian! Sesungguhnya
kebajikan itu bukan dengan berjalan cepat-cepat."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
أنَّ النبي -صلى الله عليه وسلم- أفاض
من عرفة فسمع وراءه صوتًا شديدًا وضربًا وزجرًا للإبل وأصواتًا للإبل، وكان
هذا المشهد من الناس نتيجة ما تعودوه زمن الجاهلية؛ لأنهم كانوا في أيام
الجاهلية إذا دفعوا من عرفة أسرعوا إسراعًا عظيمًا يبادرون النهار قبل أن
يظلم الجو، فكانوا يضربون الإبل ضربًا شديدًا، فأشار النبي -صلى الله عليه
وسلم- إليهم بسوطه، وقال: أيها الناس الزموا الطمأنينة والهدوء، فإن البر
والخير ليس بالإسراع والإيضاع وهو نوع من السير سريع.
Bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- bertolak dari Arafah. Lalu beliau mendengar di belakang beliau
suara keras, pukulan dan bentakan pada unta dan suara-suara unta.
Pemandangan perilaku orang-orang ini akibat kebiasaan mereka di masa
jahiliyah, sebab mereka dahulu, di masa jahiliyah, apabila bertolak dari
Arafah mereka bergerak dengan sangat cepat, berlomba dengan siang hari
sebelum suasana gelap, dan mereka lalu memukuli unta dengan keras. Maka
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berisyarat pada mereka dengan cambuk
beliau dan berkata, "Wahai manusia, tetaplah tenang! Sesungguhnya
kebajikan dan kebaikan itu bukan dengan bercepat-cepat." Makna al-Īḍā'
(dalam redaksi hadis ini) adalah sejenis gerakan berjalan cepat. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3034 |
|
Hadith 113 الحديث
الأهمية: ما أبكي أن لا أكون أعلم أن ما عند الله
-تعالى- خير لرسول الله -صلى الله عليه وسلم-، ولكن أبكي أن الوحي قد انقطع
من السماء، فهيجتهما على البكاء، فجعلا يبكيان معها
Tema: Aku menangis bukan karena aku tidak
tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah -Ta'ālā- lebih baik bagi
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, tetapi aku menangis karena
wahyu telah terputus dari langit. Maka ia (Ummu Aiman) membuat keduanya
terharu untuk menangis, sehingga keduanya menangis bersamanya. |
عن أنس بن مالك -رضي الله عنه- قال:
قَال أَبُو بَكر لِعُمَر-رضي الله عنهما- بَعْدَ وَفَاةِ رَسُول الله -صلى
الله عليه وسلم-: انْطَلِق بِنَا إِلَى أُمِّ أَيمَنَ -رَضِي الله عنها-
نَزُورُهَا كَمَا كَانَ رَسول الله -صلى الله عليه وسلم- يَزُورُها،
فَلَمَّا انتَهَيَا إِلَيهَا، بَكَت، فَقَالاَ لَهَا: مَا يُبكِيك؟ أَمَا
تَعْلَمِين أَنَّ ما عِنْد الله خَيرٌ لِرَسول الله -صلى الله عليه وسلم-؟
فَقَالَت: مَا أَبْكِي أَنْ لاَ أَكُون أَعلَم أَنَّ مَا عِندَ الله
-تعالى- خَيرٌ لِرَسُول الله -صلى الله عليه وسلم-، وَلَكِن أَبكِي أَنَّ
الوَحي قَدْ انْقَطَع مِنَ السَّمَاء؛ فَهَيَجَتْهُمَا عَلَى البُكَاء؛
فَجَعَلاَ يَبْكِيَان مَعَهَا.
Dari Anas bin Malik -raḍiyallāhu
'anhu- ia menuturkan, "Abu Bakar berkata kepada Umar -raḍiyallāhu
'anhumā- setelah Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat, "Mari
kita pergi ke rumah Ummu Aiman -raḍiyallāhu 'anhā- untuk mengunjunginya
sebagaimana dulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa
mengunjunginya." Ketika keduanya telah sampai di rumahnya, ia (Ummu
Aiman) menangis. Maka keduanya bertanya, "Apa yang membuatmu menangis?
Tidak tahukah engkau bahwa apa yang ada di sisi Allah lebih baik bagi
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-? Ia menjawab, "Aku menangis
bukan karena aku tidak tahu bahwa apa yang ada di sisi Allah -Ta'ālā-
lebih baik bagi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, tetapi aku
menangis karena wahyu telah terputus dari langit." Maka ia membuat
keduanya terharu untuk menangis, sehingga keduanya menangis bersamanya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
كان الصحابة -رضي الله عنهم- أحرص الناس
على متابعة الرسول -صلى الله عليه وسلم- في كل صغيرة وكبيرة، حتى إنهم
يتتبعون ممشاه في حياته، ومجلسه، وموطئه، وكل فعل علموا أنه فعله.
وهذا
الحديث يُؤَكِّد ذلك، ويحكي قصة أبي بكر وعمر، حيث زارا امرأة كان النبي
-صلى الله عليه وسلم- يزورها، فزاراها من أجل زيارة النبي -صلى الله عليه
وسلم- إياها.
فلما جلسا
عندها بكت، فقالا لها: ما يبكيك؟ أما تعلمين أن ما عند الله -سبحانه
وتعالى- خير لرسوله؟ أي: خير له من الدنيا.
فقالت:
إني لا أبكي لذلك ولكن لانقطاع الوحي؛ لأن النبي -صلى الله عليه وسلم- لما
مات انقطع الوحي، فلا وحي بعد رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، ولهذا أكمل
الله شريعته قبل أن يتوفى، فقال -تعالى- {الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ
دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الْإِسْلَامَ دِينًا}، فجعلا يبكيان؛ لأنها ذكرتهما بما كانا قد نسياه.
Para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum-
adalah manusia yang paling antusias meneladani Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- dalam segala hal yang kecil maupun besar, hingga
mereka mencari-cari perjalanan beliau dalam kehidupan, majlis dan tempat
berada beliau, serta segala perbuatan yang mereka ketahui beliau
melakukannya. Dan hadis ini menegaskan semangat mereka tersebut, serta
menuturkan kisah Abu Bakar dan Umar ketika keduanya mengunjungi seorang
wanita yang dulu Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa
mengunjunginya. Keduanya mengunjungi wanita ini karena kunjungan
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepadanya. Manakala keduanya
telah duduk di hadapannya, wanita tersebut menangis. Keduanya bertanya,
"Apa yang membuatmu menangis? Tidak tahukan engkau bahwa apa yang ada di
sisi Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā- lebih baik bagi Rasulullah?" Yakni
lebih baik bagi beliau dibanding dunia. Ia menjawab, "Aku menangis bukan
lantaran itu, tapi karena terputusnya wahyu. Sebab ketika Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- meninggal dunia maka wahyu terputus,
sehingga tidak ada wahyu lagi sepeninggal Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi
wa sallam-. Oleh sebab itu, Allah menyempurnakan syariat-Nya sebelum
beliau wafat. Allah -Ta'ālā- berfirman, "Pada hari ini telah
Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agamamu..." Maka Abu Bakar
dan Umar menangis, karena wanita tersebut telah mengingatkan keduanya
pada apa yang terlupakan oleh keduanya. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3035 |
|
Hadith 114 الحديث
الأهمية: جاء أعرابي فبال في طائفة المسجد
Tema: Seorang Arab Badui datang lalu kencing
di salah satu sudut masjid |
عن أنس بن مالك -رضي الله عنه-قال: «جاء
أعرابِيُّ، فبَالَ في طَائِفَة المَسجد، فَزَجَرَه النَّاسُ، فَنَهَاهُمُ
النبِيُّ -صلى الله عليه وسلم- فَلمَّا قَضَى بَولَه أَمر النبي -صلى الله
عليه وسلم- بِذَنُوب من ماء، فَأُهرِيقَ عليه».
Dari Anas bin Malik -raḍiyallāhu
'anhu-, ia berkata, "Seorang Arab Badui datang lalu kencing di salah
satu sudut masjid. Maka orang-orang membentak dan berusaha mencegahnya.
Lantas Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang mereka. Setelah
lelaki itu menyelesaikan kencingnya, beliau pun memerintahkan untuk
mengambil satu ember air kemudian disiramkan pada bekas kencingnya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
من عادة الأعراب، الجفاء والجهل، لبعدهم
عن تعلم ما أنزل الله على رسوله -صلى الله عليه وسلم-.
فبينما
كان النبي -صلى الله عليه وسلم- في أصحابه في المسجد النبوي، إذ جاء أعرابي
وبال في أحد جوانب المسجد، ظناً منه أنه كالفلاة، فعظم فعله على الصحابة
-رضي الله عنهم- لعظم حرمة المساجد، فنهروه أثناء بوله، ولكن صاحب الخلق
الكريم، الذي بعث بالتبشير والتيسير نهاهم عن زجره، لما يعلمه من حال
الأعراب، لئلا يُلوث بقعاً كثيرة من المسجد، ولئلا يلوث بدنه أو ثوبه،
ولئلا يصيبه الضرر بقطع بوله عليه، وليكون أدعى لقبول النصيحة والتعليم
حينما يعلمه النبي -صلى الله عليه وسلم-، وأمرهم أن يطهروا مكان بوله بصب
دلو من ماء عليه.
Diantara kebiasaan orang-orang Arab
Badui adalah kasar dan bodoh karena jauhnya mereka dari mempelajari apa
yang diturunkan Allah kepada Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
Saat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersama para sahabatnya di
masjid Nabawi, tiba-tiba datang orang Arab Badui lalu kencing di salah
satu sudut masjid karena mengira bahwa itu tanah lapang. Tentu saja
perbuatannya ini dianggap besar oleh para sahabat karena besarnya
kehormatan masjid. Lantas mereka membentak dan berusaha mencegahnya saat
kencing, hanya saja pemilik akhlak mulia yang diutus dengan membawa
kabar gembira dan kemudahan ini melarang mereka menghardiknya karena
beliau mengetahui keadaan orang-orang Arab Badui. Hal itu supaya tidak
mengotori banyak tempat di masjid, tidak mengotori badan dan pakaiannya,
dan supaya tidak terkena bahaya karena menghentikan kencingnya. Juga
supaya nasihat dan pengajarannya lebih diterima ketika Nabi -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- mengajarinya. Selanjutnya beliau memerintahkan mereka
untuk membersihkan tempat kencingnya dengan menyiramkan satu ember air
pada bekas kencingnya. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3036 |
|
Hadith 115 الحديث
الأهمية: إذا دخل الرجل بيته، فذكر الله -تعالى-
عند دخوله وعند طعامه قال الشيطان لأصحابه: لا مبيت لكم ولا عشاء، وإذا دخل
فلم يذكر الله -تعالى- عند دخوله، قال الشيطان: أدركتم المبيت والعشاء
Tema: Apabila seseorang masuk ke rumahnya
lalu menyebut (nama) Allah -Ta'ālā- saat memasukinya dan ketika
(menyantap) makanannya, maka setan berkata kepada teman-temannya, "Tidak
ada tempat bermalam dan makan malam bagi kalian." Jika orang itu masuk
tanpa menyebut (nama) Allah -Ta'ālā- saat memasukinya, maka setan
berkata, "Kalian telah menemukan tempat bermalam dan makan malam." |
عن جابر بن عبد الله -رضي الله عنهما-
مرفوعاً: «إِذَا دَخَل الرَّجُل بَيتَه، فَذَكَرَ اللهَ -تَعَالَى- عِندَ
دُخُولِهِ، وَعِندَ طَعَامِهِ، قَالَ الشَّيطَانُ لِأَصْحَابِهِ: لاَ
مَبِيتَ لَكُم وَلاَ عَشَاءَ، وَإِذَا دَخَلَ فَلَم يَذْكُر الله
-تَعَالَى- عِندَ دُخُولِهِ، قَالَ الشَّيطَان: أَدْرَكْتُمُ المَبِيت؛
وَإِذا لَمْ يَذْكُرِ اللهَ -تَعَالَى- عِندَ طَعَامِه، قالَ: أَدرَكتُم
المَبِيتَ وَالعَشَاءَ».
Dari Jabir bin Abdillah -raḍiyallāhu
'anhuma- secara marfū`, "Apabila seseorang masuk ke rumahnya lalu
menyebut (nama) Allah -Ta`ala- saat memasukinya dan ketika (menyantap)
makanannya, maka setan berkata kepada teman-temannya, "Tidak ada tempat
bermalam dan makan malam bagi kalian." Jika orang itu masuk tanpa
menyebut (nama) Allah -Ta`ala- saat memasukinya, maka setan berkata,
"Kalian telah menemukan tempat bermalam. Dan jika ia tidak menyebut
(nama) Allah ketika menyantap makanannya, maka setan berkata, "Kalian
telah menemukan tempat bermalam dan makan malam."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
حديث جابر -رضي الله عنه- جاء في موضوع
أدب الطعام، حيث أخبر -رضي الله عنه- أن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال:
"إذا دخل الرجل بيته فذكر الله -تعالى- عند دخوله وعند طعامه قال الشيطان
لأصحابه لا مبيت لكم ولا عشاء"؛ ذلك لأن الإنسان ذكر الله.
وذِكر
الله -تعالى- عند دخول البيت أن يقول: "بسم الله ولجنا، وبسم الله خرجنا،
وعلى الله ربِّنا توكلنا، اللهم إني أسألك خير المولج وخير المخرج"، كما
جاء في حديث في إسناده انقطاع، وأما الذكر عند العشاء فأن يقول: "بسم
الله".
فإذا ذكر
الله عند دخوله البيت، وذكر الله عند أكله عند العشاء، قال الشيطان
لأصحابه: "لا مبيت لكم ولا عشاء"؛ لأن هذا البيت وهذا العشاء حُمِيَ بذكر
الله -عز وجل-، حماه الله -تعالى- من الشياطين.
وإذا دخل
فلم يذكر الله -تعالى- عند دخوله قال الشيطان: "أدركتم المبيت"، وإذا
قُدِّم إليه الطعام فلم يذكر الله -تعالى- عند طعامه قال: "أدركتم المبيت
والعشاء"، أي: أن الشيطان يشاركه المبيت والطعام؛ لعدم التحصُّن بذكر الله.
وفي
هذا حث على أن الإنسان ينبغي له إذا دخل بيته أن يذكر اسم الله، وكذلك عند
طعامه.
Hadis Jabir -raḍiyallāhu 'anhu-
dikemukakan dalam judul adab makanan di mana Jabir -raḍiyallāhu 'anhu-
mengabarkan bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Apabila
seseorang masuk ke rumahnya lalu menyebut (nama) Allah -Ta'ālā- saat
memasukinya dan ketika (menyantap) makanannya, maka setan berkata kepada
teman-temannya, "Tidak ada tempat bermalam dan tidak ada makan malam
bagi kalian." Hal ini disebabkan orang tersebut menyebut (nama) Allah.
Menyebut (nama) Allah -Ta'ālā- saat masuk rumah adalah dengan
mengucapkan, "Dengan nama Allah kami masuk, dan dengan nama Allah kami
keluar. Hanya kepada Allah, Rabb kami, kami bertawakal. Ya Allah, aku
memohon kepadamu tempat masuk terbaik dan tempat keluar terbaik,"
sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang sanadnya terputus.
Sedangkan zikir ketika makan malam dengan mengucapkan, "Bismillāh
(Dengan nama Allah)." Jika dia menyebut (nama) Allah saat memasuki
rumah, dan menyebut (nama) Allah ketika makan pada makan malam, setan
pun berkata kepada teman-temannya, "Tidak ada tempat bermalam dan makan
malam bagi kalian." Sebab, rumah dan hidangan makan malam ini dilindungi
dengan zikir kepada Allah -'Azza wa Jalla-. Yaitu Allah telah menjaganya
dari setan-setan. Jika orang itu tidak menyebut nama Allah -Ta`ala- saat
memasukinya, maka setan berkata, "Kalian telah menemukan tempat
bermalam." Apabila makanan sudah dihidangkan kepadanya dan tidak
menyebut nama (Allah) -Ta`ala- saat (menyantap) makanannya, maka setan
berkata, "Kalian telah mendapatkan tempat bermalam dan makan malam."
Yakni, bahwa setan ikut serta bersamanya di tempat bermalam dan makan
malam, karena tidak ada penjagaan dengan zikir kepada Allah. Hadis ini
berisi anjuran bahwa apabila manusia masuk ke rumahnya, seharusnya ia
menyebut nama Allah, demikian juga ketika makan. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3037 |
|
Hadith 116 الحديث
الأهمية: ما يمنعك أن تزورنا أكثر مما تزورنا؟
Tema: Apa yang menghalangimu untuk
mengunjungi kami lebih dari biasanya engkau berkunjung kepada kami?
Penjelasan Hadits بيان الحديث
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ -رضي الله عنهما-
قال: «قال النبي -صلى الله عليه وسلم- لجبريل: «مَا يَمْنَعُك أَنْ
تَزُورَنَا أَكْثَر مِمَّا تَزُورَنَا؟» فنزلت: (وَمَا نَتَنَزَّل إِلاَّ
بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَينَ
ذَلِك ).
Tema: Dari Ibnu Abbas -raḍiyallāhu 'anhuma-,
dia berkata, "Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya
kepada Jibril, "Apa yang menghalangimu untuk mengunjungi kami lebih dari
biasanya engkau berkunjung kepada kami?" Lantas turunlah ayat, "Dan
tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali atas perintah Rabbmu. Milik-Nya
segala yang ada di hadapan kita, yang ada di belakang kita dan segala
yang ada di antara keduanya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
يحكي الحديث شوق النبي -صلى الله عليه
وسلم- لجبريل -عليه السلام-؛
لأنَّه يأتيه من الله -عز وجل-، حيثُ أبطأ جبريل في النزول أربعين يوما
فقال له النبي -صلى الله عليه وسلم- يا جبريل: (ما يمنعك أن تزورنا)؟، أي:
ما نزلت حتى اشتقت إليك، وأوحى الله إلى جبريل قل له: (وما نتنزل إلا بأمر
ربك) أي قال الله -سبحانه- قل يا جبريل ما نتنزل في أوقات متباعدة إلا بإذن
الله على ما تقتضيه حكمته، فهو سبحانه: (له ما بين أيدينا) أي: أمامنا من
أمور الآخرة، (وما خلفنا): من أمور الدنيا، وتمام الآية "وما بين ذلك" أي:
ما يكون من هذا الوقت إلى قيام الساعة، أي: له علم ذلك جميعه وما كان ربك
نسيا أي: ناسيا يعني تاركا لك بتأخير الوحي عنك.
فالحاصل
أن هذ الحديث يدل على أنه ينبغي للإنسان أن يصطحب الأخيار، وأن يزورهم
ويزوروه لما في ذلك من الخير.
Hadis ini mengisahkan kerinduan Nabi
Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- kepada saudaranya, Jibril
-'alaihi as-salam- karena dia datang dari Allah -'Azza wa Jalla-. Saat
itu Jibril terlambat turun selama empat puluh hari. Lantas Nabi Muhammad
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya kepada Jibril, "Wahai Jibril,
apa yang menghalangimu untuk mengunjungi kami?" Yakni, engkau tidak
turun sehingga aku merindukanmu. Lantas Allah mewahyukan kepada Jibril
agar ia mengatakan kepada beliau, "Dan tidaklah kami (Jibril) turun,
kecuali atas perintah Rabbmu." Yakni, Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-
berfirman, "Wahai Jibril, katakanlah bahwa kami tidak turun dalam
waktu-waktu yang renggang melainkan dengan izin Allah sesuai dengan
tuntutan hikmah-Nya. Allah -Subḥānahu wa Ta'ālā-, "Milik-Nya segala yang
ada di hadapan kita." Yakni, di hadapan kita berupa urusan-urusan
akhirat. "Yang ada di belakang kita" berupa urusan-urusan dunia.
Kelengkapan ayat, "Dan segala yang ada di antara keduanya" yaitu, yang
terjadi dari waktu ini sampai terjadinya kiamat. Yakni, Dia memiliki
ilmu tentang semuanya. "Dan Rabbmu tidak lupa", yakni, lupa. Artinya
meninggalkanmu dengan mengakhirkan wahyu kepadamu. Kesimpulannya, hadis
ini menunjukkan bahwa seharusnya manusia berteman dengan orang-orang
baik dan mengunjungi mereka, sebagaimana mereka mengunjunginya karena
dalam hal itu terdapat kebaikan. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Bukhari]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3038 |
|
Hadith 117 الحديث
الأهمية: رأيتك تصلي لغير القبلة؟ فقال: لولا أني
رأيت رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يفعله ما فعلته
Tema: Sesungguhnya aku melihatmu salat
menghadap selain kiblat. Orang itu berkata, "Seandainya aku tidak
melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukannya, tentu
aku tidak akan mengerjakannya." |
عن أنس بن سيرين قال: «اسْتَقبَلنَا
أَنَسًا حِين قَدِم مِن الشَّام، فَلَقِينَاه بِعَينِ التَّمرِ،
فَرَأَيتُهُ يُصَلِّي على حِمَار، وَوَجهُهُ مِن ذَا الجَانِب -يعني عن
يَسَارِ القِبلَة- فقلت: رَأَيتُك تُصَلِّي لِغَيرِ القِبلَة؟ فقال: لَولاَ
أنِّي رَأيتُ رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يَفْعَلُه ما فَعَلتُه».
Dari Anas bin Sīrīn, ia berkata, "Kami
menyambut Anas ketika dia datang dari Syam lalu kami menemukannya di
'Ain at-Tamr. Aku lihat dia salat di atas keledai dengan wajahnya dari
sisi ini - maksudnya dari kiri kiblat- aku pun berkata, "Sesungguhnya
aku melihatmu salat menghadap selain kiblat. Anas berkata, "Seandainya
aku tidak melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
melakukannya, tentu aku tidak akan mengerjakannya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
قدم أنس بن مالك الشام، ولجلالة قدره
وسعة علمه، استقبله الناس، وهكذا رواية مسلم (قدم الشام) ولكن معناها:
تلقيناه في رجوعه حين قدم الشام، وإنما حذف ذكر الرجوع؛ للعلم به؛ لأنهم
خرجوا من البصرة للقائه حين قدم من الشام.
فذكر
الراوي -وهو أحد المستقبلين- أنَّه رآه يصلى على حمار، وقد جعل القبلة عن
يساره، فسأله عن ذلك، فأخبرهم أنه رأى النبي -صلى الله عليه وسلم- يفعل
ذلك، وأنه لو لم يره يفعل هذا، لم يفعله.
Anas bin Malik datang ke Syam.
Mengingat kemuliaan kedudukannya dan keluasan ilmunya, maka
orang-orangpun menyambutnya. Demikian dalam riwayat Imam Muslim. "Datang
ke Syam", tetapi maknanya adalah: kami menyambutnya ketika dia kembali
dari Syam, namun lafal "kembali" dihilangkan karena sudah diketahui;
karena mereka keluar dari Baṣrah untuk menyambutnya ketika dia datang
dari Syam. Perawi menyebutkan -dan ia termasuk orang yang menyambut-
bahwa dia melihat Anas salat di atas keledai dalam keadaan kiblat di
arah kirinya. Lantas perawi bertanya kepadanya. Anas memberitahu mereka
bahwa dia pernah melihat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melakukan
itu. Seandainya dia tidak melihat beliau mengerjakan itu, tentu dia pun
tidak akan melakukanya. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3039 |
|
Hadith 118 الحديث
الأهمية: أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- كان
يخرج من طريق الشجرة، ويدخل من طريق المعرس، وإذا دخل مكة، دخل من الثنية
العليا، ويخرج من الثنية السفلى
Tema: Sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- biasa berangkat (dari Madinah) melalui jalan
asy-Syajarah dan masuk melalui jalan al-Mu'arras. Dan apabila memasuki
Makkah, beliau masuk melalui Ṡaniyyatul 'ulyā (bukit atas) dan keluar
dari Ṡaniyyatus suflā (bukit bawah). |
عن عبد الله بن عمر -رضي الله عنهما-
"أَنَّ رسُول الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- كَانَ يَخرُجُ مِنْ طَرِيقِ
الشَّجَرَةِ، وَيَدْخُلُ مِنْ طَرِيقِ الْمُعَرَّس، وَإِذَا دَخَلَ مَكَّةَ
دَخَلَ مِنَ الثَنِيَّةِ العُلْيَا، وَيَخْرُجُ مِنَ الثَنِيَّةِ
السُّفْلَى".
Dari Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu
'anhumā- bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa berangkat
(dari Madinah) melalui jalan asy-Syajarah dan masuk melalui jalan
al-Mu'arras. Dan apabila memasuki Makkah beliau masuk melalui Ṡaniyyatul
'ulyā (bukit atas) dan keluar dari Ṡaniyyatus suflā (bukit bawah)."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
حديث عبد الله بن عمر -رضي الله عنهما-
في موضوع استحباب مخالفة الطريق في العيد والجمعة وغيرها من العبادات.
ومعنى
مخالفة الطريق: أن يذهب المسلم إلى العبادة من طريق ويرجع من الطريق الآخر؛
فمثلًا يذهب من الجانب الأيمن ويرجع من الجانب الأيسر، وهذا ثابت عن النبي
-صلى الله عليه وسلم- في العيدين، كما رواه جابر -رضي الله- عنه كان النبي
-صلى الله عليه وسلم- إذا كان يوم عيد خالف الطريق؛ يعني خرج من طريق ورجع
من طريق آخر، وكذلك في الحديث الذي معنا.
وتنوعت
أقوال العلماء في الحكمة في المخالفة في الطريق على أقوال أشهرها:
1. ليشهد له الطريقان يوم القيامة؛ لأن
الأرض يوم القيامة تشهد على ما عمل فيها من خير وشر، فإذا ذهب من طريق ورجع
من آخر؛ شهد له الطريقان يوم القيامة بأنه أدى صلاة العيد.
2. من أجل إظهار الشعيرة، شعيرة العيد؛
حتى تكتظ الأسواق هنا وهناك، فإذا انتشر في طرق المدينة صار في هذا إظهار
لهذه الشعيرة؛ لأن صلاة العيد من شعائر الدين، والدليل على ذلك أن الناس
يؤمرون بالخروج إلى الصحراء؛ إظهارًا لذلك، وإعلانًا لذلك.
3. إنما خالف الطريق من أجل المساكين
الذين يكونون في الأسواق، قد يكون في هذا الطريق ما ليس في هذا الطريق،
فيتصدق على هؤلاء وهؤلاء.
ولكن
الأقرب والله أعلم أنه: من أجل إظهار تلك الشعيرة، حتى تظهر شعيرة صلاة
العيد بالخروج إليها من جميع سكك البلد.
أما في
الحج كما جاء في الحديث الذي معنا، فإن الرسول -صلى الله عليه وسلم- خالف
الطريق في دخوله إلى مكة دخل من أعلاها، وخرج من أسفلها، وكذلك في ذهابه
إلى عرفة، ذهب من طريق ورجع من طريق آخر.
واختلف
العلماء أيضا في هذه المسألة، هل كان النبي -صلى الله عليه وسلم- فعل ذلك
على سبيل التعبُّد؛ أو لأنُّه أسهل لدخوله وخروجه؟ لأنه كان الأسهل لدخوله
أن يدخل من الأعلى ولخروجه أن يخرج من الأسفل.
فمَنْ قال
من العلماء قال بالأول قال: إنه سنة أن تدخل من أعلاها: أي أعلى مكة وتخرج
من أسفلها، وسنة أن تأتي عرفة من طريق وترجع من طريق آخر.
ومنهم من
قال: إن هذا حسب تيسر الطريق، فاسلك المتيسر سواء من الأعلى أو من الأسفل.
وعلى كل
حال إن تيسر للحاج والمعتمر أن يدخل من أعلاها ويخرج من أسفلها فهذا طيب؛
فإن كان ذلك عبادة فقد أدركه، وإن لم يكن عبادة لم يكن عليه ضرر فيه، وإن
لم يتيسر فلا يتكلف ذلك كما هو الواقع في وقتنا الحاضر، حيث إن الطرق قد
وجهت توجيهًا واحدًا، ولا يمكن للإنسان أن يخالف ولي الأمر والحمد لله
الأمر واسع.
Hadis Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu
'anhumā- ini terkait tema dianjurkannya menempuh jalan berbeda dalam
salat 'īd, Jum'at dan ibadah-ibadah lainnya. Maksud menempuh jalan
berbeda adalah seorang Muslim berangkat melaksanakan ibadah melalui satu
jalan dan pulang melewati jalan lain. Misalnya, berangkat melalui sisi
kanan dan pulang melalui sisi kiri. Ini terbukti dilakukan Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam salat 'Īdain. Sebagaimana
diriwayatkan Jabir -raḍiyallāhu 'anhu-, "Adalah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi
wa sallam- apabila di hari 'Īd beliau menempuh jalan berbeda. Maksudnya,
beliau berangkat melalui satu jalan dan pulang melewati jalan lain.
Demikian pula dalam hadis yang sedang kita bicarakan. Beraneka ragam
pendapat ulama terkait hikmah menempuh jalan berbeda ini, yang paling
terkenal adalah: 1. Agar dua jalan tersebut menjadi saksi di hari
kiamat, karena bumi pada hari kiamat nanti memberikan kesaksian atas
kebaikan maupun keburukan yang dilakukan di atasnya. Sehingga apabila
berangkat melalui satu jalan dan pulang melalui jalan lain, dua jalan
ini akan memberikan kesaksian untuk penempuhnya bahwa ia telah
menunaikan salat 'Īd. 2. Untuk menampakkan syiar, yakni syiar 'Īd, agar
pasar-pasar di berbagai tempat penuh sesak. Apabila hal ini tersebar di
jalan-jalan Madinah secara otomatis menampakkan syiar ini. Sebab salat
'Īd termasuk syiar agama. Buktinya, orang-orang diperintahkan keluar ke
padang pasir untuk menampakkan dan mengumumkan hal ini. 3. Beliau
menempuh jalan berbeda karena orang-orang miskin yang ada di
pasar-pasar. Sebab boleh jadi ada di jalan ini orang yang tidak ada di
jalan lainnya. Sehingga beliau bisa bersedekah pada mereka semua. Tetapi
pendapat yang lebih dekat -wallahu a'lam- adalah pembedaan jalan ini
demi menampakkan syiar tersebut sehingga syiar salat 'Īd nampak dengan
menempuh jalan-jalan negeri. Adapun ketika haji, sebagaimana disebutkan
dalam hadis yang kita bicarakan, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- menempuh jalan berbeda ketika memasuki Makkah melalui jalur atas
dan keluar dari jalur bawah. Demikian pula kala pergi ke Arafah, beliau
berangkat melalui satu jalan dan kembali melalui jalan lain. Ulama juga
berbeda pendapat dalam masalah ini, apakah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- melakukan hal itu dalam konteks beribadah, atau karena jalur itu
lebih mudah untuk akses masuk dan keluar beliau? Karena untuk masuk
lebih mudah melalui jalur atas dan untuk keluar lebih mudah melalui
jalur bawah. Sebagian ulama mengatakan pendapat pertama, ia berkata:
"Itu sunah, yakni Anda masuk dari jalur atas -atas Makkah- dan keluar
dari jalur bawah. Dan sunahnya Anda berangkat ke Arafah melalui satu
jalur dan pulang melewati jalur lain". Sebagian lain mengatakan: "Ini
berdasarkan jalur yang mudah. Tempuhlah jalan yang mudah, baik jalur
atas maupun bawah." Bagaimanapun, jika orang yang menunaikan haji dan
umrah bisa memasuki Makkah melalui jalur atas dan keluar dari jalur
bawah maka ini bagus. Bila itu sebuah ibadah berarti ia telah meraihnya,
dan jika bukan merupakan ibadah ia juga tidak rugi. Dan jika tidak bisa,
ia tidak perlu memaksakan diri. Sebagaimana yang terjadi di masa kita
sekarang ini, di mana jalan-jalan telah diarahkan ke satu arah dan
seseorang tidak bisa menyelisihi aturan penguasa. Segala puji bagi
Allah. Masalah ini fleksibel. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3040 |
|
Hadith 119 الحديث
الأهمية: ارقبوا محمدًا -صلى الله عليه وسلم- في
أهل بيته
Tema: Peliharalah kehormatan Muhammad
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dengan cara menjaga hak-hak ahlulbait
beliau! |
عن أبي بكر الصديق -رضي الله عنه- قال:
ارْقَبُوا محمَّدًا -صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم- فِي أَهلِ بَيتِهِ.
Dari Abu Bakar aṣ-Ṣiddīq -raḍiyallāhu
'anhu-, ia berkata, "Peliharalah kehormatan Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi
wa sallam- dengan cara menjaga hak-hak ahlulbait beliau."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
في أثر أبي بكر -رضي الله عنه- دليل على
معرفة الصحابة -رضي الله عنهم- بحق أهل بيت رسول الله -صلى الله عليه وسلم-
وتوقيرهم واحترامهم، فمن كان من أهل البيت مستقيما على الدين مُتَّبِعًا
لِسنَّة رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فله حقان: حق الإسلام وحق القرابة
من رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، وفيه أن أبا بكر والصحابة كانوا يحبون
آل البيت ويوصون بهم خيرًا.
Di dalam aṡar Abu Bakar -raḍiyallāhu
'anhu- terdapat dalil tentang pengetahuan para sahabat -raḍiyallāhu
'anhum- terhadap hak ahlulbait (keluarga) Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi
wa sallam-, serta pemuliaan dan penghormatan mereka. Oleh sebab itu,
siapa saja yang termasuk ahlulbait yang teguh di atas agama (Islam) dan
mengikuti sunah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, maka dia memiliki
dua hak: hak Islam (hak sebagai seorang muslim) dan hak kekerabatan
dengan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Aṡar ini (menjelaskan) bahwa
Abu Bakar dan para sahabat mencintai ahlulbait dan berpesan kebaikan
untuk mereka. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Bukhari]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3041 |
|
Hadith 120 الحديث
الأهمية: من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم
ضيفه جائزته
قالوا:
وما جائزته؟ يا رسول الله، قال: يومه وليلته، والضيافة ثلاثة أيام، فما كان
وراء ذلك فهو صدقة عليه
Tema: Barangsiapa beriman kepada Allah dan
hari akhir, hendaknya ia memuliakan tamunya dengan jamuannya. Para
sahabat bertanya, "Apakah jamuannya itu wahai Rasulullah?" Beliau
menjawab, "Jamuan di siang hari dan malamnya. Menjamu tamu itu tiga
hari, dan selebihnya adalah sedekah kepadanya." |
عن أبي شُريح خُويلد بن عمرو الخزاعي عن
النبي -صلى الله عليه وسلم- أنه قال: «مَنْ كَان يُؤمِن بِاللهِ وَاليَومِ
الآخِرِ فَلْيُكْرِم ضَيفَه جَائِزَتَه»، قَالوا: وما جَائِزَتُهُ؟ يَا
رسول الله، قال: «يَومُهُ ولَيلَتُهُ، والضِّيَافَةُ ثَلاَثَةُ أَيَّامٍ،
فَمَا كَانَ وَرَاءَ ذَلك فَهُوَ صَدَقَةٌ عَلَيه».
وفي
رواية: «لا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُقِيمَ عِنْدَ أَخِيهِ حَتَّى
يؤْثِمَهُ» قالوا: يَا رَسول الله، وَكَيفَ يُؤْثِمَهُ؟ قال: «يُقِيمُ
عِندَهُ ولاَ شَيءَ لَهُ يُقرِيهِ بهِ».
Dari Abu Syuraih Khuwailid bin 'Amru
Al-Khuzā'i, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- beliau bersabda,
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia
memuliakan tamunya dengan jamuannya. Para sahabat bertanya, "Apakah
jamuannya itu wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Jamuan di siang hari
dan malamnya. Menjamu tamu itu tiga hari, dan selebihnya adalah sedekah
kepadanya." Dalam riwayat lain, "Tidak halal bagi seorang Muslim tinggal
di rumah saudaranya hingga membuat ia berbuat dosa." Mereka bertanya,
"Wahai Rasulullah, bagaimana membuat ia berbuat dosa?" Beliau menjawab,
"Ia (tamu) tinggal di rumahnya sementara saudaranya (tuan rumah) itu
tidak memiliki sesuatu untuk menjamunya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
حديث أبي شريح الخزاعي -رضي الله عنه-
يدل على إكرام الضيف وقراه، فلقد جاء عنه أنَّ النبي -صلى الله عليه
وسلَّم- قال: "من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فليكرم ضيفه"، وهذا من باب
الحث والإغراء على إكرام الضيف، يعني أنَّ إكرام الضيف من علامة الإيمان
بالله واليوم الآخر، ومن تمام الإيمان بالله واليوم الآخر.
ومما يحصل
به إكرام الضيف: طلاقة الوجه، وطيب الكلام، والإطعام ثلاثة أيام، في الأول
بمقدوره وميسوره، والباقي بما حضره من غير تكلف، ولئلا يثقل عليه وعلى
نفسه، وبعد الثلاثة يُعد من الصدقات، إن شاء فعل وإلا فلا.
وأما
قوله: "فليكرم ضيفه جائزته يوما وليلة والضيافة ثلاثة أيام" قال العلماء في
معنى الجائزة: الاهتمام بالضيف في اليوم والليلة، وإتحافه بما يمكن من بر
وخير، وأما في اليوم الثاني والثالث فيطعمه ما تيسر ولا يزيد على عادته،
وأما ما كان بعد الثلاثة فهو صدقة ومعروف إن شاء فعل وإن شاء ترك.
وفي رواية
مسلم "ولا يحل له أن يقيم عنده حتى يؤثمه" معناه: لا يحل للضيف أن يقيم
عنده بعد الثلاث حتى يوقعه في الإثم؛ لأنه قد يغتابه لطول مقامه، أو يعرض
له بما يؤذيه، أو يظن به مالا يجوز، وهذا كله محمول على ما إذا أقام بعد
الثلاث من غير استدعاء من المضيف.
ومما
ينبغي أن يعلم أن إكرام الضيف يختلف بحسب أحوال الضيف، فمن الناس من هو من
أشراف القوم ووجهاء القوم، فيكرم بما يليق به، ومن الناس من هو من متوسط
الحال فيكرم بما يليق به، ومنهم من هو دون ذلك.
Hadis Abu Syuraih Al-Khuzā'i
-raḍiyallāhu 'anhu- ini menunjukkan anjuran memuliakan dan menjamu tamu.
Diriwayatkan darinya bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia
memuliakan tamunya." Ini dalam konteks menganjurkan dan memotivasi untuk
memuliakan tamu. Artinya, memuliakan tamu merupakan tanda keimanan
kepada Allah dan hari akhir, sekaligus termasuk kesempurnaan iman kepada
Allah dan hari akhir. Di antara bentuk memuliakan tamu adalah berwajah
ceria, berbicara dengan ramah dan memberi makan selama tiga hari. Di
hari pertama sesuai kemampuan dan kelonggarannya. Sedangkan di hari
lainnya sesuai dengan apa yang dimiliki, tanpa dipaksakan, agar tidak
memberatkan dan tidak membebani dirinya. Dan setelah tiga hari terhitung
sebagai sedekah, jika mau, ia bisa memberikan dan jika tidak, maka tidak
mengapa. Sabda beliau, "Hendaklah ia memuliakan tamunya dengan
jamuannya, yakni satu hari dan satu malam. Menjamu tamu itu tiga hari."
Para ulama berkata tentang maksud jaizah (jamuan), "Yakni memperhatikan
tamu pada hari dan malam (pertama), dengan memberikan kepadanya layanan
baik dan kemudahan yang dapat dilakukan. Sedangkan di hari kedua dan
ketiga, memberinya makan yang bisa diberikannya dan tidak melebihi
kebiasaan. Sedangkan jamuan setelah tiga hari ini merupakan sedekah dan
perbuatan baik yang tuan rumah boleh lakukan atau tinggalkan. Dalam
riwayat Muslim, "Dan ia (tamu) tidak boleh tinggal di rumahnya hingga
menyebabkannya (tuan rumah) berbuat dosa." Maksudnya, tamu tidak boleh
tinggal di tempat tuan rumah setelah tiga hari hingga menjerumuskannya
pada perbuatan dosa. Bisa jadi tuan rumah menggibah tamu karena tak
kunjung pergi, sengaja menghadirkan sesuatu yang menyakiti tamu (agar
lekas pergi), atau menyangka sesuatu yang tidak boleh pada diri tamu
(berburuk sangka pada tamu). Semua ini dimungkinkan terjadi bila tamu
tinggal lebih dari tiga hari tanpa ada penawaran dari tuan rumah. Dan
patut diketahui, bahwa cara memuliakan tamu itu berbeda-beda sesuai
kondisi tamu. Di antara manusia ada orang yang ditokohkan dan disegani
masyarakat, maka ia dimuliakan dengan cara yang layak dengan kondisinya.
Ada orang yang pertengahan, maka ia dimuliakan dengan cara yang layak.
Ada pula orang yang tingkatanya di bawah itu. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih dengan dua
riwayatnya]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3042 |
|
Hadith 121 الحديث
الأهمية: إني قد رأيت الأنصار تصنع برسول الله
-صلى الله عليه وسلم- شيئًا آليت على نفسي أن لا أصحب أحدًا منهم إلا خدمته
Tema: Sungguh aku telah melihat orang-orang
Ansar melakukan sesuatu (kebaikan) pada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi
wa sallam-, di mana aku bersumpah terhadap diriku bahwa aku tidak
menyertai salah seorang dari mereka kecuali aku akan melayaninya. |
عن أنس بن مالك -رضي الله عنه- قال:
خَرَجتُ معَ جَرِير بنِ عَبدِ الله البَجَلِي -رضي الله عنه- في سَفَرٍ،
فَكَانَ يَخْدُمُنِي، فقُلتُ لَهُ: لا تفْعَل، فقَال: إِنِّي قَدْ رَأَيتُ
الأَنْصَارَ تَصْنَعُ بِرَسُولِ الله -صلى الله عليه وسلم- شَيئًا آلَيتُ
عَلَى نَفْسِي أَنْ لاَ أَصْحَبَ أَحدًا مِنْهُم إِلاَّ خَدَمْتُه.
Dari Anas bin Malik -raḍiyallāhu
'anhu- ia berkata, "Aku keluar bersama Jarir bin Abdillah Al-Bajaliy
-raḍiyallāhu 'anhu- dalam suatu perjalanan. Ternyata ia melayaniku. Aku
berkata padanya, "Jangan lakukan!" Ia menjawab, "Sungguh aku telah
melihat orang-orang Ansar melakukan sesuatu (kebaikan) pada Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, di mana aku bersumpah terhadap diriku
bahwa aku tidak menyertai salah seorang dari mereka kecuali aku akan
melayaninya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
حديث جرير بن عبد الله البجلي -رضي الله
عنه- فيه أنه -رضي الله عنه- كان في سفر فجعل يخدم رفقته وهم من الأنصار،
ومنهم أنس -رضي الله عنه- وهو أصغر سنًّا منه، فقيل له في ذلك، يعني: كيف
تخدمهم وأنت صاحب رسول الله -صلى الله عليه وسلم-؟
فقال: إني
رأيت الأنصار تصنع برسول الله -صلى الله عيه وسلم- شيئًا؛ حلفت على نفسي
ألا أصحب أحدا منهم إلا خدمته، وهذا من إكرام من يكرم النبي -صلى الله عليه
وسلم-، فإكرام أصحاب الرجل إكرام للرجل، واحترامهم احترام له، ولهذا جعل
-رضي الله عنه- إكرام هؤلاء من إكرام النبي -صلى الله عليه وسلم-.
Hadis Jarir bin Abdillah Al-Bajaliy
-raḍiyallāhu 'anhu- ini menceritakan bahwa ia dalam suatu perjalanan. Ia
melayani kawan-kawannya yang termasuk orang-orang Ansar. Di antara
mereka adalah Anas bin Malik -raḍiyallāhu 'anhu- yang notabenenya lebih
muda dibanding Jarir. Maka ia ditanya tentang sikapnya ini, yakni
mengapa engkau melayani mereka padahal engkau seorang sahabat Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-? Ia menjawab, "Aku telah melihat
orang-orang Ansar melakukan sesuatu (kebaikan) pada Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, di mana aku bersumpah terhadap diriku
bahwa aku tidak menemani salah seorang dari mereka kecuali aku
melayaninya. Ini termasuk memuliakan orang yang memuliakan Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Memuliakan sahabat-sahabat seseorang
sama dengan memuliakan orang tersebut dan menghormati mereka sama dengan
menghormatinya. Oleh sebab ini, Jarir -raḍiyallāhu 'anhu- memandang
memuliakan mereka ini termasuk memuliakan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam-. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3043 |
|
Hadith 122 الحديث
الأهمية: الكبائر: الإشراك بالله، وعقوق
الوالدين، وقتل النفس، واليمين الغموس
Tema: Dosa-dosa besar itu ialah menyekutukan
Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa, dan sumpah palsu. |
عن عبد الله بن عمرو بن العاص -رضي الله
عنهما- عن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: «الكبائر: الإشراك بالله،
وعُقُوق الوالدين، وقتل النفس، واليمين الغَمُوس».
Abdullah bin 'Amr bin Al-Āṣ
-raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam-, bahwa beliau bersabda, "Dosa-dosa besar itu ialah menyekutukan
Allah, durhaka kepada kedua orang tua, membunuh jiwa, dan sumpah palsu."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
يتناول هذا الحديث عددًا من الذنوب التي
وصفت بأنها من الكبائر، وسميت بذلك لضررها الكبير على فاعلها وعلى الناس في
الدنيا والآخرة.
فأولها
"الإِشرَاكُ بِالله": أي: الكفر بالله بأن، يعبد معه غيره ويجحد عبادة ربه.
وثانيها
"عُقُوقُ الوَالِدَينِ": والعقوق حقيقته: أن يفعل مع والديه أو مع أحدهما،
ما يتأذى به عرفاً، كعدم احترامهما وسبهما وعدم القيام عليهما ورعايتهما
عند حاجتهم إلى الولد.
وثالثها
"قَتْل النَّفْس": بغير حق كالقتل ظلماً وعدواناً، أما إذا استحق الشخص
القتل بحق من قصاص وغيره فلا يدخل في معنى هذا الحديث.
ثم خُتِم
الحديث بالترهيب من "اليَمِين الغَمُوسُ": وسُمِيت بالغموس لأنَّها تغمس
صاحبها في الإِثم أو في النار؛ لأنه حلف كاذباً على علم منه.
Hadis ini mengkaji sejumlah dosa yang
dideskripsikan sebagai dosa-dosa besar. Dinamakan demikian karena
bahayanya yang besar terhadap pelakunya dan kepada manusia lainnya di
dunia dan akhirat. Pertama: "Menyekutukan Allah" yaitu kufur kepada
Allah dengan menyembah selain-Nya bersama-Nya, dan mengingkari ibadah
kepada Rabb-nya. Kedua: "Durhaka kepada kedua orang tua." Hakikat
durhaka adalah melakukan tindakan yang menurut kebiasaan dapat menyakiti
kedua orang tuanya atau salah satunya, seperti tidak menghormati
keduanya, mencela mereka, tidak mengurus dan memelihara mereka saat
mereka membutuhkannya. Ketiga: "Membunuh jiwa," yakni membunuhnya
tanpa hak, seperti membunuh secara zalim atau karena permusuhan. Adapun
jika seseorang berhak untuk dibunuh dengan benar berupa kisas dan
lainnya, maka tidak masuk ke dalam makna hadis ini. Selanjutnya,
hadis ini diakhiri dengan ancaman terhadap sumpah palsu. Sumpah palsu
dinamakan "al-gamūs" (yang menenggelamkan) karena menenggelamkan
pelakunya dalam dosa atau dalam neraka, lantaran ia bersumpah dengan
dusta padahal dia mengetahuinya. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Bukhari]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3044 |
|
Hadith 123 الحديث
الأهمية: أفضل الجهاد كلمة عدل عند سلطان جائر
Tema: Jihad paling utama adalah
(menyampaikan) kata-kata adil di hadapan penguasa yang zalim. |
عن أبي سعيد الخدري -رضي الله عنه- عن
النبيِّ -صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم- قَالَ: «أفضل الجهاد كلمة عَدْلٍ
عند سُلْطَانٍ جَائِر».
Dari Abu Sa'īd Al-Khudri -raḍiyallāhu
'anhu-, dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau bersabda,
"Jihad paling utama adalah (menyampaikan) kata-kata adil di hadapan
penguasa yang zalim."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
يبين النبي -صلى الله عليه وسلم- أن
أعظم جهاد المرء أن يقول كلمة حق عن صاحب سلطة ظالم؛ لأنه ربما ينتقم منه
بسببها ويؤذيه أو يقتله، فالجهاد يكون باليد كقتال الكفار، وباللسان
كالإنكار على الظلمة، وبالقلب كجهاد النفس.
Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- menjelaskan bahwa jihad paling agung bagi seseorang adalah
mengatakan perkataan yang benar mengenai penguasa zalim (di sisinya),
karena mungkin saja penguasa tersebut membalas dendam kepadanya karena
kata-kata itu dan menyakitinya atau membunuhnya. Jadi jihad itu bisa
dengan tangan seperti memerangi orang-orang kafir; bisa juga dengan
lisan seperti mengingkari kezaliman; dan bisa juga dengan hati seperti
jihad melawan diri sendiri. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Ibnu Mājah -
Diriwayatkan oleh Tirmiżi - Diriwayatkan oleh Abu Daud - Diriwayatkan
oleh Ahmad]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3045 |
|
Hadith 124 الحديث
الأهمية: أن أم حبيبة استحيضت سبع سنين، فسألت
رسول الله -صلى الله عليه وسلم- عن ذلك؟ فأمرها أن تغتسل
Tema: Sesungguhnya Ummu Ḥabībah menderita
istihadah selama tujuh tahun. Lantas ia bertanya kepada Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengenai hal itu, maka beliau menyuruhnya
untuk mandi. |
عن عائشة -رضي الله عنها- قالت: "إن أم
حبيبة اسْتُحِيضَتْ سبع سنين، فسألت رسول الله -صلى الله عليه وسلم- عن
ذلك؟ فأمرها أن تغتسل، قالت: فكانت تغتسل لكل صلاة".
Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhā-, dia
berkata, "Sesungguhnya Ummu Ḥabībah menderita istihadah selama tujuh
tahun. Lantas ia bertanya kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- mengenai hal itu. Beliau menyuruhnya untuk mandi. (Aisyah)
berkata, "Ia pun mandi setiap (mau) salat."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
أمر النبي -صلى الله عليه وسلم- أم
حبيبة حين سألته عن ما يلزمها في استحاضتها أن تغتسل، فكانت تغتسل لكل
صلاة، وقد كانت استحيضت سبع سنين، والاستحاضة أمر عارض قليل في النساء،
والأصل هو الحيض الذي يكون في أيام معدودة في الشهر وتصحبه علامات يعرفها
النساء.
وكانت
تغتسل لكل صلاة تطوعًا منها.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
menyuruh Ummu Ḥabībah untuk mandi saat dia bertanya kepada beliau
tentang apa yang harus dilakukannya saat istihaḍah. Ia pun mandi setiap
(mau) salat. Dia menderita istihadah tujuh tahun. Istihaḍah adalah
kondisi insidentil pada wanita. Pada asalnya mereka mengalami menstruasi
pada hari-hari tertentu dalam sebulan yang dibarengi dengan tanda-tanda
tertentu yang diketahui oleh para wanita. Ummu Ḥabībah mandi setiap akan
salat adalah karena taṭawwu' (sukarela) saja. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3046 |
|
Hadith 125 الحديث
الأهمية: لا يبولن أحدكم في الماء الدائم الذي لا
يجري، ثم يغتسل منه
Tema: Janganlah sekali-kali salah seorang
dari kalian kencing di air yang diam yaitu air yang tidak mengalir lalu
mandi darinya! |
عن أبي هريرة -رضي الله عنه- مرفوعاً:
"لا يَبُولَنَّ أحَدُكم في الماء الدَّائِم الذي لا يجْرِي, ثمَّ يَغتَسِل
مِنه".
وفي
رواية: "لا يغتسل أحدكُم في الماء الدَّائم وهو جُنُب".
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-
secara marfū': "Janganlah sekali-kali salah seorang dari kalian kencing
di air yang diam yaitu air yang tidak mengalir lalu mandi darinya!"
Dalam riwayat lain disebutkan: "Janganlah sekali-kali salah seorang
diantara kalian mandi di air yang diam, sedangkan dia dalam keadaan
junub!"
Penjelasan Hadits بيان الحديث
نهى النبي -صلى الله عليه وسلم- عن
البول في الماء الراكد الذي لا يجري؛ لأن ذلك يقتضي تلوثه بالنجاسة
والأمراض التي قد يحملها البول فتضر كل من استعمل الماء، وربما يستعمله
البائل نفسه فيغتسل منه، فكيف يبول بما سيكون طهورًا له فيما بعد.
كما نهى
عن اغتسال الجنب في الماء الراكد؛ لأن ذلك يلوث الماء بأوساخ وأقذار
الجنابة.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
melarang kencing di air yang diam yaitu air yang tidak mengalir, karena
hal itu akan menyebabkan air tersebut tercemari oleh najis dan
penyakit-penyakit yang dibawa air kencing, sehingga membahayakan setiap
orang yang menggunakan air itu. Mungkin saja orang yang kencing itu akan
menggunakannya dan mandi darinya (di lain waktu). Lantas, bagaimana dia
kencing di air yang nantinya akan dijadikan alat untuk bersuci baginya?
Sebagaimana beliau melarang mandi janabah (mandi besar) di air yang diam
karena hal itu akan mencemari air dengan kotoran-kotoran dan dekil-dekil
janabah. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim - Muttafaq
'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3047 |
|
Hadith 126 الحديث
الأهمية: استوصوا بالنساء خيرا؛ فإن المرأة خلقت
من ضلع، وإن أعوج ما في الضلع أعلاه، فإن ذهبت تقيمه كسرته، وإن تركته، لم
يزل أعوج، فاستوصوا بالنساء
Tema: Berbuat baiklah kalian kepada para
wanita, karena seorang wanita diciptakan dari tulang rusuk. Dan
sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah bagian atasnya;
jika engkau berusaha meluruskannya, maka kamu akan mematahkannya, dan
jika engkau biarkan saja, maka ia tetap bengkok. Oleh sebab itu, berbuat
baiklah kalian kepada para wanita |
عن أبي هريرة -رضي الله عنه- قال: قال
رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «اسْتَوْصُوا بالنِّساءِ خَيْرًا؛ فَإِنَّ
المرأة خُلِقَتْ مِن ضِلعٍ، وَإنَّ أعْوَجَ مَا في الضِّلَعِ أعْلاهُ،
فَإنْ ذَهَبتَ تُقيمُهُ كَسَرْتَهُ، وإن تركته، لم يزل أعوج، فاستوصوا
بالنساء».
وفي
رواية: «المرأة كالضِّلَعِ إنْ أقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا، وَإن اسْتَمتَعْتَ
بها، استمتعت وفيها عوَجٌ».
وفي
رواية: «إنَّ المَرأةَ خُلِقَت مِنْ ضِلَع، لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى
طَريقة، فإن استمتعت بها استمتعت بها وفيها عوج، وإنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا
كَسَرْتَها، وَكَسْرُهَا طَلاَقُهَا».
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-,
ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Berbuat
baiklah kalian kepada para wanita, karena seorang wanita diciptakan dari
tulang rusuk. Dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok adalah
bagian atasnya; jika engkau berusaha meluruskannya, maka engkau akan
mematahkannya, dan jika engkau biarkan saja, maka ia tetap bengkok. Oleh
sebab itu, berbuat baiklah kepada para wanita." Dalam redaksi lain,
"Wanita itu seperti tulang rusuk; jika engkau meluruskannya, maka engkau
akan mematahkannya. Dan jika kamu bersenang-senang dengannya, engkau
dapat bersenang-senang dengannya, sedangkan di dalamnya ada
kebengkokan." Dalam riwayat lain, "Sesungguhnya wanita itu diciptakan
dari tulang rusuk. Engkau tiada bisa meluruskannya dengan satu cara;
jika engkau bersenang-senang dengannya, engkau dapat bersenang-senang
dengannya, sedangkan di dalamnya ada kebengkokan. Dan jika kamu berusaha
meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya. Patahnya wanita adalah
menceraikannya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
أخبر أبو هريرة -رضي الله عنه- في
معاشرة النساء أن النبي -صلى الله عليه وسلم- قال: اقبلوا هذه الوصية التي
أوصيكم بها، وذلك أن تفعلوا خيرًا مع النساء؛ لأن النساء قاصرات في العقول،
وقاصرات في الدين، وقاصرات في التفكير، وقاصرات في جميع شؤونهن، فإنهن خلقن
من ضلع.
وذلك أن
آدم -عليه الصلاة والسلام- خلقه الله من غير أب ولا أم، بل خلقه من تراب،
ثم قال له كن فيكون، ولما أراد الله -تعالى- أن يبث منه هذه الخليقة، خلق
منه زوجه، فخلقها من ضلعه الأعوج، فخلقت من الضلع الأعوج، والضلع الأعوج إن
استمتعت به استمتعت به وفيه العوج، وإن ذهبت تقيمه انكسر.
فهذه
المرأة أيضا إن استمتع بها الإنسان استمتع بها على عوج، فيرضى بما تيسر،
وإن أراد أن تستقيم فإنها لن تستقيم، ولن يتمكن من ذلك، فهي وإن استقامت في
دينها فلن تستقيم فيما تقتضيه طبيعتها، ولا تكون لزوجها على ما يريد في كل
شيء، بل لابد من مخالفة، ولابد من تقصير، مع القصور الذي فيها، فإن ذهبت
تقيمها كسرتها وكسرها طلاقها، ومعناه أنك إن حاولت أن تستقيم لك على ما
تريد فلا يمكن ذلك، وحينئذ تسأم منها وتطلقها.
Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-
memberitahukan tips memperlakukan para wanita (istri); bahwa Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Terimalah wasiatku yang aku
wasiatkan kepada kalian, yaitu hendaklah kalian memperlakukan wanita
dengan baik, karena wanita -pada umumnya- pendek akalnya, kurang dalam
menjalankan agama, pendek cara berfikirnya dan kurang dalam segala hal,
karena memang mereka diciptakan dari tulang rusuk. Karena Nabi Adam
diciptakan oleh Allah tanpa ayah dan tanpa ibu, tetapi dia diciptakan
dari tanah. Allah berkata kepada tanah tersebut, "jadilah, maka diapun
jadi (Adam). Ketika Allah berkehendak memperbanyak makhluk ini, maka
Allah menciptakan istrinya dari bagian tubuhnya. Maka Allah
menciptakannya dari tulang rusuk yang bengkok. Jika engkau
bersenang-senang dengannya, engkau dapat bersenang-senang dengannya, dan
kebengkokannya masih tetap ada, dan jika kamu meluruskannya, maka dia
akan patah. Jika wanita diajak bersenang-senang apa adanya maka ia bisa
bersenang-senang dalam kondisi bengkok itu, sehingga ia puas dengan
kondisi apa adanya. Jika hendak meluruskannya, maka dia sesungguhnya
tidak akan bisa lurus dan tidak mungkin bisa lurus. Seorang wanita jika
baik agamanya, maka ia tidak akan bisa lurus dalam hal tabiat
pembawaannya dan tidak bisa menuruti semua keinginan suaminya, pasti ada
perbedaan dan kekurangan. Dengan kekurangan yang ada padanya, jika kamu
ingin untuk meluruskannya, maka engkau akan mematahkannya. Dan
mematahkannya itu adalah menceraikannya." Artinya, jika kamu berusaha
meluruskannya agar menuruti kemauanmu, maka itu tidak mungkin. Dan saat
itu engkau merasa bosan dengannya, dan akhirnya menceraikannya. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim - Muttafaq
'alaih dengan dua riwayatnya]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3049 |
|
Hadith 127 الحديث
الأهمية: أن رسول الله
-صلى الله عليه وسلم- رأى رجلًا معتزلًا، لم يصل في القوم، فقال: يا
فلان، ما منعك أن تصلي في القوم؟ فقال: يا رسول الله أصابتني جنابة، ولا
ماء، فقال: عليك بالصعيد، فإنه يكفيك
Tema: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- melihat seorang lelaki mengasingkan diri, dia tidak salat
bersama orang banyak. Beliau bertanya, “Wahai fulan, apa yang
menghalangimu untuk salat bersama orang-orang?” Dia menjawab, "Wahai
Rasulullah, aku sedang junub dan tidak ada air (untuk bersuci)." Beliau
bersabda, “Pakailah debu (tayamum) karena sesungguhnya itu cukup
bagimu.” |
عن عمران بن حصين -رضي الله عنهما- أن
رسول الله -صلى الله عليه وسلم- رأى رجلًا مُعتزلًا، لم يُصَلِّ في القوم،
فقال: (يا فلان، ما منعك أن تصلي في القوم؟) فقال: يا رسول الله أصابتني
جنابةٌ، ولا مَاءَ، فقال: (عليك بالصَّعِيدِ، فإنه يَكْفِيَكَ).
Tema: Dari 'Imrān bin Ḥuṣain -raḍiyallāhu
'anhumā-, bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melihat
seorang lelaki mengasingkan diri, dia tidak salat bersama orang banyak.
Beliau bertanya, “Wahai fulan, apa yang menghalangimu untuk salat
bersama orang-orang?” Dia menjawab, "Wahai Rasulullah, aku sedang junub
dan tidak ada air (untuk bersuci)." Beliau bersabda, “Pakailah debu
(tayamum) karena sesungguhnya itu cukup bagimu.”
Penjelasan Hadits بيان الحديث
صلى النبي -صلى الله عليه وسلم-
بالصحابة صلاة الصبح، فلما فرغ من صلاته رأى رجلا لم يصل معهم، فكان من
كمال لطف النبي -صلى الله عليه وسلم-، وحسن دعوته إلى الله، أنه لم يعنفه
على تخلفه عن الجماعة، حتى يعلم السبب في ذلك، فقال: يا فلان، ما منعك أن
تصلى مع القوم؟، فشرح عذره -في ظنه- للنبي -صلى الله عليه وسلم- بأنه قد
أصابته جنابة ولا ماء عنده، فأخر الصلاة حتى يجد الماء ويتطهر، فقال -صلى
الله عليه وسلم- إن الله تعالى قد جعل لك -من لطفه- ما يقوم مقام الماء في
التطهر، وهو الصعيد، فعليك به، فإنه يكفيك عن الماء.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
menunaikan salat Subuh bersama para sahabat. Seusai salat beliau melihat
seorang lelaki tidak mengerjakan salat bersama mereka, dan karena
sempurnanya kelembutan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta cara
dakwah beliau yang baik, beliau sama sekali tidak berlaku kasar
kepadanya karena ketidak ikut sertaannya melakukan salat berjamaah
hingga beliau mengetahui penyebabnya. Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- bertanya, “Wahai fulan, apa yang menghalangimu salat bersama
orang-orang?” Kemudian dia menjelaskan alasannya kepada Nabi -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- bahwa dirinya sedang junub dan ia tidak memiliki air,
sehingga ia terpaksa menunda salat sampai menemukan air untuk bersuci.
Beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bersabda, “Sesungguhnya
karena kemurahan-Nya, Allah -Ta'ālā- telah menjadikan bagimu sesuatu
sebagai pengganti air untuk bersuci yaitu debu, maka gunakanlah debu
itu, karena sesungguhnya itu cukup bagimu sebagai pengganti air." |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3051 |
|
Hadith 128 الحديث
الأهمية: أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أتى
منى، فأتى الجمرة فرماها، ثم أتى منزله بمنى ونحر، ثم قال للحلاق: خذ،
وأشار إلى جانبه الأيمن، ثم الأيسر، ثم جعل يعطيه الناس
Tema: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- datang ke Mina lalu menuju jamrah kemudian melemparnya. Setelah
itu beliau menuju tempat tinggalnya di Mina dan menyembelih hewan
kurban. Selanjutnya beliau bersabda kepada tukang cukur, "Cukurlah,"
sambil memberi isyarat ke kepala beliau bagian kanan lalu bagian kiri.
Setelah itu beliau memberikan rambutnya kepada orang-orang. |
عن أنس بن مالك -رضي الله عنه- أن رسول
الله -صلى الله عليه وسلم- أتى مِنَى، فأتى الجَمْرَةَ فرماها، ثم أتى
منزله بمِنَى ونحر، ثم قال للحلاق: «خُذْ» وأشار إلى جانبه الأيمن، ثم
الأيسر، ثم جعل يعطيه الناسَ.
وفي
رواية: لما رمى الجَمْرَةَ، ونحر نُسُكَهُ وحلق، ناول الحلاق شِقَّهُ
الأيمن فحلقه، ثم دعا أبا طلحة الأنصاري -رضي الله عنه- فأعطاه إياه، ثم
ناوله الشِّقَّ الأَيْسَرَ، فقال: «احْلِقْ»، فحلقه فأعطاه أبا طلحة، فقال:
«اقْسِمْهُ بين الناس».
Dari Anas bin Malik -raḍiyallāhu
'anhu- bahwasanya Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- datang ke
Mina lalu menuju jamrah kemudian melemparnya. Setelah itu beliau menuju
tempat tinggalnya di Mina dan menyembelih (hadyu). Selanjutnya beliau
bersabda kepada tukang cukur, "Cukurlah," sambil memberi isyarat ke
kepala beliau bagian kanan lalu bagian kiri. Setelah itu beliau
memberikan rambutnya kepada orang-orang. Dalam riwayat lain
disebutkan, "Ketika beliau sudah melempar jumrah, menyembelih (hadyu),
dan bercukur, beliau menyodorkan kepala bagian kanan ke tukang cukur
lalu ia mencukurnya, lalu beliau memanggil Abu Ṭalḥah Al-Anṣāri
-raḍiyallāhu 'anhu- kemudian memberikan rambutnya kepadanya. Selanjutnya
beliau menyodorkan kepala bagian kiri kepada tukang cukur lalu bersabda,
"Cukurlah," Tukang cukur pun memotongnya lalu beliau memberikan
rambutnya kepada Abu Ṭalḥah seraya bersabda, "Bagikan rambut ini kepada
orang-orang."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
لما أتى النبي -صلى الله عليه وسلم- في
حجة الوداع إلى منى يوم العيد رمى الجمرة، ثم ذهب إلى منزله ونحر هديه، ثم
دعا بالحلاَّق فحلق رأسه؛ وأشار -صلى الله عليه وسلَّم- إلى الشق الأيمن
فبدأ الحلاَّق بالشقِّ الأيمن، ثم دعا أبا طلحة -رضي الله عنه الأنصاري-
وأعطاه شعر الشق الأيمن كله، ثم حلق بقية الرأس، ودعا أبا طلحة وأعطاه
إياه، وقال: "اقسمه بين الناس" فقسمه، فمن الناس من ناله شعرة واحدة، ومنهم
من ناله شعرتان، ومنهم من ناله أكثر حسب ما تيسر؛ وذلك لأجل التبرك بهذا
الشعر الكريم؛ شعر النبي -صلى الله عليه وسلم-.
وهذا جائز
وخاص بآثاره -صلى الله عليه وسلم-.
Saat Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- melaksanakan haji wada, beliau datang ke Mina pada hari raya
kurban lalu melempar jamrah. Selanjutnya beliau kembali ke tempat
tinggalnya dan menyembelih hadyunya. Lantas beliau memanggil tukang
cukur, lalu ia pun mencukur beliau. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
memberi isyarat ke kepala bagian kanan. Tukang cukur pun mulai mencukur
kepala bagian kanan. Selanjutnya beliau memanggil Abu Ṭalḥah Al-Anṣāri
-raḍiyallāhu 'anhu- dan memberikan rambut kepala bagian kanan seluruhnya
kepadanya. Lantas tukang cukur itu mencukur bagian lainnya dari kepala
(bagian kiri) dan beliau memanggil Abu Ṭalḥah serta menyerahkan
rambutnya kepadanya seraya bersabda, "Bagikan rambut ini kepada
orang-orang." Maka diapun membagikannya. Ada orang yang mendapatkan satu
helai rambut. Ada yang memperoleh dua helai rambut. Ada juga yang
mendapatkan lebih dari itu sesuai dengan kemudahannya. Hal ini demi
mendapatkan keberkahan dari rambut yang mulia, yaitu rambut Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Ini boleh dan hanya berlaku khusus untuk
peninggalan-peninggalan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim dengan dua
riwayatnya]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3052 |
|
Hadith 129 الحديث
الأهمية: إن الدنيا حُلوة خَضِرَة، وإن الله
مستخلفكم فيها فينظر كيف تعملون، فاتقوا الدنيا واتقوا النساء؛ فإن أول
فتنة بني إسرائيل كانت في النساء
Tema: Sesungguhnya dunia itu manis dan
hijau, dan sesungguhnya Allah -'Azza wa Jalla- menjadikan kalian
khalifah untuk mengelola apa yang ada di dalamnya, lalu Dia melihat
bagaimana kalian berbuat. Oleh karena itu, berhati-hatilah kalian
terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena sesungguhnya
fitnah pertama terjadi pada Bani Israel adalah karena wanita! |
عن أبي سعيد الخدري -رضي الله عنه- عن
النبيِّ -صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم- قَالَ: «إن الدنيا حُلْوَةٌ
خَضِرَةٌ، وإن الله مُسْتَخْلِفُكُمْ فيها فينظرَ كيف تعملون، فاتقوا
الدنيا واتقوا النساء؛ فإن أول فتنة بني إسرائيل كانت في النساء».
Dari Abu Sa'īd al-Khudri -raḍiyallāhu
'anhu- dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, beliau bersabda,
"Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau, dan sesungguhnya Allah -'Azza
wa Jalla- menjadikan kalian khalifah untuk mengelola apa yang ada di
dalamnya, lalu Dia melihat bagaimana kalian berbuat. Oleh karena itu,
berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap
wanita, karena sesungguhnya fitnah pertama terjadi pada Bani Israel
adalah karena wanita!"
Penjelasan Hadits بيان الحديث
شبَّه النبي -صلى الله عليه وسلم-
الدنيا بالفاكهة الحلوة الخضرة، للرغبة فيها والميل إليها، وأخبر أن الله
جعلنا خلفاء يخلف بعضنا بعضا فيها؛ فإنها لم تصل إلى قوم إلا بعد آخرين،
فينظر الله -تبارك وتعالى- كيف نعمل فيها هل نقوم بطاعته أم لا.
ثم أمرنا
النبي -صلى الله عليه وسلم- أن نحذر فتنة الدنيا وأن لا نغتر بها ونترك
أوامر الله -تعالى- واجتناب مناهيه فيها.
ولما كان
للنساء النصيب الأوفر في هذا الافتتان، نبَّه -صلى الله عليه وسلم- إلى
خطورة الافتتان بهن وإن كان داخلا في فتن الدنيا؛ وأخبر أن أول فتنة بني
إسرائيل كانت بسبب النساء، وبسببهن هلك كثير من الفضلاء.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
menyerupakan dunia dengan buah-buahan manis dan hijau karena disukai dan
menarik. Beliau juga mengabarkan bahwa Allah telah menjadikan kita
khalifah, sebagian kita menggantikan sebagian yang lain di dalamnya.
Kekhalifahan itu tidak akan sampai kepada suatu kaum kecuali setelah
kaum yang lainnya. Selanjutnya Allah -Tabāraka wa Ta'ālā- melihat
bagaimana kita berbuat di dalamnya, apakah kita menaati-Nya atau tidak.
Kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan kita untuk
berhati-hati terhadap fitnah dunia, dan jangan sampai kita teperdaya
olehnya dan meninggalkan perintah-perintah Allah -Ta'ālā-, dan
meninggalkan hal-hal yang di larang oleh-Nya di dunia itu. Mengingat
wanita memiliki peranan terbesar dalam fitnah ini, maka Nabi -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- memperingatkan bahaya fitnah mereka meskipun termasuk
dalam fitnah dunia. Beliau juga mengabarkan bahwa fitnah pertama kali
yang menimpa Bani Israel disebabkan oleh wanita. Disebabkan oleh wanita,
banyak orang-orang mulia yang binasa. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3053 |
|
Hadith 130 الحديث
الأهمية: من حلف على يمين ثم رأى أتقى لله منها
فليأت التقوى
Tema: Barangsiapa bersumpah lalu melihat ada
sesuatu yang lebih bernilai takwa kepada Allah, hendaknya ia mengambil
ketakwaan itu! |
عن أبي طَرِيف عدي بن حاتم -رضي الله
عنه- مرفوعاً: «مَن حَلَف على يَمِين ثم رأى أَتقَى لله مِنها فَلْيَأت
التَّقوَى».
Dari Abu Ṭarīf Adi bin Hātim
-raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū': Barangsiapa bersumpah lalu melihat
ada sesuatu yang lebih bernilai takwa kepada Allah, hendaknya ia
mengambil ketakwaan itu!
Penjelasan Hadits بيان الحديث
في الحديث: أنَّ من حلَف على ترك شيء،
أو فعله فرأى مخالفة ذلك خيرًا من الاستمرار على اليمين وأتقى، ترك يمينه
وفعل ما هو خير، على الاستحباب والندب، فإن كان المحلوف عليه مما يجب فعله
أو تركه كأن حلف ليتركنّ الصلاة أو ليشربنّ المسكر، وجب عليه الحنث
والإتيان بما هو التقوى من فعل المأمور به، وترك المنهيّ عنه.
Dalam hadis ini (disebutkan) bahwa
orang yang bersumpah untuk meninggalkan sesuatu atau mengerjakannya,
lalu ia melihat bahwa menyalahi sumpah itu lebih baik dan lebih bernilai
takwa daripada terus-menerus berpegang pada sumpahnya, hendaknya dia
meninggalkan sumpahnya dan melakukan apa yang baik dalam bentuk sunnah
dan anjuran. Seandainya yang dijadikan sumpah itu sesuatu yang harus
dikerjakan atau ditinggalkan, seperti bersumpah bahwa dia akan
meninggalkan salat atau minum minuman yang memabukkan, maka dia wajib
membatalkan (sumpahnya) dan melakukan ketakwaan, yaitu melakukan apa
yang diperintahkan dan meninggalkan apa yang dilarang. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3054 |
|
Hadith 131 الحديث
الأهمية: الحياء لا يأتي إلا بخير
Tema: Malu itu tidak membawa kecuali
kebaikan |
عن عمران بن حصين -رضي الله عنهما-
قَالَ: قَالَ رسولُ اللَّه -صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم-: «الحَيَاءُ لاَ
يَأْتِي إِلاَّ بِخَيرٍ».
وفي رواية
: «الحَيَاءُ خَيرٌ كُلُّهٌ» أو قال: «الحَيَاءُ كُلُّهُ خَيرٌ».
Dari Imran bin Hushain -raḍiyallāhu
'anhuma-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
bersabda, "Malu itu tidak membawa kecuali kebaikan." Dalam riwayat lain:
"Malu itu baik seluruhnya," atau beliau bersabda, "Malu itu seluruhnya
baik."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
الحياء صفة في النفس تحمل الإنسان على
فعل ما يجمل ويزين، وترك ما يدنس ويشين، فلذلك لا يأتي إلا بالخير، وسبب
ورود الحديث أن رجلًا كان ينصح أخاه في الحياء، وينهاه عن الحياء، فقال له
النبي -صلى الله عليه وسلم- هذا الكلام.
Malu merupakan sifat dalam jiwa yang
mendorong manusia melakukan apa yang indah dan bagus, dan meninggalkan
yang kotor dan buruk. Dengan demikian, malu tidak membawa kecuali
kebaikan. Sebab munculnya hadis ini adalah ketika ada seorang laki-laki
menasehati saudaranya terkait sifat malu, dan dia melarangnya dari sifat
malu tersebut. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda
kepadanya dengan ucapan ini. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim - Muttafaq
'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3055 |
|
Hadith 132 الحديث
الأهمية: اللهم لك أسلمت، وبك آمنت، وعليك توكلت،
وإليك أنبت، وبك خاصمت، اللهم أعوذ بعزتك لا إله إلا أنت أن تضلني، أنت
الحي الذي لا يموت، والجن والإنس يموتون
Tema: Ya Allah, hanya kepada-Mu aku berserah
diri, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakal, kepada-Mu aku
kembali, karena-Mu aku bertikai dengan musuh. Ya Allah, aku berlindung
dengan kemuliaan-Mu -tiada sesembahan yang benar selain Engkau- dari
Engkau sesatkan diriku. Engkau Maha hidup yang tidak akan mati, sedang
Jin dan manusia pasti mati. |
عن عبد الله بن عباس -رضي الله عنهما-
أن النبي -صلى الله عليه وسلم- كان يقول: «اللهم لك أَسْلَمْتُ، وبك آمنتُ،
وعليك توكلتُ، وإليك أَنَبْتُ، وبك خَاصَمْتُ، اللهم أعوذ بِعِزَّتِكَ لا
إله إلا أنت أن تُضِلَّنِي، أنت الحيُّ الذي لا يموتُ، والجِنُّ والإِنْسُ
يموتون».
Dari Abdullah bin Abbas -raḍiyallāhu
'anhumā- bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa mengucapkan,
"Ya Allah, hanya kepada-Mu aku berserah diri, kepada-Mu aku beriman,
kepada-Mu aku bertawakal, kepada-Mu aku kembali, karena-Mu aku bertikai
dengan musuh. Ya Allah, aku berlindung dengan kemuliaan-Mu -tiada
sesembahan yang benar selain Engkau- dari Engkau sesatkan diriku. Engkau
Maha hidup yang tidak akan mati, sedang Jin dan manusia pasti mati."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
يلتجئ النبي -صلى الله عليه وسلم- إلى
ربه ويتقرب إليه في الدعاء، فيخبر -صلى الله عليه وسلم- أنه إلى ربه انقاد،
وأنه فوَّض أمره كله لله ولم يعتمد على غيره، وأنه قد رجع إليه مقبلا عليه
بقلبه، وأنه بقوة الله ونصره وإعانته إياه حاجج أعداء الله بما آتاه من
البراهين والحجج، ثم يستعيذ النبي -صلى الله عليه وسلم- بغلبة الله ومنعته
أن يهلكه بعدم التوفيق للرشاد والهداية والسداد، ويؤكد ذلك بقوله لا إله
إلا أنت؛ فإنه لا يستعاذ إلا بالله، ثم يخبر النبي -صلى الله عليه وسلم- أن
لربه الحياة الحقيقية التي لا يأتيها الموت بحال، وأما الإنس والجن
فيموتون، وخصهما بالذكر؛ لأنهما المكلفان المقصودان بالتبليغ فكأنهما
الأصل.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
berlindung kepada Rabbnya dan mendekatkan diri kepada-Nya dalam doa ini.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberitahukan bahwa beliau tunduk
kepada Rabb-nya, menyerahkan semua perkaranya kepada Allah dan tidak
bergantung kepada selain-Nya, bahwa beliau telah kembali kepada-Nya
dengan sepenuh hati, bahwa dengan kekuatan dari Allah, pertolongan-Nya
dan bantuan-Nya beliau membantah musuh-musuh Allah dengan bukti dan
hujah yang Dia berikan kepada beliau. Kemudian Nabi -ṣallallāhu 'alaihi
wa sallam- berlindung dengan keperkasaan dan kedigdayaan-Nya dari Dia
binasakan beliau tanpa bimbingan pada kebenaran, petunjuk dan kelurusan.
Beliau menegaskan hal ini dengan mengucapkan, "Tiada sesembahan yang
benar selain Engkau; karena tidak boleh meminta perlindungan kepada
selain Allah. Selanjutnya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
mengabarkan bahwa Rabb memiliki kehidupan hakiki yang sama sekali tidak
disertai kematian. Adapun manusia dan jin pasti mati. Beliau secara
khusus menyebutkan dua makhluk ini karena keduanya adalah makhluk
mukalaf dan tujuan penyampaian risalah. Jadi seolah-olah keduanya adalah
makhluk pokok. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3056 |
|
Hadith 133 الحديث
الأهمية: اللهم إني أسألك الهدى والتقى والعفاف
والغنى
Tema: Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
kepada-Mu petunjuk, ketakwaaan, sifat ifah dan kecukupan. |
عن عبد الله بن مسعود -رضي الله عنه-
قال: كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يقول: «اللهم ِإنِّي أَسأَلُك
الهُدَى، والتُّقَى، والعَفَاف، والغِنَى».
Dari Abdullah bin Mas'ud -raḍiyallāhu
'anhu- ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sering
berdoa, "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu petunjuk,
ketakwaan, sifat ifah dan kecukupan."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
سأل النبي -صلى الله عليه وسلم- ربه
العلمَ والتوفيق للحق، وأن يُوفِّقه إلى امتثال ما أمر به وترك ما نهى عنه،
وأن يعفه عن كل ما حرَّم عليه فيما يتعلق بجميع المحارم التي حرَّمها -عز
وجل-، وسأله كذلك الغنى عن الخلق، بحيث لا يفتقر إلى أحد سوى ربَّه -عز
وجل-.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
memohon kepada Rabb agar beliau dianugerahi ilmu dan petunjuk pada
kebenaran, dibimbing untuk melaksanakan apa yang Dia perintahkan dan
meninggalkan apa yang Dia larang, dan dihindarkan dari segala yang Dia
haramkan. Beliau juga meminta kepada-Nya kecukupan dari makhluk,
sehingga beliau tidak membutuhkan seorang pun selain Rabb -'Azza wa
Jalla-. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3057 |
|
Hadith 134 الحديث
الأهمية: أستودع الله دينك، وأمانتك، وخواتيم
عملك
Tema: Aku titipkan kepada Allah
(pemeliharaan) agamamu, amanahmu dan akhir penutup amalmu
Penjelasan Hadits بيان الحديث
كَانَ ابنُ عمرَ -رضِيَ الله عنهما-
يَقُول لِلرَّجُل إِذَا أَرَادَ سَفَرًا: ادْنُ مِنِّي حَتَّى أُوَّدِعَكَ
كَمَا كَان رسولُ الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- يُوَدِّعُنَا، فَيقُول:
«أَسْتَوْدِعُ الله دِينَكَ، وَأَمَانَتَكَ، وَخَوَاتِيمَ عَمَلِكَ».
وعن عبد
الله بن يزيد الخطمي رضي الله عنه- قال: كَانَ رسُول الله -صلَّى الله عليه
وسلَّم- إِذَا أَرَادَ أَنْ يُوَدِّعَ الجَيشَ، قال: «أَسْتَودِعُ الله
دِينَكُم، وَأَمَانَتَكُم، وخَوَاتِيمَ أَعْمَالِكُم».
Dahulu Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-
biasa berkata kepada seseorang yang hendak melakukan sebuah perjalanan,
“Kemarilah, aku akan lepas kepergianmu sebagaimana Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melepas kami." Lalu dia berkata, “Aku
titipkan kepada Allah (pemeliharaan) agamamu, amanahmu dan akhir penutup
amalmu." Dan dari Abdullah bin Yazid Al Khaṭmi -raḍiyallāhu 'anhu-, ia
berkata, “Dahulu apabila Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
hendak melepas keberangkatan pasukan, maka beliau berdoa, “Aku titipkan
kepada Allah (pemeliharaan) agama kalian, amanah dan akhir penutup amal
kalian."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
كَانَ ابنُ عمرَ -رضِيَ الله عنهما-
يَقُول لِلرَّجُل إِذَا أَرَادَ سَفَرًا: ادْنُ مِنِّي حَتَّى أُوَّدِعَكَ
كَمَا كَان رسولُ الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- يُوَدِّعُنَا، وهذا من ابن
عمر بيان لكمال حرص الصحابة -رضي الله عنهم- على التزام هدي رسول الله -صلى
الله عليه وسلم-، وقوله: (إذا ودع رجلا) أي مسافرا، (أخذ بيده فلا يدعها):
وهذا ما جاء في بعض الروايات، أي: فلا يترك يد ذلك الرجل من غاية التواضع
ونهاية إظهار المحبة والرحمة.
ويقول
-صلى الله عليه وسلم-: أي للمودع: "أستودع الله دينك" أي أستحفظ وأطلب منه
حفظ دينك.
و"أمانتك"
أي حفظ أمانتك، وهي شاملة لكل ما استحفظ عليه الإنسان من حقوق الناس وحقوق
الله من التكاليف، ولا يخلو الرجل في سفره ذلك من الاشتغال بما يحتاج فيه
إلى الأخذ والإعطاء والمعاشرة مع الناس، فدعا له بحفظ الأمانة والاجتناب عن
الخيانة، ثم إذا انقلب إلى أهله يكون مأمون العاقبة عما يسوءه في الدين
والدنيا.
وكان هذا
من هديه أيضاً -صلى الله عليه وسلم- إذا أراد توديع الجماعة الخارجة للقتال
في سبيل الله يودعهم بهذا
الدعاء الجامع ليكون أدعى إلى إصابتهم التوفيق والسداد والتغلب على الأعداء
والحفاظ على فرائض الله في الغزو.
Dahulu Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā-
biasa berkata kepada orang yang hendak melakukan safar, “Kemarilah, aku
akan lepas kepergianmu sebagaimana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- melepas kami. Ini adalah penjelasan dari Ibnu Umar tentang
kesempurnaan tekad para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- dalam mengikuti
petunjuk Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Perkataannya, "iża
wada'a rajulan" yakni apabila ia melepas seseorang yang hendak melakukan
suatu perjalanan. "Akhaża biyadihi, falā yada'uhā", ia memegang
tangannya dan tidak melepaskannya. Ini disebutkan dalam beberapa riwayat
lain, yakni ia tidak melepaskan tangan orang tersebut karena sangat
tawadu serta ungkapan rasa cinta dan kasih sayang. Dan Nabi -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- bersabda, yakni kepada orang yang akan bepergian,
"Astaudi'ullāha dīnaka", Aku titipkan kepada Allah agamamu, yakni aku
memohon penjagaan dan meminta kepada-Nya agar menjaga agamamu. "Wa
amānataka", yakni menjaga amanahmu. Dan itu mencakup semua yang
diamanahkan kepada seseorang berupa hak-hak orang lain dan hak-hak Allah
dalam berbagai bentuk taklif (perintah dan larangan). Dalam melakukan
perjalanan, seseorang tidak mungkin terbebas dari kesibukan dengan apa
yang ia butuhkan dari menerima, memberi serta berinteraksi dengan orang
lain, maka beliau mendoakannya agar bisa menjaga amanah serta terhindar
dari berkhianat. Kemudian jika ia kembali kepada keluarganya, ia aman
dari apa yang dapat merusak agama dan dunianya. Ini juga merupakan
petunjuk dari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- ketika hendak melepas
pasukan yang berangkat untuk berperang di jalan Allah. Beliau melepas
mereka dengan doa tersebut agar mereka semua mendapatkan taufik dan
kemenangan atas musuh, serta penjagaan untuk dapat menunaikan
kewajiban-kewajiban yang Allah wajibkan dalam berperang. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Ibnu Mājah -
Diriwayatkan oleh Tirmiżi - Diriwayatkan oleh Nasā`i - Diriwayatkan oleh
Abu Daud - Diriwayatkan oleh Ahmad]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3058 |
|
Hadith 135 الحديث
الأهمية: ارجعوا إلى أهليكم، فأقيموا فيهم،
وعلموهم ومروهم، وصلوا صلاة كذا في حين كذا، وصلوا كذا في حين كذا، فإذا
حضرت الصلاة فليؤذن لكم أحدكم وليؤمكم أكبركم
Tema: Kembalilah kepada keluarga kalian,
tinggallah bersama mereka, ajari dan perintahkan mereka, kerjakanlah
oleh kalian salat ini pada waktu ini, dan kerjakanlah oleh kalian salat
ini pada waktu ini. Jika waktu salat sudah tiba, hendaklah salah seorang
dari kalian mengumandangkan azan dan yang paling tua di antara kalian
menjadi imam. |
عن أبي سليمان مالك بن الحويرث -رضي
الله عنه- قال: أَتَينَا رسُول الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- ونَحنُ
شَبَبَةٌ مُتَقَارِبُون، فَأَقَمْنَا عِندَهُ عِشْرِينَ لَيلَةً، وَكَان
رَسُولُ الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- رَحِيمًا رَفِيقًا، فَظَنَّ أَنَّا
قَدْ اشْتَقْنَا أَهْلَنَا، فَسَألَنا عمَّنْ تَرَكْنا مِنْ أَهلِنا،
فأَخبَرنَاه، فقال: «ارْجِعُوا إلى أَهْلِيكُم، فَأَقِيمُوا فيهم،
وَعَلِّمُوهُم وَمُرُوهُم، وَصَلُّوا صَلاَةَ كَذَا في حِينِ كذَا،
وصَلُّوا كَذَا في حِينِ كَذَا، فَإِذا حَضَرَتِ الصلاةُ فَلْيُؤذِّن لكم
أَحَدُكُم وَلْيَؤُمَّكُم أكبركم».
زاد
البخاري في رواية له: «وصَلُّوا كَمَا رَأَيتُمُونِي أُصَلِّي».
Dari Abu Sulaimān Mālik bin
al-Huwairiṡ -raḍiyallāhu 'anhu-, ia berkata, "Kami pernah mendatangi
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Saat itu kami adalah para
pemuda sebaya. Kami menetap bersama beliau selama dua puluh malam.
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah orang penyayang dan
ramah. Beliau mengira bahwa kami sudah merindukan keluarga kami. Lantas
beliau bertanya kepada kami mengenai keluarga yang kami tinggalkan. Kami
pun memberitahu beliau. Selanjutnya beliau bersabda, "Kembalilah kepada
keluarga kalian, tinggallah bersama mereka, ajari dan perintahkan
mereka, kerjakanlah oleh kalian salat ini pada waktu ini, dan
kerjakanlah oleh kalian salat ini pada waktu ini. Jika waktu salat sudah
tiba, hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan azan dan yang
paling tua di antara kalian menjadi imam." Imam Bukhari menambahkan
dalam riwayatnya, "Dan salatlah sebagaimana kalian melihatku salat."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
قال مالك -رضي الله عنه-: "أتينا رسول
الله -صلى الله عليه وسلم- ونحن شببة متقاربون"، وهذا في عام الوفود في
السنة التاسعة من الهجرة، وكانوا شبابا فأقاموا عند النبي -صلى الله عليه
وسلم- عشرين ليلة.
جاءوا من
أجل أن يتفقهوا في دين الله، قال مالك: "وكان رسول الله -صلى الله عليه
وسلم- رحيما رفيقا فظن أنا قد اشتقنا أهلنا" يعني اشتقنا إليهم، "فسألنا
عمن تركنا من أهلنا فأخبرناه فقال: ارجعوا إلى أهليكم فأقيموا فيهم وعلموهم
ومروهم وصلوا صلاة كذا في حين كذا، فإذا حضرت الصلاة فليؤذن لكم أحدكم
وليؤمكم أكبركم" زاد البخاري "وصلوا كما رأيتموني أصلي".
فدل هذا
أن النبي -صلى الله عليه وسلم- كان مشهورا بالرحمة والرفق، فكان أرحم الناس
بالناس، وكان أرفق الناس بالناس -عليه الصلاة والسلام- رحيما رفيقا، فلما
رأى أنهم اشتاقوا إلى أهلهم وسألهم من خلَّفوا وراءهم وأخبروه، أمرهم أن
يرجعوا إلى أهليهم.
"وليؤمكم
أكبركم" دليل على تقديم الكبير في الإمامة، وهذا لا ينافي قوله -عليه
الصلاة والسلام-: "يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله"؛ لأن هؤلاء الشباب كلهم
وفدوا في وقت واحد، والظاهر أنه ليس بينهم فرق بيِّن في قراءة القرآن،
وأنهم متقاربون ليس بعضهم أقرأ من بعض؛ ولهذا قال: "وليؤمكم أكبركم" لأنهم
متساوون في القراءة أو متقاربون، فإذا تساووا في القراءة والسنة والهجرة،
فإنه يرجع إلى الأكبر سنا ويقدمونه.
وفي قوله
-صلى الله عليه وسلم-: "صلوا كما رأيتموني أصلي" وهذا مؤكد لما كان عليه
الهدي النبوي من تعليم الناس بالقول وبالفعل.
فعلَّم
الذي صلَّى بغير طمأنينة بالقول قال: "إذا قمت إلى الصلاة فأسبغ الوضوء، ثم
استقبل القبلة، فكبر، ثم اقرأ ما تيسر معك من القرآن، ثم اركع" إلى آخره.
أما
هؤلاء الشباب فعلمهم بالفعل.
Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- berkata,
"Kami pernah mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Saat
itu kami adalah para pemuda sebaya." Ini terjadi pada tahun delegasi,
yaitu tahun kesembilan hijrah. Mereka adalah para pemuda lalu mereka
menetap bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- selama dua
puluh malam. Mereka datang untuk memperdalam agama Allah. Mālik berkata,
"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- adalah seorang penyayang dan
ramah. Beliau mengira bahwa kami sudah merindukan keluarga kami." Yakni,
kami telah merindukan mereka. "Lantas beliau bertanya kepada kami
mengenai keluarga yang kami tinggalkan. Kami pun memberitahu beliau.
Selanjutnya beliau bersabda, "Kembalilah kepada keluarga kalian,
tinggallah bersama mereka, ajari dan perintahkan mereka, dan kerjakanlah
oleh kalian salat ini pada waktu ini. Jika waktu salat sudah tiba,
hendaklah salah seorang dari kalian mengumandangkan adzan dan yang
paling tua diantara kalian menjadi imam." Imam Bukhari menambahkan dalam
riwayatnya, "Dan salatlah sebagaimana kalian melihatku salat." Ini
menunjukkan bahwa Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sudah
dikenal dengan kasih sayang dan keramahannya. Beliau adalah manusia
paling penyayang kepada manusia. Beliau adalah manusia paling ramah
kepada manusia. Penyayang dan ramah. Ketika beliau melihat bahwa mereka
sudah merindukan keluarga mereka, dan beliau pun bertanya kepada mereka
mengenai keluarga yang mereka tinggalkan, mereka pun memberitahukannya
kepada beliau. Lantas beliau menyuruh mereka untuk kembali pada keluarga
mereka. "Hendaknya orang yang paling tua di antara kalian menjadi imam."
Ini merupakan dalil mengutamakan orang tua menjadi imam, dan ini tidak
menafikan sabda Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Hendaknya
yang menjadi imam satu kaum adalah orang yang paling pandai membaca
Kitabullah," karena para pemuda itu seluruhnya datang dalam satu waktu,
dan secara gamblang tidak ada perbedaan yang jelas di antara mereka
dalam bacaan Alquran. Usia mereka yang berdekatan bukan berarti sebagian
dari mereka lebih pandai dalam membaca. Karena itulah beliau bersabda,
"Hendaknya orang yang paling tua di antara kalian menjadi imam." Sebab,
mereka itu sama dalam bacaan atau saling berdekatan. Jika mereka sama
dalam bacaan, usia dan hijrah, maka hal tersebut dikembalikan dan
diserahkan kepada orang yang paling tua usianya. Dalam sabda Nabi
Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Salatlah sebagaimana kalian
melihatku salat." Ini merupakan penegas mengenai petunjuk kenabian dalam
mengajari manusia dengan ucapan dan perbuatan. Nabi mengajarkan orang
yang salat tanpa ketenangan dengan ucapan. Beliau bersabda, "Jika engkau
melaksanakan salat, maka sempurnakan wudu. Lalu menghadaplah ke kiblat,
kemudian bertakbir. Setelah itu bacalah surat Alquran yang mudah bagimu,
setelah itu silakan rukuk," sampai akhir. Adapun para pemuda tersebut,
Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-mengajari mereka dengan
perbuatan. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3059 |
|
Hadith 136 الحديث
الأهمية: ما رأيت رسول الله -صلى الله عليه وسلم-
مستجمعًا قط ضاحكًا حتى ترى منه لهواته، إنما كان يتبسم
Tema: Aku tidak pernah melihat Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tertawa terbahak-bahak sampai terlihat
langit-langit mulutnya. Beliau hanya tersenyum saja. |
عن عائشة -رضي الله عنها- قالت: مَا
رَأَيتُ رسُول الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- مُسْتَجْمِعًا قَطُّ ضَاحِكًا
حَتَّى تُرَى مِنْهُ لَهَوَاتُهُ، إِنَّمَا كَانَ يَتَبَسَّم.
Dari Aisyah -raḍiyallāhu 'anhu- ia
berkata, "Aku tidak pernah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- tertawa terbahak-bahak sampai terlihat langit-langit mulutnya.
Beliau hanya tersenyum saja."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
حديث عائشة -رضي الله عنها- يصور بعض
جوانب الهدي النبوي في خُلُق الوقار والسكينة فقالت -رضي الله عنها-: "مَا
رَأَيتُ رسُول الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- مُسْتَجْمِعًا قَطُّ ضَاحِكًا
حَتَّى تُرَى مِنْهُ لَهَوَاتُهُ، إِنَّمَا كَانَ يَتَبَسَّم": تعني ليس
يضحك ضحكًا فاحشًا بقهقهة، يفتح فمَه حتى تبدو لهاته، ولكنه -صلى الله عليه
وسلم- كان يبتسم أو يضحك حتى تبدو نواجذه، أو تبدو أنيابه، وهذا من وقار
النبي -صلى الله عليه وسلم-.
Hadis Aisyah -raḍiyallāhu 'anha- ini
menggambarkan sebagian aspek petunjuk kenabian mengenai perangai
kewibawaan dan ketenangan. Aisyah -raḍiyallāhu 'anha- berkata, "Aku
tidak pernah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tertawa
terbahak-bahak sampai terlihat langit-langit lunak (mulutnya). Beliau
hanya tersenyum saja." Yakni, beliau sama sekali tidak pernah tertawa
terbahak-bahak dengan membuka mulutnya lebar-lebar hingga terlihat
langit-langit mulutnya. Beliau hanya tersenyum atau tertawa sampai
terlihat gigi gerahamnya atau tampak gigi taringnya. Ini termasuk sikap
wibawa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3060 |
|
Hadith 137 الحديث
الأهمية: بايعنا رسول الله -صلى الله عليه وسلم-
على السمع والطاعة في العسر واليسر، والمنشط والمكره، وعلى أثرة علينا،
وعلى أن لا ننازع الأمر أهله
Tema: Kami berbaiat kepada Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- untuk selalu mendengar dan taat dalam
kondisi sulit dan lapang, senang dan benci, serta dalam kondisi monopoli
atas kami, dan agar kami tidak merebut kekuasaan dari pemiliknya. |
عن عبادة بن الصامت -رضي الله عنه- قال:
بَايَعْنَا رسول الله -صلى الله عليه وسلم- على السَّمع والطَّاعَة في
العُسْر واليُسْر، والمَنْشَطِ والمَكْرَه، وعلَى أَثَرَةٍ عَلَينا، وعلى
أَن لاَ نُنَازِعَ الأَمْر أَهْلَه إِلاَّ أَن تَرَوْا كُفْراً بَوَاحاً
عِندَكُم مِن الله تَعَالى فِيه بُرهَان، وعلى أن نقول بالحقِّ أينَما
كُنَّا، لا نخافُ فِي الله لَوْمَةَ لاَئِمٍ.
Ubādah bin Aṣ-Ṣāmit -raḍiyallāhu
'anhu- mengatakan, "Kami berbaiat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi
wa sallam- untuk selalu mendengar dan taat dalam kondisi sulit dan
lapang, senang dan benci, serta dalam kondisi monopoli atas kami, dan
agar kami tidak merebut kekuasaan dari pemiliknya, kecuali bila kalian
melihat kekufuran yang terang dan kalian memiliki bukti perkara tersebut
dari Allah. Serta agar kami berani mengatakan kebenaran di mana pun kami
berada, tanpa takut terhadap celaan orang yang mencela dalam rangka
membela Allah."" style="display:yes" class="lity-show" style="width: 100%; background: rgba(255,255,255,0.9);border-radius:8px;-moz-border-radius:8px;-webkit-border-radius:8px;">
الأهمية: بايعنا) أي بايع الصحابة -رضي الله
عنهم- الرسول -صلى الله عليه وسلم- على السمع والطاعة؛ لأن الله -تعالى-
قال: (يا أيها الذين آمنوا أطيعوا الله وأطيعوا الرسول وأولي الأمر منكم)،
وبعده -صلى الله عليه وسلم- أولو الأمر طائفتان: العلماء والأمراء، لكن
العلماء أولياء أمر في العلم والبيان، وأما الأمراء فهم أولياء أمر في
التنفيذ والسلطان.
يقول: بايعناه على السمع والطاعة، وقوله: "في
العسر واليسر" يعني سواء كانت الرعية معسرة في المال أو كانت موسرة، يجب
على جميع الرعية أغنياء كانوا أوفقراء أن يطيعوا ولاة أمورهم ويسمعوا لهم
في المنشط والمكره، يعني سواء كانت الرعية كارهين لذلك لكونهم أمروا بما لا
تهواه ولا تريده أنفسهم أو كانوا نشيطين في ذلك؛ لكونهم أُمِروا بما
يلائمهم ويوافقهم. "وأثرة علينا"
أثرة يعني استئثارًا علينا، يعني لو كان ولاة الأمر يستأثرون على الرعية
بالمال العام أو غيره، مما يرفهون به أنفسهم ويحرمون من ولاهم الله عليهم،
فإنه يجب السمع والطاعة. ثم قال:
"وألا ننازع الأمر أهله" يعني لا ننازع ولاة الأمور ما ولاهم الله علينا،
لنأخذ الإمرة منهم، فإن هذه المنازعة توجب شرًّا كثيرًا، وفِتَنًا عظيمةً
وتفرقًا بين المسلمين، ولم يدمر الأمة الإسلامية إلا منازعة الأمر أهله، من
عهد عثمان -رضي الله عنه- إلى يومنا هذا.
قال: " إلا أن تروا كفرًا بواحًا عندكم فيه
من الله برهان" هذه أربعة شروط، فإذا رأينا هذا وتمت الشروط الأربعة فحينئذ
ننازع الأمر أهله، ونحاول إزالتهم عن ولاية الأمر، والشروط هي:
الأول: أن تروا، فلابد من علم، أما مجرد
الظن، فلا يجوز الخروج على الأئمة.
الثاني: أن نعلم كفرًا لا فسقًا، الفسوق،
مهما فسق ولاة الأمور لا يجوز الخروج عليهم؛ لو شربوا الخمر، لو زنوا، لو
ظلموا الناس، لا يجوز الخروج عليهم، لكن إذا رأينا كفرًا صريحًا يكون
بواحًا. الثالث: الكفر البواح:
وهذا معناه الكفر الصريح، البواح الشيء البين الظاهر، فأما ما يحتمل
التأويل فلا يجوز الخروج عليهم به، يعني لو قدرنا أنهم فعلوا شيئا نرى أنه
كفر، لكن فيه احتمال أنه ليس بكفر، فإنه لا يجوز أن ننازعهم أو نخرج عليهم،
ونولهم ما تولوا، لكن إذا كان بواحا صريحا، مثل: لو اعتقد إباحة الزنا وشرب
الخمر. الشرط الرابع: "عندكم فيه
من الله برهان"، يعني عندنا دليل قاطع على أن هذا كفر، فإن كان الدليل
ضعيفًا في ثبوته، أو ضعيفًا في دلالته، فإنه لا يجوز الخروج عليهم؛ لأن
الخروج فيه شر كثير جدا ومفاسد عظيمة.
وإذا رأينا هذا مثلا فلا تجوز المنازعة حتى
يكون لدينا قدرة على إزاحته، فإن لم يكن لدى الرعية
قدرة فلا تجوز المنازعة؛ لأنه ربما إذا نازعته الرعية وليس عندها
قدرة يقضي على البقية الصالحة، وتتم سيطرته.
فهذه الشروط شروط للجواز أو للوجوب -وجوب
الخروج على ولي الأمر- لكن بشرط أن تكون القدرة موجودة، فإن لم تكن القدرة
موجودة، فلا يجوز الخروج؛ لأن هذا من إلقاء النفس في التهلكة؛ لأنه لا
فائدة في الخروج.
Tema: "Kami berbaiat" artinya, para sahabat
-raḍiyallāhu 'anhum- berbaiat kepada Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- untuk selalu mendengar dan taat, karena Allah -Ta'ālā-
berfirman, "Hai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah
Rasul, dan ulil amri di antara kamu." Sepeninggal Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- ulil amri ada dua kelompok; ulama dan umara
(penguasa). Ulama adalah pemimpin dalam hal ilmu dan penjelasan agama,
sedang umara adalah pemimpin dalam kenegaraan dan kekuasaan. Ia
mengatakan, "Kami berbaiat untuk selalu mendengar dan taat."
Perkataannya, "Dalam kondisi sulit dan lapang", artinya baik rakyat
dalam kondisi kesulitan ekonomi atau dalam kondisi sejahtera, semua
rakyat baik kaya maupun miskin wajib menaati dan mendengar para pemimpin
mereka. Demikian pula dalam semangat (senang) dan malas (benci).
Maksudnya, baik rakyat dalam kondisi benci melakukan ketaatan itu karena
mereka diperintah melakukan sesuatu yang tidak disukai dan tidak
diinginkan jiwa mereka, atau mereka dalam kondisi semangat dan senang
karena diperintahkan melakukan sesuatu yang selaras dan sesuai keinginan
mereka. "Dan dalam kondisi monopoli atas kami", aṡarah artinya egois
(lebih mementingkan diri sendiri) atas kami. Maksudnya, seandainya para
pemimpin memonopoli harta publik dan lainnya yang mereka pergunakan
untuk kesenangan pribadi dan mereka tidak memberikannya pada rakyat yang
mereka pimpin, maka tetap wajib mendengar dan menaati. Kemudian ia
mengatakan, "Dan agar kami tidak merebut kekuasaan dari pemiliknya",
artinya kami tidak boleh merebut kekuasaan yang telah Allah berikan pada
para pemimpin untuk mengambil alih kepemimpinan tersebut. Sebab
perebutan ini mengakibatkan banyak keburukan, bencana-bencana besar, dan
perpecahan di kalangan kaum muslimin. Tidak ada yang menghancurkan umat
Islam selain perebutan kekuasaan dari pemiliknya, dari masa Uṡmān
-raḍiyallāhu 'anhu- hingga zaman kita ini. Beliau bersabda, "Kecuali
bila kalian melihat kekufuran yang terang dan kalian memiliki bukti
perkara tersebut dari Allah." Di sini ada empat syarat, apabila kita
melihat hal ini dan keempat syarat ini terpenuhi maka kita boleh merebut
kekuasaan dari pemiliknya dan kita berusaha melengserkan mereka dari
kepemimpinan. Syarat-syarat tersebut adalah: 1. "Kalian melihat
kekufuran", artinya, harus benar-benar yakin (tentang kekufuran mereka).
Adapun sekadar berdasarkan dugaan (asumsi) maka tidak boleh melakukan
pemberontakan kepada para penguasa. 2. Kita mengetahui dia melakukan
perbuatan kufur, bukan perbuatan fasik. Sebesar apa pun perbuatan fasik
yang dilakukan penguasa, tetap tidak boleh memberontak pada mereka.
Seandainya mereka minum khamar, berzina, dan menzalimi rakyat, tidak
boleh memberontak kepada mereka. Namun hal itu dibolehkan apabila kita
melihat perbuatan kufur yang jelas. 3. "Kekufuran yang terang",
artinya kekufuran yang jelas. "Al-Bawāh" adalah sesuatu yang terang dan
tampak. Adapun sesuatu yang mengandung kemungkinan takwil, maka tidak
boleh menjadi alasan memberontak kepada mereka. Artinya, seandainya
mereka melakukan sesuatu yang kita anggap sebuah kekufuran, akan tetapi
sesuatu ini mengandung kemungkinan lain yang bukan suatu kekufuran, maka
kita tidak boleh memerangi atau memberontak kepada mereka. Kita tetap
mengakui mereka sebagai pemimpin. Akan tetapi bila sesuatu tersebut
adalah perbuatan kufur yang jelas dan terang, seperti seandainya
penguasa meyakini kehalalan perbuatan zina dan minum khamar. 4.
"Kalian memiliki bukti perkara tersebut dari Allah", artinya, kita
mempunyai bukti yang pasti bahwa perbuatan itu suatu kekufuran. Jika
bukti tersebut lemah keberadaannya atau lemah dalam pembuktiannya, maka
tidak boleh memberontak kepada para pemimpin. Karena pemberontakan itu
mengandung banyak sekali keburukan dan kerusakan-kerusakan yang besar.
Apabila kita melihat kekufuran yang jelas misalnya, pun kita tidak serta
merta boleh merebut kekuasaan sampai kita memiliki kekuatan untuk
menyingkirkannya. Jika rakyat tidak memiliki kemampuan maka tidak boleh
merebut kekuasaan, karena bisa jadi apabila rakyat melancarkan
pemberontakan padahal mereka tidak memiliki kemampuan, justru
orang-orang yang baik akan dihabisi, dan penguasa tersebut semakin
diktator. Inilah syarat-syarat bolehnya atau wajibnya memberontak pada
penguasa, akan tetapi dengan syarat ada kemampuan. Jika tidak ada
kemampuan, maka tidak boleh memberontak, karena perbuatan ini termasuk
melemparkan diri dalam kebinasaan, mengingat tak ada keuntungan dalam
pemberontakan tersebut. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3061 |
|
Hadith 138 الحديث
الأهمية: صليت مع رسول الله -صلى الله عليه وسلم-
ركعتين قبل الظهر، وركعتين بعدها، وركعتين بعد الجمعة، وركعتين بعد المغرب،
وركعتين بعد العشاء
Tema: Aku salat bersama Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dua rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat
sesudahnya, dua rakaat setelah salat Jumat, dua rakaat setelah salat
Magrib dan dua rakaat setelah salat Isya. |
عن عبد الله بن عمر-رضي الله عنهما-
قال: «صَلَّيتُ معَ رسول الله -صلَّى الله عليه وسلم- رَكعَتَين قَبل
الظُّهر، وَرَكعَتَين بَعدَها، ورَكعَتَين بعد الجُمُعَةِ، ورَكعَتَينِ
بَعدَ المَغرِب، وَرَكعَتَينِ بَعدَ العِشَاء».
وفي لفظ:
«فأمَّا المغربُ والعشاءُ والجُمُعَةُ: ففي بَيتِه».
وفي لفظ:
أنَّ ابنَ عُمَر قال: حدَّثَتنِي حَفصَة: أنَّ النبِيَّ -صلَّى الله عليه
وسلم-: «كان يُصَلِّي سَجدَتَين خَفِيفَتَينِ بَعدَمَا يَطلُعُ الفَجر،
وكانت سَاعَة لاَ أَدخُلُ على النبيَّ -صلَّى الله عليه وسلم- فِيهَا».
Dari Abdullah bin Umar -raḍiyallāhu
'anhumā-, ia mengatakan, "Aku salat bersama Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- dua rakaat sebelum Zuhur, dua rakaat sesudahnya, dua
rakaat setelah salat Jumat, dua rakaat setelah salat Magrib dan dua
rakaat setelah salat Isya." Dalam redaksi lain, "Adapun (yang sesudah)
salat Magrib, Isya dan Jumat dikerjakan di rumah beliau." Dalam redaksi
lain, bahwa Ibnu Umar mengatakan, "Hafṣah bercerita kepadaku bahwa Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa salat dua rakaat yang singkat
setelah terbit fajar. Itu adalah waktu yang aku tidak menemui Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
في هذا الحديث بيان للسنن الراتبة
للصلوات الخمس، وذلك أن لصلاة الظهر أربع ركعات، ركعتين قبلها، وركعتين
بعدها، وأن لصلاة الجمعة ركعتين بعدها، وأن للمغرب ركعتين بعدها، وأن لصلاة
العشاء ركعتين بعدها وأن راتبتي صلاتي الليل، المغرب والعشاء، وراتبة الفجر
والجمعة كان يصليها الرسول -صلى الله عليه وسلم- في بيته.
وكان لابن
عمر -رضي الله عنهما- اتصال ببيت النبي -صلى الله عليه وسلم-؛ لمكان أخته
"حفصة" من النبي -صلى الله عليه وسلم-، فكان يدخل عليه وقت عباداته، ولكنه
يتأدَّب فلا يدخل في بعض الساعات، التي لا يُدخل على النبي -صلى الله عليه
وسلم- فيها، امتثالا لقوله -تعالى-: "يا أيها الذين آمنوا ليستأذنكم الذين
ملكت أيمانكم والذين لم يبلغوا الحلم منكم ثلاث مرات من قبل صلاه الفجر"
الآية، فكان لا يدخل عليه في الساعة التي قبل صلاة الفجر، ليرى كيف كان
النبي -صلى الله عليه وسلم- يصلي، ولكن -من حرصه على العلم- كان يسأل أخته
"حفصة" عن ذلك، فتخبره أنَّ النبي -صلى الله عليه وسلم- كان يصلى سجدتين
خفيفتين بعدما يطلع الفجر، وهما سنة صلاة الصبح.
Dalam hadis ini terdapat penjelasan
salat-salat sunah yang mengiringi salat wajib. Yakni salat Zuhur
memiliki empat rakaat salat sunah rawatib; 2 rakaat sebelumnya dan 2
rakaat sesudahnya; salat Jumat memiliki salat sunah rawatib 2 rakaat
sesudahnya; salat Magrib memiliki 2 rakaat sesudahnya dan salat Isya
memiliki 2 rakaat sesudahnya. Dan bahwa dua salat sunah rawatib yang
mengiringi dua salat malam, yakni Magrib dan Isya, salat rawatib Subuh
serta Jumat dikerjakan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di
rumah beliau. Ibnu Umar -raḍiyallāhu 'anhumā- akrab dengan kediaman
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengingat kedudukan
saudarinya, Hafṣah, yang menjadi istri Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam-. Sehingga ia sering masuk di waktu ibadah-ibadah beliau. Akan
tetapi ia bersikap santun dengan tidak masuk di sebagian waktu yang Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak biasa ditemui di waktu tersebut,
demi mengamalkan firman Allah, "Hai orang-orang yang beriman, hendaklah
budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang
belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam
satu hari) yaitu: sebelum salat Subuh...". Maka Ibnu Umar tidak menemui
beliau sebelum salat Subuh untuk melihat bagaimana Nabi salat. Tetapi
-lantaran semangatnya menuntut ilmu- ia bertanya pada saudarinya,
Hafṣah, tentang hal tersebut. Maka Hafṣah mengabarkan bahwa Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- biasa salat dua rakaat yang singkat
setelah fajar terbit. Dua rakaat tersebut adalah salat sunah rawatib
salat Subuh. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih dengan seluruh
riwayat-riwayatnya]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3062 |
|
Hadith 139 الحديث
الأهمية: كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- إذا
قام من الليل يشوص فاه بالسواك
Tema: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- biasa menggosok mulutnya dengan siwak ketika bangun pada malam
hari |
عن حذيفة بن اليمان -رضي الله عنهما-
قال: «كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- إِذَا قَام من اللَّيل يُشُوصُ
فَاهُ بِالسِّوَاك».
Dari Hużaifah bin Al-Yamān
-raḍiyallāhu 'anhu- ia berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- biasa menggosok mulutnya dengan siwak ketika bangun pada malam
hari."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
من محبة النبي -صلى الله عليه وسلم-
للنظافة وكراهته للرائحة الكريهة أنه كان إذا قام من نوم الليل الطويل الذي
هو مظنة تغير رائحة الفم دلك أسنانه -صلى الله عليه وسلم- بالسواك، ليقطع
الرائحة، ولينشط بعد مغالبة النوم على القيام؛ لأنَّ من خصائص السواك أيضا
التنبيه والتنشيط.
Di antara bentuk kecintaan Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- terhadap kebersihan dan ketidaksukaannya
kepada bau tidak sedap adalah apabila beliau bangun dari tidur malam
yang panjang yang merupakan masa terjadinya perubahan bau mulut, maka
beliau menggosok giginya dengan siwak untuk menghilangkan bau dan
membuatnya bersemangat setelah tidur nyenyak yang biasanya melalaikan
qiyamullail. Sebab, di antara kekhususan siwak adalah membuat terjaga
dan semangat. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3063 |
|
Hadith 140 الحديث
الأهمية: شكي إلى النبي -صلى الله عليه وسلم-
الرجل يخيَّل إليه أنه يجد الشيء في الصلاة، فقال: لا ينصرف حتى يسمع
صوتًا، أو يجد ريحًا
Tema: Dilaporkan kepada Nabi -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- tentang seorang laki-laki yang seolah-olah mendapati
sesuatu (kentut) ketika salat, maka beliau bersabda, “Dia tidak perlu
membatalkan salatnya sampai dia mendengar suara atau mencium bau". |
عن عبد الله بن زيد بن عاصم المازني
-رضي الله عنه- قال: (شُكِيَ إلى النبيِّ -صلى الله عليه وسلم- الرَّجلُ
يُخَيَّلُ إِليه أنَّه يَجِد الشَّيء في الصَّلاة، فقال: لا ينصرف حتَّى
يَسمعَ صَوتًا، أو يَجِد رِيحًا).
Tema: Dari Abdullah bin Zaid bin 'Āshim
al-Māzini -raḍiyallāhu 'anhu- ia berkata, "Dilaporkan kepada Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tentang seorang laki-laki yang
seolah-olah mendapati sesuatu (kentut) ketika salat, maka beliau
bersabda, “Dia tidak perlu membatalkan salatnya sampai dia mendengar
suara atau mencium bau".
Penjelasan Hadits بيان الحديث
هذا الحديث- كما ذكر النووي -رحمه الله-
من قواعد الإسلام العامة وأصوله التي تبنى عليها الأحكام الكثيرة الجليلة،
وهي أن الأصل بقاء الأشياء المتيقنة على حكمها، فلا يعدل عنها لمجرد الشكوك
والظنون، سواء قويت الشكوك، أو ضعفت، مادامت لم تصل إلى درجة اليقين أو
غلبة الظن، وأمثلة ذلك كثيرة لا تخفى، ومنها هذا الحديث، فما دام الإنسان
متيقنا للطهارة، ثم شك في الحدث فالأصل بقاء طهارته، وبالعكس فمن تيقن
الحدث، وشك في الطهارة فالأصل بقاء الحدث، ومن هذا الثياب والأمكنة، فالأصل
فيها الطهارة، إلا بيقين نجاستها، ومن ذلك عدد الركعات في الصلاة، فمن تيقن
أنه صلى ثلاثًا مثلًا، وشك في الرابعة، فالأصل عدمها، وعليه أن يصلي ركعة
رابعة، ومن ذلك من شك في طلاق زوجته فالأصل بقاء النكاح، وهكذا من المسائل
الكثيرة التي لا تخفى.
Hadis ini, sebagaimana diungkapkan
oleh Imam Nawawi -rahimahullah-, termasuk kaidah umum dan prinsip dasar
ajaran Islam yang menjadi landasan banyak hukum. Yakni, prinsip tetapnya
sesuatu yang telah diyakini berada dalam hukumnya, tidak beralih dari
hukum tersebut hanya disebabkan keraguan atau dugaan, baik keraguan
tersebut kuat atau lemah, selagi tidak mencapai tingkatan yakin atau
asumsi kuat. Contohnya banyak sekali, di antaranya hadis ini. Selagi
seseorang yakin telah bersuci kemudian ia ragu terhadap kemunculan
hadas, maka prinsipnya kesucian tersebut masih ada. Sebaliknya, siapa
yakin telah berhadas dan ia ragu telah bersuci atau belum, maka
prinsipnya hadas tersebut masih ada. Termasuk dalam hal ini adalah baju
dan tempat; hukum asalnya adalah suci kecuali diyakini telah terkena
najis. Juga jumlah rakaat dalam salat; siapa yakin telah salat tiga
rakaat, misalnya, dan ragu sudah mengerjakan rakaat keempat atau belum,
maka prinsipnya rakaat keempat ini belum ditunaikan dan ia harus
mengerjakan rakaat keempat. Termasuk juga orang yang ragu telah
menceraikan istrinya atau belum, maka hukum asalnya pernikahan masih ada
(belum cerai). Demikianlah, masih banyak lagi masalah-masalah lainnya
yang tak tersembunyi. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3064 |
|
Hadith 141 الحديث
الأهمية: أمرني رسول الله
-صلى الله عليه وسلم- أن أقوم على بدنه، وأن أتصدق بلحمها وجلودها
وأجلتها، وأن لا أعطي الجزار منها شيئًا
Tema: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- menyuruhku mengurus unta-unta (kurban) beliau, menyedekahkan
dagingnya, kulitnya dan apa yang dikenakannya, serta aku tidak boleh
memberi jagal sedikit pun darinya. |
عن علي بن أبي طالب -رضي الله عنه- قال:
«أَمَرَنِي رَسُول اللَّهِ -صلَّى الله عليه وسلَّم- أَن أَقُومَ عَلَى
بُدْنِهِ، وَأَن أَتَصَدَّقَ بِلَحمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا،
وَأَن لا أُعْطِيَ الجَزَّارَ مِنهَا شَيْئًا».
Dari Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu
'anhu- mengatakan, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
memerintahku mengurus unta-unta (kurban) beliau, menyedekahkan
dagingnya, kulitnya dan apa yang dipakainya, serta aku tidak boleh
memberi jagal sedikit pun darinya.
Penjelasan Hadits بيان الحديث
قَدِمَ النبي -صلى الله عليه وسلم- مكة
في حجة الوداع ومعه هديه وقدم علي بن أبى طالب -رضي الله عنه- من اليمن،
ومعه هدي، وبما أنها صدقة للفقراء والمساكين، فليس لمهديها حق التصرف بها،
أو بشيء منها على طريقة المعاوضة، فقد نهاه أن يعطي جازرها منها، معاوضة له
على عمله، وإنما أعطاه أجرته من غير لحمها وجلودها وأجلتها.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
tiba di Makkah dalam peristiwa Haji Wadak dan beliau membawa binatang
kurban (hadyu). Sementara itu Ali bin Abi Ṭālib -raḍiyallāhu 'anhu- tiba
dari Yaman dan ia juga membawa binatang kurban (hadyu). Karena binatang
ini adalah sedekah untuk kaum fakir dan miskin, maka orang yang
berkurban tidak memiliki hak mengelolanya atau sesuatu darinya dengan
cara tukar menukar. Maka Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang
Ali memberi penjagalnya sesuatu dari binatang tersebut sebagai
kompensasi pekerjaannya. Ali hanya boleh memberinya upah dari selain
daging, kulit dan pakaian hewan kurban tersebut. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3065 |
|
Hadith 142 الحديث
الأهمية: إذا أُقِيمت الصلاة وحضر العَشاء
فابدأوا بالعَشاء
Tema: Apabila salat sudah ditegakkan dan
makan malam sudah dihidangkan, maka mulailah dengan makan malam! |
عن عائشة وعبد الله بن عمر وأنس بن مالك
-رضي الله عنهم- مرفوعاً: «إِذَا أُقِيمَت الصَّلاَة، وحَضَرَ العَشَاء،
فَابْدَءُوا بِالعَشَاء».
Dari Aisyah, Abdullah bin Umar, dan
Anas bin Malik -raḍiyallāhu 'anhum- secara marfū': "Apabila salat sudah
ditegakkan dan makan malam sudah dihidangkan, maka mulailah dengan makan
malam!"
Penjelasan Hadits بيان الحديث
إذا أقيمت الصلاة، والطعام أو الشراب
حاضر، فينبغي البداءة بالأكل والشرب حتى تنكسر نهمة المصلي، ولا يتعلق ذهنه
به، ويقبل على الصلاة، وشرط ذلك عدم ضيق وقت الصلاة، ووجود الحاجة والتعلق
بالطعام، وهذا يؤكد كمال الشريعة ومراعاتها لحقوق النفس مع اليسر والسماحة.
Apabila salat sudah ditegakkan
sedangkan makanan atau minuman sudah dihidangkan, maka hendaknya dimulai
dengan makan dan minum hingga reda nafsu makan orang yang hendak salat
dan fikirannya tidak terpaut dengan makanan itu, serta ia bisa serius
menghadapi salat. Dengan syarat waktu salatnya tidak sempit, ada
keperluan, dan ketergantungan pada makanan. Ini menegaskan kesempurnaan
syariat dan perhatiannya terhadap hak-hak jiwa, disertai dengan
kemudahan dan keluwesan. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih dengan seluruh
riwayat-riwayatnya]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3066 |
|
Hadith 143 الحديث
الأهمية: نزلت آية المتعة -يعني متعة الحج-
وأمرنا بها رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، ثم لم تنزل آية تنسخ آية متعة
الحج، ولم ينه عنها رسول الله -صلى الله عليه وسلم- حتى مات
Tema: Ayat tentang mut’ah turun –yakni haji
tamattu’- dan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan
kami untuk melakukannya, kemudian tidak ada satu ayat pun yang
menasakhkan ayat tentang haji tamattu’, dan Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- tidak pernah melarangnya sampai beliau wafat |
عن عمران بن حصين -رضي الله عنهما- قال:
«أُنْزِلَت آيَةُ المُتْعَةِ في كتاب اللَّه -تعالى-، فَفَعَلْنَاهَا مَعَ
رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-، وَلَم يَنْزِلْ قُرْآنٌ
يُحَرِّمُهَا، وَلَم يَنْهَ عَنهَا حَتَّى مات، قال رجل بِرَأْيِهِ مَا
شَاءَ»، قال البخاري: «يقال إنه عمر».
وفي
رواية: « نَزَلَت آيَةُ المُتْعَةِ -يَعْنِي مُتْعَةَ الحَجِّ- وَأَمَرَنا
بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-، ثُمَّ لَم تَنْزِل آيَةٌ
تَنْسَخُ آيَةَ مُتْعَةِ الْحَجِّ، وَلَمْ يَنْهَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- حَتَّى مَاتَ». ولهما بمعناه.
Dari ‘Imrān bin Huṣain -raḍiyallāhu
'anhumā- ia berkata, “Ayat tentang mut‘ah (haji tamattu') diturunkan
dalam Kitabullah, maka kami melakukannya bersama Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- dan tidak turun dalam Al-Qur`ān pengharamannya, tidak
pula beliau melarangnya hingga wafat, lalu seorang laki-laki mengatakan
berdasarkan pendapatnya apa yang ia kehendaki.” Al-Bukhari berkata,
“Dikatakan bahwa dia adalah Umar.” Dan di dalam suatu riwayat
disebutkan, “Ayat tentang mut’ah turun -yakni haji tamattu’- dan
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan kami untuk
melakukannya, kemudian tidak ada satu ayat pun yang menasakhkan ayat
tentang haji tamattu’ dan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
tidak pernah melarangnya sampai beliau wafat."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
ذكر عمران بن حصين -رضي الله عنهما-
المتعة بالعمرة إلى الحج، فقال: إنها شرعت بكتاب الله وسنة رسوله -صلى الله
عليه وسلم-، فأما الكتاب، فقوله -تعالى-: {فمن تمتع بالعمرة إلى الحج فما
استيسر من الهدي}. وأما السنة: ففعل النبي -صلى الله عليه وسلم- لها،
وإقراره عليها، ولم ينزل قرآن يحرمها، ولم ينه عنها رسول الله -صلى الله
عليه وسلم-، وتوفي النبي -صلى الله عليه وسلم-، وهي باقية لم تنسخ بعد هذا،
فكيف يقول رجل برأيه وينهى عنها؟ يشير بذلك إلى نهي عمر بن الخطاب -رضي
الله عنه- عنها في أشهر الحج؛ اجتهادا منه ليكثر زوار البيت في جميع العام؛
لأنهم إذا جاءوا بها مع الحج، لم يعودوا إليه في غير موسم الحج، وليس نهي
عمر -رضي الله عنه- للتحريم أو لترك العمل بالكتاب والسنة، وإنما هو منع
مؤقت للمصلحة العامة.
‘Imrān bin Ḥuṣain -raḍiyallāhu
'anhumā- menceritakan tentang haji tamattu’ yaitu melaksanakan umrah
terlebih dahulu kemudian haji. Lantas ia berkata, Sesungguhnya haji
tamattu’ itu disyariatkan dengan Kitabullah (Al-Qur`ān) dan sunah
Rasul-Nya -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Adapun dari Al-Qur`ān yaitu
firman Allah -Ta’ālā-, “Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan umrah
sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) kurban
yang mudah didapat." Sedangkan dari Sunnah yaitu perbuatan Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan persetujuan beliau melakukan haji
tamattu’. Al-Qur`ān tidak pernah turun mengharamkannya, dan Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- tidak pula melarangnya. Kemudian Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- wafat, syariat tersebut tetap ada dan
tidak dinasakh setelah itu. Lalu bagaimana mungkin seseorang berucap
(berhujah) dengan pendapatnya dan melarang haji tamattu’? Ia
mengisyaratkan hal itu kepada larangan Umar bin Khaṭṭāb -raḍiyallāhu
'anhu- untuk tamattu’ pada bulan-bulan haji, sebagai suatu ijtihad dari
beliau agar pengunjung al-Bait (Ka’bah) bertambah banyak di sepanjang
tahun; karena jika mereka datang dengan berumrah pada musim haji, maka
mereka tidak akan dapat kembali meramaikan al-Bait (dengan umrah) pada
selain musim haji. Larangan Umar -raḍiyallāhu 'anhu- ini bukanlah untuk
tujuan pengharaman atau untuk meninggalkan beramal dengan Al-Qur`ān dan
Sunnah, namun sesungguhnya itu adalah larangan yang bersifat sementara
untuk tujuan kemaslahatan umum. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim - Muttafaq
'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3067 |
|
Hadith 144 الحديث
الأهمية: أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- بعث
بعثا إلى بني لحيان من هذيل، فقال: لينبعث من كل رجلين أحدهما، والأجر
بينهما
Tema: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- mengirim pasukan ke Bani Liḥyan dari kabilah Hużail. Lantas
beliau bersabda, "Hendaknya satu orang dari setiap dua orang berangkat ,
dan pahala dibagi di antara keduanya." |
عن أبي سعيد الخدري -رضي الله عنه- أنَّ
رسول الله -صلى الله عليه وسلم- بَعَث بَعْثاً إلى بني لحيان من هُذَيل،
فقال: «لِيَنْبَعِث مِن كُلِّ رَجُلَين أَحَدُهُما، والأَجْرُ بَينهُما».
Dari Abu Sa`īd al-Khudri -raḍiyallāhu
'anhu- bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengirim pasukan
ke Bani Liḥyan dari kabilah Hużail. Lantas beliau bersabda, "Hendaknya
satu orang dari setiap dua orang berangkat (jihad), dan pahala dibagi di
antara keduanya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
جاء في حديث أبي سعيد الخدري -رضي الله
عنه-، أن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أراد أن يبعث جيشاً إلى بني
لحيان، وهم من أشهر بطون هذيل.
واتفق
العلماء على أن بني لحيان كانوا في ذلك الوقت كفاراً، فبعث إليهم بعثاً
يغزوهم، (فقال) لذلك الجيش: (لينبعث من كل رجلين أحدهما)، مراده من كل
قبيلة نصف عددها، (والأجر) أي: مجموع الأجر الحاصل للغازي والخالف له بخير
(بينهما)، فهو بمعنى قوله في الحديث قبله: «ومن خلف غازياً فقد غزا»، وفي
حديث مسلم: «أيكم خلف الخارج في أهله وماله بخير كان له مثل نصف أجر
الخارج»، بمعنى أن النبي -صلى الله عليه وسلم- أمرهم أن يخرج منهم واحد،
ويبقى واحد يخلف الغازي في أهله، فيقوم على شؤونهم واحتياجاتهم، ويكون له
نصف أجره؛ لأنَّ النصف الثاني للغازي.
Disebutkan dalam hadis Abu Sa'īd
al-Khudri -raḍiyallāhu 'anhu- ini bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi
wa sallam- ingin mengirimkan pasukan ke Bani Liḥyan, mereka ini anak
kabilah paling mashyur dari kabilah Hużail. Para ulama sepakat bahwa
Bani Liḥyan pada waktu itu masih kafir. Maka beliau mengirimkan pasukan
untuk memerangi mereka. "Maka beliau bersabda" kepada pasukan tersebut,
"Hendaknya satu orang dari setiap dua orang berangkat", maksudnya dari
setiap kabilah separuhnya berangkat. "Dan pahala" artinya, total pahala
yang dihasilkan milik orang yang berperang dan orang yang
ditinggalkannya (karena menjaga keluarganya) dengan baik (dibagi di
antara keduanya). Hadis ini semakna dengan sabda beliau dalam hadis
sebelumnya, "Siapa yang menggantikan orang yang beperang (mengurus
keluarganya) sungguh ia telah berperang." Dan dalam hadis Muslim, "Siapa
pun di antara kalian yang menggatikan orang yang keluar (berjuang fi
sabilillah) dalam mengurus keluarga dan hartanya dengan baik, ia
memperoleh separuh pahala orang yang keluar berjuang tersebut."
Maksudnya, Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkan mereka agar
satu orang berangkat dan satu orang tinggal untuk menggantikan orang
yang berperang ini dalam mengurus keluarganya, yakni mengurus berbagai
perkara dan kebutuhan mereka, dan ia mendapatkan separuh pahalanya,
karena separuhnya lagi milik orang yang berperang. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3068 |
|
Hadith 145 الحديث
الأهمية: فعن معادن العرب تسألوني؟ خيارهم في
الجاهلية خيارهم في الإسلام إذا فقهوا
Tema: Apakah kalian bertanya kepadaku
tentang orang-orang berkualitas dari bangsa Arab? Sesungguhnya
orang-orang terbaik dari mereka di masa jahiliyah adalah orang-orang
yang terbaik di masa Islam jika mereka memahami (Islam). |
عن أبي هريرة -رضي الله عنه- قال:
قِيلَ: يا رسُول الله، مَن أَكرم النَّاس، قال: اتقاهم، فقالوا: لَيس عن
هذا نَسأُلُك، قال: «فَيُوسُفُ نَبِيُّ الله ابنُ نَبِيِّ الله ابنِ
نَبِيِّ الله ابنِ خَلِيلِ اللهِ» قالوا: لَيس عَن هذا نَسأَلُك، قال:
«فعَن مَعَادِن العَرَب تسأَلُوني؟ خِيَارُهُم في الجاهِليَّة خِيَارُهُم
في الإِسلام إذا فَقُهُوا».
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-,
ia berkata, Ada yang bertanya, "Wahai Rasulullah, siapakah manusia
paling mulia?" Beliau menjawab, "Orang yang paling bertakwa dari
mereka." Mereka berkata, "Bukan itu yang kami tanyakan." Beliau
bersabda, "Kalau begitu, manusia yang paling mulia adalah Yusuf Nabi
Allah, putra dari Nabi Allah, cucu dari Nabi Allah, putra dari kekasih
Allah (Ibrahim)." Mereka berkata, "Bukan itu yang kami tanyakan." Beliau
bersabda, "Apakah kalian bertanya kepadaku tentang orang-orang
berkualitas dari kalangan bangsa Arab? Sesungguhnya orang-orang terbaik
dari mereka di masa jahiliyah adalah orang-orang yang terbaik di masa
Islam jika mereka memahami (Islam)."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
في الحديث أنَّ أكرم الناس من حيث النسب
والمعادن والأصول، هم الخيار في الجاهلية، لكن بشرط إذا فقهوا، فمثلا بنو
هاشم من المعروف هم خيار قريش في الإسلام، لكن بشرط أن يفقهوا في دين الله،
وأن يتعلموا أحكامه، فإن لم يحصل لهم الفقه في الدين، فإنَّ شَرَف النَّسب
لا يشفع لصاحبه، وإن عَلاَ نسبه وكان من خيار العرب نسبا ومعدِنا، فإنَّه
ليس مِن أكرم الخلق عند الله، وليس مِن خيار الخلق، وعليه فالإنسان يشرف
بنسبه، لكن بشرط الفقه في الدين.
Dalam hadis ini (disebutkan) bahwa
manusia yang paling mulia dari segi keturunan, kualitas dan asal adalah
orang terbaik pada masa jahiliyah, tetapi dengan syarat jika mereka
memiliki pemahaman dalam urusan agama. Contohnya Bani Hasyim, mereka
diketahui sebagai klan Quraisy pilihan dalam Islam, tetapi dengan syarat
mereka memiliki pemahaman mendalam dalam urusan agama Allah dan
mempelajari hukum-hukumnya. Jika mereka tidak memiliki pemahaman agama,
maka kemuliaan garis keturunan tidak ada artinya bagi pemiliknya.
Meskipun seseorang memiliki nasab tinggi dan termasuk bangsa Arab
pilihan secara garis keturunan dan kualitas, maka dia tidak termasuk
manusia paling mulia di sisi Allah dan bukan pula manusia pilihan.
Dengan demikian, manusia bisa mulia dengan nasabnya, tetapi dengan
syarat paham dalam urusan agama. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3069 |
|
Hadith 146 الحديث
الأهمية: يعمد أحدكم فيجلد امرأته جلد العبد،
فلعله يضاجعها من آخر يومه
Tema: Salah seorang dari kalian marah lalu
mendera istrinya seperti mendera budak, padahal boleh jadi ia
menggaulinya di penghujung hari |
عن عبد الله بن زمعة -رضي الله عنه-
أنّه سمع النبي -صلى الله عليه وسلم- يخطب، وذكر الناقة والذي عقرها، فقال
رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «إذِ انبَعَثَ أشقاها: انْبَعَثَ لَهَا
رجل عزِيز، عَارِم منيع في رَهطِه»، ثم ذكر النساء، فوعظ فيهنَّ، فقال:
«يَعمِد أحدكم فيجلد امرأته جلد العبد، فلعلَّه يُضَاجِعُهَا من آخر يومه»
ثمَّ وعظهم فِي ضَحِكِهم من الضَّرطَة، وقال: «لم يضحك أحدكم ممَّا
يفعل؟!».
Tema: Dari Abdulllah bin Zam'ah -raḍiyallāhu
'anhu- bahwa ia mendengar Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
berkhutbah. Beliau menyebutkan unta (Nabi saleh) dan orang yang
menyembelihnya. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengucapkan,
"Ketika bangkit orang yang paling celaka di antara mereka, yaitu seorang
laki-laki yang perkasa, jahat perangainya dilindungi oleh kaumnya."
Kemudian beliau menyebut kaum wanita, beliau menasehati terkait diri
mereka. Beliau bersabda, "Salah seorang dari kalian marah lalu mendera
istrinya seperti mendera budak, padahal boleh jadi ia menggaulinya di
penghujung hari." Kemudian beliau menasehati mereka terkait tawa mereka
karena kentut, beliau bersabda, "Mengapa salah seorang kalian
menertawakan apa yang ia (sendiri juga) lakukan?".
Penjelasan Hadits بيان الحديث
كان -صلى الله عليه وسلم- يخطب، وسمعه
عبد الله بن زمعة، ومن جملة ما خطب أنه سمع النبي ذكر الناقة التي كانت
معجزة لنبي الله صالح -على نبينا وعليه أفضل الصلاة والسلام-، وكان من جملة
ما ذكره أيضا الذي عقرها، يقال له قُدَار بن سالف والذي كان أشقى القوم،
وجاء من أوصافه: أنه قليل المثل، شديد الإفساد، ذو منعة في قومه.
ثم
قال -عليه الصلاة والسلام- في خطبته: "يعمد أحدكم فيجلد امرأته جلد العبد"
وهو في العادة ضرب شديد، وفي سياق الحديث استبعاد وقوع الأمرين من العاقل،
أن يُبَالِغَ في ضرب امرأته ثم يجامعها من بقية يومه أو ليلته؛ والمجامعة
أو المضاجعة إنما تستحسن مع الميل والرغبة في العشرة، والمجلود غالباً ينفر
ممن جلده، فوقعت الإشارة إلى ذَمِّ ذلك، وأنه إذا كان ولا بد فليكن التأديب
بالضرب اليسير بحيث لا يحصل معه النفور التام، فلا يفرط في الضرب ولا يفرط
في التأديب.
ثم
(وعظهم) أي: حذَّرهم في (ضحكهم من الضرطة)؛ وذلك لأنه خلاف المروءة، ولما
فيه من هتك الحُرمة، وقال في تقبيح ذلك: (لِم يضحك أحدكم مما يفعل؟)؛ وذلك
لأنَّ الضحك إنما يكون من الأمر العجيب والشأن الغريب، يبدو أثره على
البشرة فيكون التبسم، فإن قوي وحصل معه الصوت كان الضحك، فإن ارتقى على ذلك
كانت القهقهة، وإذا كان هذا الأمر معتاداً من كل إنسان فما وجه الضحك من
وقوع ذلك ممن وقع منه؟.
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- berkhutbah, dan Abdullah bin Zam'ah mendengarkannya. Di antara
khutbah yang beliau sampaikan, ia mendengar Nabi menyebut unta yang
menjadi mukjizat Nabi Ṣaleh -semoga ṣalawat dan salam yang terbaik
terlimpahkan pada Nabi kita dan Nabi saleh-. Juga di antara yang beliau
sebutkan adalah oknum yang menyembelih unta tersebut. Orang ini bernama
Qużār bin Salif, sosok yang paling celaka di antara kaumnya. Di antara
kriterianya adalah ia jarang ada padanannya, sangat suka berbuat
kerusakan, dan dilindungi oleh kaumnya. Kemudian Rasulullah -'alaihi
aṣsalatu wa as-salam- berkata dalam khutbahnya, "Salah seorang dari
kalian marah lalu mendera istrinya seperti mendera budak." Ini biasanya
pukulan keras. Konteks hadis mengungkapkan mustahil kedua perkara ini
terjadi dari orang yang berakal, yakni berlebihan memukul istrinya
kemudian menggaulinya di penghujung hari atau di malam harinya. Hubungan
intim suami istri hanya indah apabila disertai hasrat dan keinginan
mempergauli. Sementara orang yang didera biasanya benci pada orang yang
menderanya. Maka ini isyarat akan tercelanya perbuatan tersebut. Dan
bila memang pemukulan tersebut harus dilakukan, hendaknya memberi
pelajaran dengan memukul ringan, di mana tidak menimbulkan kebencian
besar. Jadi, tidak berlebihan dalam memukul juga tidak mengesampingkan
pemberian pelajaran. Kemudian "beliau menasihati mereka", yakni
memperingatkan mereka terkait "tertawa mereka karena kentut". Karena
perbuatan ini tidak sesuai dengan sifat orang yang terhormat, karena
menyinggung kehormatan (orang lain). Beliau bersabda mengecam tindakan
ini, “Mengapa salah seorang dari kalian menertawakan apa yang ia
(sendiri juga) lakukan?” Karena tertawa itu hanya pantas disebabkan
perkara aneh dan ganjil, yang pengaruhnya terlihat pada kulit sehingga
muncul senyum. Jika pengaruh ini kuat dan disertai suara maka disebut
tawa. Jika lebih dari hal itu disebut terbahak-bahak. Dan jika perkara
ini biasa dilakukan setiap orang, lantas apa alasan menertawakan
terjadinya perkara itu dari pelakunya? |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3070 |
|
Hadith 147 الحديث
الأهمية: لا يفرك مؤمن مؤمنة إن كره منها خلقا
رضي منها آخر.
أو قال:
غيره
Tema: Janganlah seorang Mukmin itu membenci
seorang Mukminah! Sebab, jika ia tidak senang satu perangai wanita itu,
tentunya ia menyukai perangai lainnya. Atau beliau bersabda,
"selainnya." |
عن أبي هريرة -رضي الله عنه- مرفوعاً:
«لاَ يَفْرَك مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَة إِنْ كَرِه مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ
مِنْهَا آخَر»، أو قال: «غَيرُه».
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-
secara marfū', "Janganlah seorang Mukmin itu membenci seorang Mukminah!
Sebab, jika ia tidak senang satu perangai wanita itu, tentunya ia
menyukai perangai lainnya." Atau beliau bersabda, "selainnya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
حديث أبي هريرة -رضي الله عنه- أن النبي
-صلى الله عليه وسلم- قال: "لا يفرك مؤمن مؤمنة، إن كره منها خلقًا رضي
منها خلقًا آخر" معناه: لا يبغضها لأخلاقها، إن كره منها خلقا رضي منه خلقا
آخر.
الفرك:
يعني البغضاء والعداوة، يعني لا يعادي المؤمن المؤمنة كزوجته مثلا، لا
يعاديها ويبغضها إذا رأى منها ما يكرهه من الأخلاق، وذلك لأن الإنسان يجب
عليه القيام بالعدل، وأن يراعي المعامل له بما تقتضيه حاله، والعدل أن
يوازن بين السيئات والحسنات، وينظر أيهما أكثر وأيهما أعظم وقعا، فيغلب ما
كان أكثر وما كان أشد تأثيرا؛ هذا هو العدل.
Hadis Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-
bahwa Nabi -shallallahu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah seorang
suami Mukmin itu membenci seorang Mukminah. Sebab, jika ia tidak senang
satu perangai wanita itu, tentunya ia menyukai perangai lainnya."
Artinya dia tidak boleh membencinya karena perangainya. Jika dia tidak
suka satu perangainya, pasti dia menyukai perangai lainnya. "Al-Farku"
artinya kebencian dan permusuhan. Artinya seorang Mukmin tidak boleh
memusuhi Mukminah, misalnya istrinya. Dia tidak boleh memusuhinya dan
membencinya jika dia melihat suatu perangai yang tidak disukainya.
Sebab, manusia itu harus berlaku adil dan memperlakukan orang yang
dipergaulinya sesuai dengan keadaannya. Adil adalah menimbang antara
keburukan dan kebaikan, melihat mana yang paling banyak dan mana yang
lebih besar dampaknya, lalu dia memilih hal yang paling banyak dan
paling dahsyat pengaruhnya. Itulah keadilan. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3071 |
|
Hadith 148 الحديث
الأهمية: سألت ابن عباس عن المتعة ؟ فأمرني بها،
وسألته عن الهدي؟ فقال: فيه جزور، أو بقرة، أو شاة، أو شرك في دم، قال:
وكان ناس كرهوها
Tema: Aku bertanya kepada Ibnu Abbas tentang
haji tamattu', lalu dia menyuruhku untuk melakukannya. Dan aku bertanya
kepadanya tentang hadyu (sembelihan), dia menjawab, “hadyu (boleh
berupa) jazūr (unta), sapi, domba atau ikut bergabung (dalam sembelihan
tujuh orang). Dia (Abu Jamrah) berkata, “Orang-orang tidak menyukai
pelaksanaan haji dengan cara tamattu'”. |
عن أبي جَمرة -نصر بن عمران الضُّبَعي-
قال: «سألت ابن عباس عن المُتْعَةِ؟ فأمرني بها، وسألته عن الهَدْيِ؟ فقال:
فيه جَزُورُ، أو بقرةٌ، أو شَاةٌ، أو شِرْكٌ في دم، قال: وكان ناس كرهوها،
فنمت، فرأيت في المنام: كأن إنسانا ينادي: حَجٌّ مَبْرُورٌ، ومُتْعَةٌ
مُتَقَبَّلَةٌ. فأتيت ابن عباس فحدثته، فقال: الله أكبر! سُنَّةُ أبي
القاسم -صلى الله عليه وسلم-».
Dari Abu Jamrah –Naṣr bin Imrān
Aḍ-Ḍuba'iy-, ia berkata, “Aku bertanya kepada Ibnu Abbas tentang haji
tamattu', lalu dia menyuruhku untuk melakukannya. Dan aku bertanya
kepadanya tentang hadyu (sembelihan), dia menjawab, “hadyu (boleh
berupa) jazūr (unta), sapi, domba atau ikut bergabung dalam sembelihan
tujuh orang. Dia (Abu Jamrah) berkata, “Orang-orang tidak menyukai
pelaksanaan haji dengan cara tamattu'”. Kemudian akupun tertidur dan
bermimpi seakan ada seseorang yang memanggil seraya berkata, “Haji yang
mabrur dan tamattu' yang diterima”, lalu aku bergegas mendatangi Ibnu
Abbas dan aku sampaikan hal tersebut. Kemudian dia berkata, "Allahu
Akbar, sunnahnya Abul Qāsim -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
سأل أبو جمرة ابن عباس -رضي الله عنهما-
عن التمتع بالعمرة إلى الحج، فأمره بها، ثم سأله عن الهدي المقرون معها في
الآية في قوله -تعالى- {فمن تمتع بالعمرة إلى الحج فما استيسر من الهدي}،
فأخبره أنه جزور، وهي أفضله، ثم بقرة، ثم شاة، أو سُبع البدنة أو البقرة،
أي: أن يشترك مع من اشتركوا فيهما للهدي أو الأضحية، حتى يبلغ عددهم سبعة.
فكأن
أحدا عارض أبا حمزة في تمتعه، فرأى هاتفا يناديه في المنام "حج مبرور،
ومتعه متقبلة" فأتى ابن عباس -رضي الله عنهما-؛ ليبشره بهذه الرؤيا
الجميلة، ولما كانت الرؤيا الصالحة جزءا من أجزاء النبوة، فرح ابن عباس
-رضي الله عنهما- بها واستبشر أن وفقه الله -تعالى- للصواب، فقال:
الله أكبر، هي سنة أبى القاسم -صلى الله عليه وسلم-.
Abu Jamrah bertanya kepada Ibnu Abbas
-raḍiyallāhu 'anhumā- tentang pelaksanaan haji tamattu' dengan berumrah
terlebih dahulu sebelum haji. Kemudian Ibnu Abbas menyuruhnya untuk
melakukannya. Lalu dia bertanya tentang hadyu (sembelihan) yang harus
dilakukan dalam berhaji dengan cara tamattu' sebagaimana yang dijelaskan
dalam firman Allah –Ta'ālā-, yang artinya, “maka bagi siapa yang ingin
mengerjakan umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia
menyembelih) korban yang mudah didapat”. Maka Ibnu Abbas memberitahunya
bahwa hadyu itu dapat berupa jazūr (unta) -ini adalah yang paling
utama-, kemudian sapi, kambing/domba atau sepertujuh unta atau sapi,
yakni ikut bergabung bersama-sama menyembelih unta atau sapi, baik itu
untuk hadyu ataupun uḍḥiyah (berkurban), sehingga jumlah mereka menjadi
tujuh orang. Lalu ada seseorang yang menyelisihi Abu Jamrah dalam hal
tamattu' yang ia lakukan, kemudian dia bermimpi dan melihat seseorang
memanggil seraya berkata, “Haji yang mabrur dan tamattu' yang diterima”.
Ia pun mendatangi Ibnu Abbas -raḍiyallāhu 'anhumā- untuk memberitahukan
kepadanya tentang berita gembira dalam mimpi yang indah tersebut, dan
ketika mimpi baik itu adalah sebagian dari tanda kenabian, Ibnu Abbas
-raḍiyallāhu 'anhumā- merasa senang dengannya, serta bergembira atas
taufik yang diberikan Allah –Ta'ālā- kepada dirinya untuk suatu
kebenaran, lalu dia berkata, "Allahu Akbar, itu adalah sunah Abul Qasim
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-." |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3072 |
|
Hadith 149 الحديث
الأهمية: لأَكُونَنَّ بَوَّابَ رسُول الله -صلَّى
الله عليه وسلَّم- اليَومَ، فجَاءَ أَبُو بَكر -رضِيَ الله عنْهُ- فَدَفَعَ
البَابَ، فقُلتُ: مَنْ هَذَا؟ فَقَالَ: أَبُو بَكْرٍ، فقُلتُ: عَلَى
رِسْلِكَ، ثُمَّ ذَهَبتُ، فَقُلْتُ: يَا رسُولَ الله، هَذَا أبُو بكرٍ
يَسْتَأذِنُ، فقَالَ: ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالجَنَّةِ
Tema: Aku akan menjadi penjaga pintu
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- hari ini. Lantas datang Abu
Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- lalu ia mendorong pintu. Aku bertanya, "Siapa
ini?" Ia menjawab, "Abu Bakar." Aku katakan, "Sebentar." Selanjutnya aku
pergi lalu aku katakan, "Wahai Rasulullah, ini Abu Bakar datang meminta
izin (masuk)." Beliau bersabda, "Izinkan dia dan berilah kabar gembira
Surga untuknya." |
عن أبي موسى الأشعري -رضي الله عنه-
أَنَّهُ تَوَضَّأ في بيتِهِ، ثُمَّ خَرَج، فقَال: لَأَلْزَمَنَّ رسُول الله
-صلَّى الله علَيه وسلَّم- ولَأَكُونَنَّ مَعَهُ يَومِي هَذَا، فَجَاءَ
الْمَسْجِدَ، فَسَألَ عَنِ النبيِّ -صلَّى الله عليه وسلَّم- فَقَالُوا
وَجَّهَ هَاهُنَا، قال: فَخَرَجْتُ عَلَى أَثَرِهِ أَسأَلُ عنْهُ، حتَّى
دخَلَ بِئْرَ أَرِيسٍ، فَجَلَستُ عِندَ البَابِ حتَّى قَضَى رسُولُ الله
-صلَّى الله عليه وسلَّم- حَاجَتَهُ وَتَوَضَّأ، فَقُمتُ إِلَيهِ، فَإِذَا
هُوَ قَدْ جَلَسَ عَلَى بِئْرِ أَرِيسٍ وَتَوَسَّطَ قُفَّهَا، وكَشَفَ عَنْ
سَاقَيهِ وَدلَّاهُمَا فِي البِئرِ، فَسَلَّمتُ علَيه ثُمَّ انْصَرَفْتُ،
فَجَلَسْتُ عِند البَابِ، فقُلتُ: لأَكُونَنَّ بَوَّابَ رسُول الله -صلَّى
الله عليه وسلَّم- اليَومَ، فجَاءَ أَبُو بَكر -رضِيَ الله عنْهُ- فَدَفَعَ
البَابَ، فقُلتُ: مَنْ هَذَا؟ فَقَالَ: أَبُو بَكْرٍ، فقُلتُ: عَلَى
رِسْلِكَ، ثُمَّ ذَهَبتُ، فَقُلْتُ: يَا رسُولَ الله، هَذَا أبُو بكرٍ
يَسْتَأذِنُ، فقَالَ: «ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالجَنَّةِ» فَأَقْبَلْتُ
حتَّى قُلتُ لَأَبِي بَكْرٍ: ادْخُلْ وَرَسُولُ الله -صلَّى الله عليه
وسلَّم- يُبَشِّرُكَ بِالْجَنَّةِ، فَدَخَلَ أَبُو بَكرٍ حَتَّى جَلَسَ عَن
يَمِينِ النبيِّ -صلَّى الله عليه وسلَّم- مَعَهُ فِي القُفِّ، ودَلَّى
رِجْلَيهِ فِي البِئْرِ كَمَا صَنَعَ رَسُولُ الله -صلَّى الله عليه
وسلَّم- وَكَشَفَ عَنْ سَاقَيهِ، ثُمَّ رَجَعْتُ وَجَلَسْتُ، وَقَدْ
تَرَكْتُ أَخِي يَتَوَضَّأ وَيَلْحَقُنِي، فَقُلْتُ: إِنْ يُرِدِ اللهُ
بِفُلاَنٍ - يُريِدُ أَخَاهُ - خَيرًا يَأتِ بِهِ، فَإِذَا إِنسَانٌ
يُحَرِّكُ البَّابَ، فقُلتُ: مَنْ هَذَا؟ فقَالَ: عُمَرُ بن الخَطَّابِ،
فقُلتُ: عَلَى رِسْلِكَ، ثُمَّ جِئْتُ إِلَى رسُول الله -صلَّى الله عليه
وسلَّم- فَسَلَّمْتُ عَلَيهِ وقُلْتُ: هَذَا عُمَرُ يَسْتَأْذِنُ؟ فَقَال:
«ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرْهُ بِالجَنَّةِ» فَجِئْتُ عُمَرَ، فَقُلتُ: أَذِنَ
وَيُبَشِّرُكَ رَسُولُ الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- بِالجَنَّةِ،
فَدَخَلَ فَجَلَسَ مَعَ رسُولِ الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- فِي القُفِّ
عَنْ يَسَارِهِ وَدَلَّى رِجْلَيهِ فِي البِئْرِ، ثُمَّ رَجَعْتُ
فَجَلَسْتُ، فَقُلتُ: إِن يُرِدِ اللهُ بِفُلاَنٍ خَيرًا -يعنِي أَخَاهُ-
يَأتِ بِهِ، فَجَاءَ إِنسَانٌ فَحَرَّكَ البَابَ، فقُلتُ: مَنْ هَذَا؟
فقَالَ: عُثمَانُ بنُ عَفَّان، فقُلتُ: عَلَى رِسْلِكَ، وَجِئتُ النبِيَّ
-صلَّى الله عليه وسلَّم- فَأَخبَرتُهُ، فقَالَ: «ائْذَنْ لَهُ وَبَشِّرهُ
بِالجَنَّةِ مَعَ بَلوَى تُصِيبُهُ» فَجِئتُ، فقُلتُ: ادْخُل وَيُبَشِّرُكَ
رسُول الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- بِالجَنَّةِ مَعَ بَلوَى تُصِيبُكَ،
فَدَخَلَ فَوَجَدَ القُفَّ قَدْ مُلِئَ، فَجَلَسَ وِجَاهَهُم مِنَ الشِقِّ
الآخَرِ.
قال
سعيد بنُ الْمُسَيِّبِ: فَأَوَّلْتُهَا قُبُورَهُم.
وزاد
في رواية: وَأَمَرَنِي رسُول الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- بِحفظِ البابِ،
وفيها: أنَّ عُثمَانَ حِينَ بَشَّرَهُ حَمِدَ الله -تَعَالَى-، ثُمَّ
قَالَ: اللهُ الْمُسْتَعَانُ.
Dari Abu Musa Al-Asy'ari -raḍiyallāhu
'anhu- bahwa ia berwudu di rumahnya kemudian keluar. Lalu ia berkata,
"Aku akan menemani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan aku
akan bersamanya di hariku ini." Lantas ia mendatangi masjid lalu
menanyakan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Orang-orang menjawab,
"Beliau keluar ke arah sana." Ia berkata, "Aku pun keluar mengejarnya,
aku menanyakannya sampai beliau masuk ke sumur Arīs. Aku duduk di dekat
pintu hingga Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menyelesaikan
keperluannya dan berwudu. Aku pun berdiri menghampiri beliau. Ternyata
beliau sedang duduk di atas sumur Arīs, di tengah-tengah tepinya. Beliau
menyingkapkan kedua betisnya dan menjulurkan keduanya ke dalam sumur.
Aku mengucapkan salam kepada beliau lalu kembali lagi duduk di dekat
pintu. Aku berkata, "Aku akan menjadi penjaga pintu Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- hari ini. Lantas datang Abu Bakar
-raḍiyallāhu 'anhu- lalu ia mendorong pintu. Aku bertanya, "Siapa ini?"
Ia menjawab, "Abu Bakar." Aku katakan, "Sebentar." Selanjutnya aku pergi
(menemui Nabi) lalu aku katakan, "Wahai Rasulullah, ini Abu Bakar datang
meminta izin (masuk)." Beliau bersabda, "Izinkan dia dan berilah kabar
gembira berupa Surga untuknya." Lalu aku datang menghampirinya hingga
aku berkata kepada Abu Bakar, "Masuklah, dan Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- memberimu kabar gembira berupa Surga." Abu Bakar
masuk lalu duduk di samping kanan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di
tepi sumur dan menjulurkan kedua kakinya ke dalam sumur seperti yang
dilakukan oleh Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- serta
menyingkapkan kedua betisnya. Kemudian aku kembali ke tempat dan duduk,
dan aku membiarkan saudaraku berwudu serta menyusulku. Aku berkata,
"Jika Allah menghendaki kebaikan untuk seseorang -yaitu saudaranya- Dia
pasti mendatangkannya. Tiba-tiba ada seseorang menggerak-gerakkan pintu.
Aku pun bertanya, "Siapa ini?" Ia menjawab, "Umar bin Al-Khaṭṭāb." Aku
berkata, "Sebentar." Kemudian aku mendatangi Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- lalu mengucapkan salam kepadanya dan berkata, "Ini
Umar meminta izin." Beliau bersabda, "Berilah ia izin dan berilah ia
kabar gembira berupa Surga." Aku pun mendatangi Umar lalu berkata,
"Beliau telah memberi izin dan memberimu kabar gembira berupa Surga."
Lantas Umar masuk lalu duduk bersama Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- di tepi sumur, di sebelah kiri beliau, dan menjulurkan kedua
kakinya ke dalam sumur. Selanjutnya aku kembali dan duduk. Aku berkata,
"Jika Allah menghendaki kebaikan untuk seseorang -maksudnya saudaranya-
pasti Dia mendatangkannya. Tiba-tiba datang seseorang lalu
menggerak-gerakkan pintu. Aku pun bertanya, "Siapa ini?" Ia menjawab,
"Uṡmān bin 'Affān." Aku berkata, "Sebentar." Aku mendatangi Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu mengabarkan kedatangannya kepada
beliau. Beliau bersabda, "Berilah ia izin dan berilah ia kabar gembira
berupa Surga beserta bencana yang menimpanya." Aku pun mendatangi Uṡmān
lalu berkata, "Masuklah dan beliau memberimu kabar gembira berupa Surga
beserta bencana yang akan menimpamu." Uṡmān masuk dan mendapati tepi
sumur sudah penuh, maka dia pun duduk di hadapan mereka di sisi
lainnya." Sa'īd bin Al-Musayyab berkata, "Aku menakwilkannya sebagai
posisi kubur mereka." Dalam sebuah riwayat, Abu Musa menambahkan,
"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memerintahkanku untuk menjaga
pintu." Dalam riwayat itu disebutkan bahwa ketika Uṡmān diberi kabar
gembira tersebut, dia memuji Allah -Ta'ālā- lalu berkata, "Allah tempat
meminta pertolongan."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
جاء في حديث أبي موسى الأشعري -رضي الله
عنه- أنَّه في يوم من الأيام توضَّأ في بيته وخرج يطلب النبي -صلى الله
عليه وسلم- ويقول: لألزمن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يومي هذا، أي:
أكون معه ذاهبا وآتيا.
فخرج
-رضي الله عنه- يطلب النبي -صلى الله عليه وسلم- فأتى المسجد؛ لأنَّ الرسول
عليه الصلاة والسلام إمَّا في المسجد وإمَّا في بيته في مِهنة أهله، وإمَّا
في مصالح أصحابه -عليه الصلاة والسلام-، فلم يجده في المسجد فسأل عنه
فقالوا: وجَّه هاهنا، وأشاروا إلى ناحية أريس وهي بئر حول قباء، فخرج أبو
موسى في إثره حتى وصل إلى البئر، فوجد النبي -صلى الله عليه وسلم- هنالك
فلزم باب البستان الذي فيه البئر -رضي الله عنه-.
فقضى
النبي -صلى الله عليه وسلم- حاجته وتوضأ ثم جلس -عليه الصلاة والسلام-
متوسطا للقف أي حافة البئر، ودلَّى رجليه، وكشف عن ساقيه، وكان أبو موسى
على الباب يحفظ باب البئر كالحارس لرسول الله -صلى الله عليه وسلم-،
فاستأذن أبو بكر -رضي الله عنه-، لكن لم يأذن له أبو موسى حتى يخبر النبي
-صلى الله عليه وسلم-، فقال للنبي -صلى الله عليه وسلم-: هذا أبو بكر
يستأذن، فقال: "ائذن له وبشِّره بالجنة"، فأذن له وقال له: يبشرك رسول الله
-صلى الله عليه وسلم- بالجنة.
وهذه
بشارة عظيمة، يبشره بالجنة ثم يأذن له أن يدخل ليكون مع الرسول -صلى الله
عليه وسلم-.
فدخل ووجد
النبي -صلى الله عليه وسلم- متوسطا القف فجلس عن يمينه؛ لأن النبي -صلى
الله عليه وسلم- يعجبه التيامن في كل شيء، فجلس أبو بكر عن يمينه وفعل مثل
فعل النبي -صلى الله عليه وسلم-؛ دلَّى رجليه في البئر، وكشف عن ساقيه
كراهة أن يخالف النبي -صلى الله عليه وسلم-، في هذه الجلسة.
فقال أبو
موسى -وكان قد ترك أخاه يتوضأ ويلحقه- إن يرد الله به خيرا يأت به، وإذا
جاء واستأذن فقد حصل له أن يبشر بالجنة، ولكن استأذن الرجل الثاني، فجاء
أبو موسى إلى الرسول -عليه الصلاة والسلام- وقال هذا عمر قال: "ائذن له
وبشره بالجنة"، فأذن له وقال له: يبشرك رسول الله -صلى الله عليه وسلم-
بالجنة.
فدخل فوجد
النبي -صلى الله عليه وسلم- وأبا بكر على القف، فجلس عن يسار الرسول -عليه
الصلاة والسلام- والبئر ضيقة، ليست واسعة فهؤلاء الثلاثة كانوا في جانب
واحد.
ثم استأذن
عثمان وصنع أبو موسى مثل ما صنع من الاستئذان فقال النبي -صلى الله عليه
وسلم-: "ائذن له وبشره بالجنة مع بلوى تصيبه"، فأذن له وقال: يبشرك الرسول
-صلى الله عليه وسلم- بالجنة مع بلوى تصيبك، فاجتمع في حقه نعمة وبلوى،
فقال -رضي الله عنه-: الحمد لله، الله المستعان، على هذه البلوى، والحمد
لله على هذه البشرى، فدخل فوجد القف قد امتلأ؛ لأنَّه ليس واسعا كثيرا فذهب
إلى الناحية الأخرى تجاههم، وجلس فيها ودلى رجليه وكشف عن ساقيه.
أوَّلها
سعيد بن المسيب -أحد كبار التابعين- على أنها قبور هؤلاء؛ لأن قبور الثلاثة
كانت في مكان واحد، فالنبي -صلى الله عليه وسلم- أبو بكر وعمر كلهم كانوا
في حجرة واحدة، دُفِنُوا جميعا في مكان واحد، وكانوا في الدنيا يذهبون
جميعا ويرجعون جميعا، ودائما يقول النبي -صلى الله عليه وسلم-: ذهبت أنا
وأبو بكر وعمر، وجئت أنا وأبو بكر وعمر، فهما صاحباه ووزيراه، ويوم القيامة
يخرجون من قبورهم جميعا، فهم جميعا في الدنيا والآخرة.
فجلس
عثمان -رضي الله عنه- تجاههم، وبشَّره -صلى الله عليه وسلم- بالجنَّة مع
بلوى تصيبه، وهذه البلوى هي ما حصل له -رضي الله عنه- من اختلاف الناس عليه
وخروجهم عليه، وقتلهم إِيَّاه في بيته -رضي الله عنه-، حيث دخلوا عليه في
بيته في المدينة وقتلوه وهو يقرأ القرآن، وكتاب الله بين يديه.
Dalam hadis Abu Musa Al-Asy'ari
-raḍiyallāhu 'anhu- dikemukakan bahwa pada suatu hari dia berwudu di
rumahnya dan keluar mencari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- seraya
berkata, "Aku akan menemani Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
pada hariku ini." Yakni, aku akan bersamanya pergi dan pulang. Abu Musa
Al-Asy'ari -raḍiyallāhu 'anhu-keluar mencari Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- lalu mendatangi masjid, karena Rasulullah -'alaihi aṣṣalātu wa
as-salām- bisa berada di masjid, bisa juga di rumahnya sedang melakukan
pekerjaan keluarganya, dan bisa juga sedang mengurus keperluan-keperluan
para sahabatnya -'alaihi aṣṣalātu wa as-salām-. Ternyata dia tidak
menemukan beliau di masjid. Lantas ia bertanya tentang beliau.
Orang-orang menjawab, "Beliau pergi ke arah sana." Mereka memberi
isyarat ke arah Arīs, yaitu sumur di sekitar Quba. Abu Musa pergi
menyusul beliau hingga tiba di sumur lalu menemukan Nabi -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- di sana, ia pun diam di pintu kebun yang ada sumurnya
itu. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- menunaikan keperluannya dan
berwudu, lalu Nabi -'alaihi aṣṣalātu wa as-salām- duduk di tengah-tengah
tepi sumur, yaitu sisi sumur, dan menjulurkan kedua kakinya sambil
menyingkapkan kedua betisnya. Sedangkan Abu Musa berada di dekat pintu
untuk menjaga pintu sumur itu laksana penjaga Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam-. Tiba-tiba Abu Bakar -raḍiyallāhu 'anhu- meminta izin
(masuk). Abu Musa tidak memberinya izin sampai memberitahukan terlebih
dahulu kepada Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Dia berkata kepada
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, "Ini Abu Bakar meminta izin."
Beliau bersabda, "Berilah ia izin dan sampaikan kabar gembira kepadanya
berupa Surga." Ia pun memberinya izin sambil berkata kepadanya,
"Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberimu kabar gembira
berupa Surga." Ini merupakan kabar gembira yang agung. Ia memberinya
kabar gembira berupa Surga lalu memberinya izin untuk masuk agar bisa
bersama Rasul -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Abu Bakar masuk dan
menemukan Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- sedang berada di
tengah-tengah tepi sumur. Ia pun duduk di sebelah kanannya karena Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- suka (mendahulukan) kanan dalam segala
sesuatu. Abu Bakar duduk di sebelah kanan beliau dan melakukan seperti
yang Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lakukan; dia menjulurkan kedua
kakinya di dalam sumur, serta menyingkap kedua betisnya karena tidak
suka menyelisihi Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dalam duduk
tersebut. Abu Musa -yang meninggalkan saudaranya berwudu dan hendak
menyusulnya- berkata, "Jika Allah menghendaki kebaikan untuk
(saudaranya), niscaya Dia mendatangkannya." Jika dia datang dan meminta
izin maka dia memperoleh kabar gembira berupa Surga. Akan tetapi datang
lelaki kedua yang meminta izin. Abu Musa pun datang kepada Rasul
-'alaihi aṣṣalātu wa as-salām- sambil berkata, "Ini Umar." Beliau
bersabda, "Berilah ia izin dan berilah ia kabar gembira berupa Surga."
Dia pun memberinya izin dan berkata kepadanya, "Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- memberimu kabar gembira berupa Surga." Umar masuk dan
mendapati Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan Abu Bakar di tepi
sumur. Ia pun duduk di sisi kiri Rasul -`alaihi aṣsalatu wa as-salam-
sedangkan sumur itu sempit, tidak luas. Ketiga orang itu berada di satu
sisi. Selanjutnya Uṡmān meminta izin. Abu Musa pun meminta izin (kepada
Nabi) sebagaimana yang dilakukannya. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
bersabda, "Berilah ia izin dan berilah ia kabar gembira berupa Surga
beserta musibah yang akan menimpanya." Ia pun memberinya izin sambil
berkata, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memberimu kabar
gembira berupa Surga beserta musibah yang akan menimpamu." Dengan
demikian, dia akan mendapatkan Surga dan musibah. Uṡmān -raḍiyallāhu
'anhu- berujar, "Segala puji hanya milik Allah. Allah tempat meminta
pertolongan atas musibah ini, dan segala puji hanya milik Allah atas
kabar gembira ini." Dia pun masuk lalu mendapati sisi sumur sudah penuh
karena sisi tersebut tidak terlalu luas. Ia pun menuju ke arah lain di
hadapan mereka dan duduk di sana, menjulurkan kedua kakinya, dan
menyingkap kedua betisnya. Sa'īd bin Al-Musayyab -seorang pembesar
tabiin- menakwilkannya bahwa itu adalah posisi kuburan mereka. Sebab,
kuburan ketiga orang itu berada di satu tempat; Nabi -ṣallallāhu 'alaihi
wa sallam-, Abu Bakar dan Umar. Semuanya dalam satu ruangan. Mereka
semua dikuburkan dalam satu tempat. Dulu mereka di dunia pergi bersama
dan pulang bersama. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- senantiasa
bersabda, "Aku pergi bersama Abu Bakar dan Umar, dan aku datang bersama
Abu Bakar dan Umar." Keduanya adalah dua sahabat dan penolong beliau.
Pada hari kiamat kelak, mereka akan bangkit dari kuburnya bersama-sama.
Dengan demikian, mereka itu bersama-sama di dunia dan akhirat. Lantas
Uṡmān -raḍiyallāhu 'anhu- duduk di hadapan mereka. Nabi -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- memberinya kabar gembira berupa Surga beserta musibah
yang akan menimpanya. Musibah ini adalah tindakan orang-orang yang
berselisih dengannya dan memberontak kepadanya, serta tindakan mereka
membunuhnya di rumahnya -raḍiyallāhu 'anhu-. Para pemberontak tersebut
masuk ke rumahnya di Madinah dan membunuhnya pada saat dirinya sedang
membaca Alquran dan Kitabullah berada di hadapannya. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Bukhari - Muttafaq
'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3073 |
|
Hadith 150 الحديث
الأهمية: المرء مع من أحب
Tema: Seseorang itu bersama orang yang
dicintainya |
عن أبي موسى الأشعري -رضي الله عنه-
مرفوعاً: « المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ ».
وفي
رواية: قِيلَ لِلنبي -صلى الله عليه وسلم-: الرَّجُلُ يُحِبُّ القَوْمَ
وَلَمَّا يَلْحَق بهم؟ قال: « المَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ».
عن
عبد الله بن مسعود -رضي الله عنه- قال: جاء رجل إلى رسول الله -صلى الله
عليه وسلم- فقال: يا رسول الله، كَيفَ تَقُولُ فِي رَجُلٍ أحَبَّ قَومًا
ولم يَلحَق بِهم؟ فقال رسول الله -صلى الله عليه وسلم-: «المَرْءُ مَعَ
مَنْ أَحَبَّ».
Dari Abu Musa al-Asy`ari -raḍiyallāhu
'anhu- secara marfū', "Seseorang itu bersama orang yang dicintainya."
Dalam riwayat lain disebutkan: "Bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- pernah ditanya, "Seseorang mencintai suatu kaum, padahal dia
belum pernah bertemu dengan mereka?" Beliau bersabda, "Seseorang itu
bersama orang yang dicintainya." Dari Abdullah bin Mas`ud -raḍiyallāhu
'anhu- ia berkata, "Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lalu bertanya, "Wahai Rasulullah,
bagaimana pendapatmu mengenai seseorang yang mencintai suatu kaum,
padahal dia belum pernah bertemu dengan mereka?" Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- menjawab, "Seseorang itu bersama orang yang
dicintainya."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
الإنسان في الآخرة مع من أحبهم في
الدنيا.
الحديث
فيه الحث على قوة محبَّة الرسل والصالحين، واتباعهم بحسب مراتبهم، والتحذير
من محبة ضِدِّهم، فإنَّ المحبَّة دليل على قُوَّة اتصال المحب بمن يحبه،
ومناسبته لأخلاقه، واقتدائه به، فهي دليل على وجود ذلك، وهي أيضا باعثة على
ذلك، وأيضا من أحب الله تعالى، فإن نفس محبته من أعظم ما يُقرِّبه إلى
الله، فإن الله -تعالى- شكور، يعطي المتقرب أعظم من ما بذل بأضعاف مضاعفة.
وكون
المحِّب مع من أحب لا يستلزم مساواته له في منزلته وعلوّ مرتبته؛ لأن ذلك
متفاوت بتفاوت الأعمال الصالحة والمتَاجِر الرابحة، ذلك أنَّ المعية تحصل
بمجرد الاجتماع في شيء ما، ولا تلزم في جميع الأشياء، فإذا اتفق أنَّ
الجميع دخلوا الجنَّة صدقت المعية وإن تفاوتت الدرجات، فمن أحب رسول الله
-صلى الله عليه وسلم- أو أحداً من المؤمنين كان معه في الجنة بحسن النية
لأنها الأصل، والعمل تابع لها ولا يلزم من كونه معهم كونه في منزلتهم، ولا
أن يُجزَى مثل جزائهم من كل وجه.
Di akhirat, manusia akan bersama
orang-orang yang mereka cintai di dunia. Hadis ini berisi anjuran untuk
kuat dalam mencintai para rasul dan orang-orang saleh, mengikuti mereka
sesuai dengan tingkatan-tingkatannya, dan peringatan untuk tidak
mencintai lawan mereka. Sebab, kecintaan merupakan bukti kekuatan
hubungan orang yang mencintai dengan orang yang dicintainya, dan
kesesuaian dengan akhlaknya, serta tindakan meneladaninya. Maka
kecintaan merupakan bukti adanya hal-hal tersebut, juga merupakan
motivasi untuk mewujudkan hal-hal tersebut. Demikian juga orang yang
mencintai Allah -Ta'ālā-, maka kecintaannya itu merupakan sesuatu paling
besar yang mendekatkannya kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mensyukuri. Dia memberi kepada orang yang mendekatkan diri kepada-Nya
dengan sesuatu yang lebih besar dari apa yang dikorbankannya beberapa
kali lipat. Keberadaan orang yang mencintai dengan orang yang dicintai
tidak menjadi keharusan adanya kesamaan dengan orang yang dicintainya
dalam kedudukan dan keluhuran derajatnya. Sebab, hal itu berbeda-beda
sesuai dengan perbedaan amal saleh dan perniagaan yang menguntungkan.
Ini (menunjukkan) bahwa ma'iyyah (kebersamaan) dapat dicapai hanya
dengan berkumpulnya dalam satu hal dan tidak harus dalam segala hal.
Jika disepakati bahwa semua masuk surga maka kebersamaan itu pun benar
meskipun derajatnya berbeda-beda. Siapa saja yang mencintai Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- atau mencintai salah seorang mukmin, maka
ia akan bersama dengannya di surga karena niat baiknya, sebab itu adalah
pokoknya, sedangkan amal merupakan pengikut niat. Dan keadaannya bersama
mereka tidak menjadi satu keharusan bahwa dia berada dalam kedudukan
mereka, dan tidak juga dibalas seperti balasan mereka dari segala segi. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Sahih dengan dua riwayatnya] ← → Muttafaq 'alaih dengan dua
riwayatnya]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3074 |
|
Hadith 151 الحديث
الأهمية: كنت مع النبي -صلى الله عليه وسلم-
فبال، وتوضأ، ومسح على خفيه
Tema: Aku pernah bersama Nabi Muhammad
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-, lantas beliau buang air kecil kemudian
beliau berwuḍu dan mengusap kedua khuffnya (alas kaki yang terbuat dari
kulit). |
عن حذيفة بن اليمان -رضي الله عنهما-
قال: «كنتُ مع النبي -صلى الله عليه وسلم- فبَالَ, وتوَضَّأ, ومَسَح على
خُفَّيه».
Dari Hużaifah bin al-Yamān
-raḍiyallāhu 'anhu- ia berkata, "Aku pernah bersama Nabi Muhammad
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- lantas beliau buang air kecil kemudian
beliau berwuḍu dan mengusap kedua khuffnya (alas kaki yang terbuat dari
kulit)."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
يخبر حذيفة بن اليمان -رضي الله عنه-
أنه كان مع رسول الله -صلى الله عليه وسلم-، وذلك في المدينة، فأراد النبي
-صلى الله عليه وسلم- أن يقضي حاجته، فأتى زبالة قوم خلف حائط، فبال وتوضأ
ومسح على خفيه، وكان وضوؤه بعد الاستجمار، أو الاستنجاء، كما هي عادته -صلى
الله عليه وسلم-.
Hużaifah bin al-Yamān -raḍiyallāhu
'anhu- mengabarkan bahwa dirinya pernah bersama Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam-, waktu itu di Madinah. Lantas beliau hendak buang
hajat. Beliau mendatangi tempat sampah di belakang kebun. Beliau buang
air kecil dan berwuḍu serta mengusap kedua sepatu botnya. Wuḍu beliau
dilakukan setelah beristijmar atau beristinja sebagaimana kebiasaan
beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3075 |
|
Hadith 152 الحديث
الأهمية: كنت جنبا فكرهت أن أجالسك على غير
طهارة، فقال: سبحان الله، إن المؤمن لاينجس
Tema: Aku tadi sedang junub, karena itu aku
tidak mau duduk-duduk bersama engkau dalam keadaan tidak suci. Lantas
beliau bersabda, "Maha Suci Allah. Sesungguhnya orang mukmin itu tidak
najis." |
عن أبي هريرة -رضي الله عنه-:"أنَّ
النبي -صلى الله عليه وسلم- لَقِيَه في بَعض طُرُقِ المدينَة وهو جُنُبٌ،
قال: فَانْخَنَسْتُ مِنه، فذهبت فَاغْتَسَلْتُ ثم جِئْتُ، فقال: أين كنت يا
أبا هريرة؟ قال: كُنتُ جُنُبًا فَكَرِهتُ أن أُجَالِسَك على غيرِ طَهَارَة،
فقال: سبحان الله، إِنَّ المُؤمِنَ لا يَنجُس".
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-,
bahwasanya Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berpapasan dengannya di
salah satu jalan kota Madinah. Saat itu dia sedang junub. Ia berkata,
"Aku menghindar dari beliau dan pergi mandi, setelah itu datang kembali.
Beliau bertanya, "Kemana engkau tadi, wahai Abu Hurairah?" Ia menjawab,
"Aku tadi sedang junub, karena itu aku tidak mau duduk-duduk bersama
engkau dalam keadaan tidak suci. Lantas beliau bersabda: "Maha Suci
Allah. Sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
لقي أبو هريرة النبي -صلى الله عليه
وسلم- في بعض طرق المدينة، وصادف أنه جنب فكان من تعظيمه للنبي -صلى الله
عليه وسلم- وتكريمه إياه، أن كره مجالسته ومحادثته وهو على تلك الحال.
فانسل في
خفية من النبي -صلى الله عليه وسلم- واغتسل، ثم جاء إليه.
فسأله
النبي -صلى الله عليه وسلم- أين ذهب -رضي الله عنه- فأخبره بحاله، وأنه كره
مجالسته على غير طهارة.
فتعجب
النبي -صلى الله عليه وسلم- من حال أبي هريرة -رضي الله عنه- حين ظن نجاسة
الجنب، وذهب ليغتسل وأخبره: أن المؤمن لا ينجس على أية حال.
Abu Hurairah berpapasan dengan Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- di salah satu jalan Madinah. Kebetulan
saat itu dia sedang junub. Sebagai bentuk penghormatan kepada Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- dan pengagungannya kepada beliau, dia
tidak mau duduk-duduk dan berbicara dengan beliau dalam kondisi seperti
itu. Lantas ia pergi dengan sembunyi-sembunyi dari Nabi -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- dan mandi. Setelah itu ia datang kembali kepada
beliau. Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bertanya kepadanya, ke mana
dia -raḍiyallāhu 'anhu- pergi. Ia pun memberitahu beliau mengenai
keadaannya dan bahwasannya ia tidak suka duduk-duduk dengan beliau dalam
keadaan tidak suci. Tentu saja Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- heran
dengan keadaan Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu- yang mengira bahwa
janabah itu najis dan ia pergi untuk mandi. Beliau memberitahunya bahwa
orang mukmin itu tidak najis bagaimanapun keadaannya. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3076 |
|
Hadith 153 الحديث
الأهمية: إذا أتيتم الغائط، فلا تستقبلوا القبلة
بغائط ولا بول، ولا تستدبروها، ولكن شرقوا أو غربوا
Tema: Jika kalian buang air besar, janganlah
kalian menghadap kiblat sambil buang air besar dan buang air kecil, dan
jangan pula membelakanginya, tetapi menghadaplah ke arah timur atau
barat! |
عن أبي أيوب الانصاري -رضي الله عنه-
مرفوعاً: "إذا أَتَيتُم الغَائِط, فَلاَ تَستَقبِلُوا القِبلَة بِغَائِط
ولا بَول, ولا تَسْتَدْبِرُوهَا, ولكن شَرِّقُوا أو غَرِّبُوا".
قال
أبو أيوب: «فَقَدِمنَا الشَّام, فَوَجَدنَا مَرَاحِيض قد بُنِيَت نَحوَ
الكَّعبَة, فَنَنحَرِف عَنها, ونَستَغفِر الله عز وجل» .
Tema: Dari Abu Ayyūb al-Anṣāri -raḍiyallāhu
'anhu- secara marfū', "Jika kalian buang air besar, janganlah kalian
menghadap kiblat sambil buang air besar dan buang air kecil, dan jangan
pula membelakanginya, tetapi menghadaplah ke arah timur atau barat." Abu
Ayyub berkata, "Ketika kami datang ke Syam dan menemukan wc-wc dibangun
menghadap ke Ka'bah, kami pun membelokkan arahnya dan memohon ampunan
kepada Allah -'Azza wa Jalla-."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
يرشد النبي صلى الله عليه وسلم إلى شيء
من آداب قضاء الحاجة بأن لا يستقبلوا القبلة، وهى الكعبة المشرفة، ولا
يستدبروها حال قضاء الحاجة؛ لأنها قبلة الصلاة، وموضع التكريم والتقديس،
وعليهم أن ينحرفوا عنها قِبَلَ المشرق أو المغرب إذا كان التشريق أو
التغريب ليس موجَّها إليها، كقبلة أهل المدينة.
ولما كان
الصحابة رضي الله عنهم أسرع الناس قبولا لأمر النبي صلى الله عليه وسلم ،
الذي هو الحق، ذكر أبو أيوب رضي الله عنه أنهم لما قدموا الشام إثر الفتح
وجدوا فيها المراحيض المعدة لقضاء الحاجة، قد بنيت متجهة إلى الكعبة،
فكانوا ينحرفون عن القبلة، ويستغفرون تورعا واحتياطا.
Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- memberikan bimbingan mengenai adab buang air, yaitu agar kaum
muslimin tidak menghadap ke arah kiblat, yaitu Kakbah yang dimuliakan
dan tidak membelakanginya saat buang air. Sebab, arah itu adalah kiblat
salat dan tempat penghormatan dan pensucian. Hendaknya mereka berpaling
darinya, yaitu ke arah timur atau barat, jika arah timur atau barat
tidak mengarah ke kiblat, seperti kiblatnya penduduk Madinah. Mengingat
para sahabat -raḍiyallāhu 'anhum- adalah kaum yang paling bersegera
melaksanakan perintah Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- yang benar,
maka Abu Ayub -raḍiyallāhu 'anhu- menuturkan bahwa ketika kaum muslimin
masuk ke Syam pasca penaklukan, mereka mendapatkan wc-wc yang disediakan
untuk buang air besar dibangun menghadap ke arah Kakbah. Mereka pun
berpaling dari arah kiblat dan memohon ampunan karena warak dan
kehati-hatian. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3078 |
|
Hadith 154 الحديث
الأهمية: لا يمسكن أحدكم ذكره بيمينه وهو يبول
ولا يتمسح من الخلاء بيمينه ولا يتنفس في الإناء
Tema: Janganlah sekali-kali salah seorang di
antara kalian memegang kemaluannya dengan
tangan kanannya ketika buang air kecil, dan jangan membersihkan bekas
kotorannya (istinja) dengan tangan kanannya,
dan jangan pula bernafas dalam bejana! |
عن أبي قتادة الأنصاري -رضي الله عنه-
مرفوعاً: "لا يُمْسِكَنَّ أَحَدُكُم ذَكَره بَيمِينِه وهو يبول، ولا
يَتَمَسَّحْ من الخلاء بيمينه، ولا يَتَنَفَّس في الإناء".
Dari Abu Qatādah al-Anṣāri
-raḍiyallāhu 'anhu- secara marfū', "Janganlah sekali-kali
salah seorang di antara kalian memegang kemaluannya dengan tangan
kanannya ketika sedang buang air kecil, dan
jangan membersihkan bekas kotorannya (istinja)
dengan tangan kanannya, dan jangan pula bernafas dalam bejana!"
Penjelasan Hadits بيان الحديث
يأمر النبي -صلى الله عليه وسلم-
المسلمَ أن لا يمس ذكره حال بوله، ولا يزيل النجاسة من القبل أو الدبر
بيمينه، وينهى كذلك عن التنفس في الإناء الذي يشرب منه لما في ذلك من
الأضرار الكثيرة.
Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
memerintahkan seorang muslim untuk tidak
menyentuh kemaluannya saat buang air kecil, dan tidak membersihkan najis
dari qubul (kemaluan) atau dubur dengan
tangan kanannya, dan beliau juga melarang
bernafas dalam bejana yang ia pergunakan
untuk minum karena dalam hal itu terdapat banyak
mudaratnya. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3079 |
|
Hadith 155 الحديث
الأهمية: نهى رسول الله -صلى الله عليه وسلم- عن
الخذف، وقال: إنه لا يقتل الصيد، ولا ينكأ العدو، وإنه يفقأ العين، ويكسر
السن
Tema: Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- melarang berburu dengan ketapel seraya bersabda, "Sesungguhnya
ketapel tidak bisa membunuh hewan buruan dan tidak bisa melukai musuh.
Namun, hanya bisa membutakan mata dan mematahkan gigi." |
عن عبد الله بن مغفل -رضي الله عنهما-
قال: نَهَى رسول الله -صلى الله عليه وسلم- عن الخَذْف، وقال: «إِنَّه لاَ
يَقتُلُ الصَّيدَ، ولاَ يَنْكَأُ العَدُوَّ، وإِنَّهُ يَفْقَأُ العَيْنَ،
ويَكسِرُ السِّنَ».
وفي
رواية: أن قَرِيباً لابن مغفل خَذَفَ فنَهَاه، وقال: إن رسول الله -صلى
الله عليه وسلم- نهى عن الخَذْفِ، وقال: «إِنَّهَا لاَ تَصِيدُ صَيداً» ثم
عاد، فقال: أُحَدِّثُك أنَّ رسول الله نهى عنه، ثم عُدتَ تَخذِفُ! لا
أُكَلِّمُكَ أَبَداً.
Dari Abdullah bin Mugaffal
-raḍiyallāhu 'anhumā-, ia berkata, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- melarang berburu dengan ketapel seraya bersabda, "Sesungguhnya
ketapel tidak bisa membunuh hewan buruan dan tidak bisa melukai musuh.
Namun bisa membutakan mata dan mematahkan gigi." Dalam riwayat lain,
"Sesungguhnya seorang kerabat Ibnu Mugaffal pernah berburu dengan
ketapel. Lalu dia melarangnya dan berkata, "Sesungguhnya Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang berburu dengan ketapelm, dan
beliau bersabda, "Sesungguhnya ketapel tidak bisa membunuh hewan
buruan." Tetapi dia mengulanginya lagi. Maka Ibnu Mugaffal berkata, "Aku
telah memberitahukan kepadamu bahwa Rasulullah melarang berburu dengan
ketapel, tetapi engkau mengulanginya lagi. Aku tidak akan berbicara
kepadamu selamanya!"
Penjelasan Hadits بيان الحديث
أخبر عبد الله بن مغفلٍ ـرضي الله عنه-
بأن النبي -صلى الله عليه وسلم- نهى عن الحذف، وقال: (إنه لا يقتل صيداً)
وفي لفظ: (لا يصيد صيداً) (ولا ينكأ عدواً، وإنما يفقأ العين ويكسر).
والحذف:
قال العلماء: معناه أن يضع الإنسان حصاة بين السبابة اليمنى والسبابة
اليسرى أو بين السبابة والإبهام، فيضع على الإبهام حصاة يدفعها بالسبابة،
أو يضع على السبابة ويدفعها بالإبهام.
وقد نهى
عنه النبي -صلى الله عليه وسلم- وعلَّل ذلك بأنَّه يفقأ العين ويكسر السن
إذا أصابه، (ولا يصيد الصيد)؛ لأنه ليس له نفوذ (ولا ينكأ العدو) يعني لا
يدفع العدو؛ لأن العدو إنما ينكأ بالسهام لا بهذه الحصاة الصغيرة.
ثم إن
قريباً له خذف، فنهاه عن الخذف وأخبره أن النبي -صلى الله عليه وسلم- نهى
عن الخذف، ثم إنه رآه مرة ثانية يخذف، فقال له: (أخبرتك أن النبي -صلى الله
عليه وسلم- نهى عن الخذف، فجعلت تخذف!! لا أكلمك أبداً) فهجره؛ لأنه خالف
نهي النبي -صلى الله عليه وسلم-.
Abdullah bin Mugaffal -raḍiyallāhu
'anhu- memberitahukan bahwa Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
melarang berburu dengan ketapel seraya bersabda, "Sesungguhnya ketapel
tidak bisa membunuh hewan buruan." Dalam redaksi lain "tidak bisa
memburu hewan buruan," "dan tidak bisa melukai musuh, namun bisa
membutakan mata dan mematahkan gigi." Ulama berkata, "Al-hażf (ketapel)
adalah meletakkan kerikil di antara telunjuk kanan dan telunjuk kiri,
atau antara telunjuk dan jempol. Kerikil itu diletakkan di jempol dan
didorong dengan telunjuk, atau diletakkan di telunjuk dan didorong
dengan jempol. Rasulullah melarang berburu dengan ketapel dengan alasan
bahwa ketapel hanya bisa membutakan mata dan mematahkan gigi jika
mengenainya, tetapi "tidak bisa membunuh hewan buruan", karena tidak
bisa tembus. "Juga tidak bisa mengalahkan musuh," karena musuh hanya
bisa diusir dengan anak panah, tidak dengan kerikil kecil ini. Kemudian
seorang kerabat Ibnu Mugaffal hendak pergi berburu dengan ketapel.
Lantas Ibnu Mugaffal melarangnya dan memberitahukan bahwa Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang berburu dengan ketapel. Kemudian
dia melihatnya berburu dengan ketapel lagi, lalu dia berkata, "Aku telah
memberitahukan kepadamu bahwa Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
melarang berburu dengan ketapel, tetapi engkau tetap berburu dengannya.
Aku tidak akan berbicara kepadamu selamanya!" Maka dia pun memboikotnya
karena ia melanggar larangan Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3080 |
|
Hadith 156 الحديث
الأهمية: نهى -صلى الله عليه وسلم- عن الصلاة بعد
الصبح حتى تطلع الشمس, وبعد العصر حتى تغرب
Tema: Nabi Muhammad -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- melarang salat setelah Subuh sampai terbit matahari, dan setelah
Asar sampai terbenam matahari. |
عن عبد الله بن عباس -رضي الله عنه-
قال: «شَهِد عِندِي رِجَال مَرْضِيُون - وأَرْضَاهُم عِندِي عُمر- أنَّ
النَبِي صلى الله عليه وسلم نَهَى عن الصَّلاة بَعد الصُّبح حتَّى تَطلُعَ
الشَّمسُ، وبعد العصر حتَّى تَغرُب».
وعن أبي
سعيد -رضي الله عنه- عن رسول الله -صلى الله عليه وسلم- أنه قال: «لا
صَلاَة بعد الصُّبح حتَّى تَرتَفِعَ الشَّمسُ، ولا صَلاَة بعد العَصرِ
حتَّى تَغِيبَ الشَّمس».
Dari Abdullah bin 'Abbās -raḍiyallāhu
'anhu- ia berkata, "Telah bersaksi di sisiku orang-orang yang diridai
-dan Umar adalah orang yang paling aku ridai- bahwa Nabi Muhammad
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang salat setelah Subuh sampai
terbit matahari, dan setelah Asar sampai terbenam matahari." Dari Abu
Sa'īd -raḍiyallāhu 'anhu-, dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- bahwasannya beliau bersabda, "Tidak ada salat setelah Subuh
hingga matahari meninggi, dan tidak ada salat setelah Aṣar hingga
matahari terbenam."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
نهى النبي -صلى الله عليه وسلم- في هذين
الحديثين عن الصلاة بعد صلاة الصبح حتى تشرق الشمس وترتفع عن خط الأفق في
نظر العين بقدر طول رمح مركوز في الأفق، وهذا يقدر ببِضْع دقائق، تفاوت
العلماء في تحديدها، من 5 إلى 15 دقيقة.
ونهى أيضا
عن الصلاة بعد صلاة العصر حتى تغيب الشمس، أي قبل أذان المغرب بدقائق؛ لأن
في الصلاة في هذين الوقتين تشبهًا بالمشركين الذين يعبدونها عند طلوعها
وغروبها، وقد نهينا عن مشابهتهم في عباداتهم؛ لأن من تشبه بقوم فهو منهم.
Dalam kedua hadis tersebut, Nabi
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- melarang salat setelah salat Subuh sampai
terbit matahari dan meninggi dari garis ufuk dalam pandangan mata
seukuran panjang tombak yang ditancapkan di ufuk. Ini seukuran beberapa
menit. Para ulama berbeda-beda dalam menetapkan ukurannya dari 5 sampai
15 menit. Beliau juga melarang salat setelah salat Asar sampai terbenam
matahari. Yakni beberapa menit sebelum azan Magrib. Sebab, salat di
kedua waktu ini merupakan tindakan menyerupai orang-orang musyrik yang
menyembah matahari ketika terbit dan ketika terbenam. Padahal beliau
melarang kita menyerupai mereka dalam ibadahnya. Sebab, orang yang
menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih dengan dua
riwayatnya]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3081 |
|
Hadith 157 الحديث
الأهمية: كان ابن مسعود -رضي الله عنه- يذكرنا في
كل خميس
Tema: Dahulu Ibnu Mas'ud -raḍiyallāhu 'anhu-
menasehati kami setiap hari kamis |
عن شقيق بن سلمة -رحمه الله- قال: كان
ابن مسعود -رضي الله عنه- يُذَكِّرُنا في كل خميس، فقال له رجل: يا أبا عبد
الرحمن، لَوَدِدْتُ أنك ذَكَّرْتَنا كل يوم، فقال: أما إنه يمنعني من ذلك
أني أكره أن أُمِلَّكُم، وإني أَتَخَوَّلُكُم بالمَوْعِظَةِ، كما كان رسول
الله -صلى الله عليه وسلم- يَتَخَوَّلُنَا بها مَخَافَةَ السَّآمَةِ علينا.
Dari Syaqīq bin Salamah
–raḥimahullāhu-, ia berkata, dahulu Ibnu Mas'ud -raḍiyallāhu 'anhu-
menasehati kami setiap hari kamis. Lalu seorang laki-laki berkata
kepadanya, "Wahai Abu Abdirrahman, sungguh aku sangat menginginkan
engkau menasehati kami setiap hari." Dia pun berkata, "Sesungguhnya yang
mencegahku untuk melakukan hal tersebut adalah karena aku tidak ingin
membuat kalian merasa bosan, sehingga aku menyampaikan nasehat kepada
kalian secara berkala, sebagaimana Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
menyampaikannya kepada kami dengan cara demikian karena khawatir kami
merasa bosan."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
أخبر شقيق بن سلمة -رحمه الله- أن ابن
مسعود -رضي الله عنه- كان يعظهم كل خميس، فقال له رجل: إننا لنحب أن تعظنا
كل يوم، فقال: إن الذي يمنعني من ذلك كراهية أن أوقعكم في الملل والضجر،
وإني أتعهدكم بالموعظة وأتفقد حال احتياجكم إليها كما كان يفعل رسول الله
-صلى الله عليه وسلم- معنا، خشية أن يوقعنا في الملالة، إذ لا تأثير
للموعظة عند الملالة.
Syaqīq bin Salamah -raḥimahullāhu-
mengabarkan bahwa Ibnu Mas'ud -raḍiyallāhu 'anhu- menasehati mereka
setiap hari kamis, lalu seorang lelaki berkata kepadanya, "Sesungguhnya
kami sangat senang jika engkau menasehati kami setiap hari." Beliau
menjawab, "Sesungguhnya yang mencegahku untuk melakukan hal tersebut
adalah karena aku tidak ingin membuat kalian merasa jenuh dan jemu. Aku
berkomitmen untuk menasihati dan memantau kebutuhan kalian terhadap
nasehat tersebut sebagaimana Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
melakukan hal itu terhadap kami, karena beliau khawatir akan membuat
kami merasa bosan, karena nasehat yang disampaikan pada saat kondisi
bosan tidak akan memberikan pengaruh." |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3082 |
|
Hadith 158 الحديث
الأهمية: ليس منا من لم يرحم صغيرنا، ويعرف شرف
كبيرنا
Tema: Tidak termasuk golongan kami orang
yang tidak menyayangi anak kecil di antara kami dan tidak mengetahui
kemuliaan orang tua di antara kami. |
عن عبد الله بن عمرو بن العاص -رضي الله
عنهما- مرفوعاً: «ليس منا من لم يَرحمْ صغيرنا، ويَعرفْ شَرَفَ كبيرنا».
Dari Abdullah bin 'Amru bin al-'Āṣ
-raḍiyallāhu 'anhumā- secara marfū, "Tidak termasuk golongan kami orang
yang tidak menyayangi anak kecil di antara kami dan tidak mengetahui
kemuliaan orang tua di antara kami."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
ليس من المسلمين المتمسكين بالسنة
الملازمين لها من لا يرحم الصغير من المسلمين فيشفق عليه ويحسن إليه
ويلاعبه، ومن لا يعرف للكبير ما يستحقه من التعظيم والإجلال، ولفظة (ليس
منا) من باب الوعيد والتحذير، ولا يعني خروج الشخص من الإسلام.
Bukan termasuk bagian dari golongan
orang muslim yang berpegang dan komiten dengan Sunnah orang yang tidak
menyayangi anak kecil dari kaum muslimin, berbuat baik kepadanya, dan
bermain-main dengannya; juga orang yang tidak mengetahui penghormatan
dan penghargaan yang pantas didapatkan oleh orang dewasa. Lafal "laisa
minnā" (tidak termasuk golongan kami) bertujuan untuk mengancam dan
memperingatkan. Jadi bukan berarti dia keluar dari agama Islam. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Tirmiżi -
Diriwayatkan oleh Abu Daud - Diriwayatkan oleh Ahmad]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3083 |
|
Hadith 159 الحديث
الأهمية: قام رسول الله -صلى الله عليه وسلم-
يومًا فينا خطيبًا بماء يدعى خُمًّا بين مكة والمدينة، فحمد الله، وأثنى
عليه، ووعظ وذكر
Tema: Pada suatu hari Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- berdiri ke arah kami menyampaikan khutbah di suatu
tempat (persinggahan) yang memiliki air bernama Khum yang terletak
antara Mekkah dan Madinah. Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan
nasihat dan peringatan. |
عن يزيد بن حيان قال: انطلقت أنا وحُصين
بن سَبْرَة وعمرو بن مسلم إلى زيد بن أرقم -رضي الله عنه- فلما جلسنا إليه
قال له حصين: لقد لقيتَ يا زيد خيرًا كثيرًا، رأيتَ رسول الله -صلى الله
عليه وسلم- وسمعتَ حديثه، وغزوتَ معه، وصليتَ خلفه: لقد لقيت يا زيد خيرًا
كثيرًا، حدثنا يا زيد ما سمعت من رسول الله -صلى الله عليه وسلم- قال: يا
ابن أخي، والله لقد كَبِرَتْ سني، وقَدُمَ عهدي، ونسيتُ بعض الذي كنت أَعِي
من رسول الله -صلى الله عليه وسلم- فما حدثتكم فاقبلوا، وما لا فلا
تُكَلِّفُونِيهِ. ثم قال: قام رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يومًا فينا
خطيبًا بماء يُدعى خُمًّا بين مكة والمدينة، فحمد الله، وأثنى عليه، ووعظ
وذكَّر، ثم قال: «أما بعد، ألا أيها الناس، فإنما أنا بشر يُوشِكُ أن يأتي
رسول ربي فأُجِيبَ، وأنا تاركٌ فيكم ثَقَلَيْنِ: أولهما كتاب الله، فيه
الهدى والنور، فخذوا بكتاب الله، واستمسكوا به»، فحَثَّ على كتاب الله،
ورغَّبَ فيه، ثم قال: «وأهل بيتي أُذَكِّرُكُمُ اللهَ في أهل بيتي،
أُذَكِّرُكُمُ اللهَ في أهل بيتي» فقال له حصين: ومن أهل بيته يا زيد، أليس
نساؤه من أهل بيته؟ قال: نساؤه من أهل بيته، ولكن أهل بيته من حُرِمَ
الصدقةَ بعده، قال: ومن هم؟ قال: هم آل علي، وآل عقيل، وآل جعفر، وآل عباس.
قال: كل هؤلاء حُرِمَ الصدقةَ؟ قال: نعم.
وفي
رواية: «ألا وإني تاركٌ فيكم ثَقَلَيْنِ: أحدهما كتاب الله وهو حبل الله،
من اتبعه كان على الهدى، ومن تركه كان على ضلالة».
Dari Yazīd bin Ḥayyān, ia berkata,
“Aku pergi ke Zaid bin Arqam -raḍiyallāhu 'anhu- bersama Ḥuṣain bin
Sabrah dan 'Amr bin Muslim. Setelah kami duduk, Ḥuṣain berkata kepada
Zaid bin Arqam, “Wahai Zaid, engkau telah memperoleh kebaikan yang
banyak. Engkau telah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,
engkau mendengar sabda beliau, engkau bertempur menyertai beliau, dan
engkau telah salat di belakang beliau. Sungguh, engkau telah memperoleh
kebaikan yang banyak wahai Zaid. Oleh karena itu, sampaikanlah kepada
kami apa yang engkau dengar dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam-.“ Zaid bin Arqam berkata, “Wahai keponakanku, demi Allah, aku
ini sudah tua dan ajalku sudah semakin dekat. Aku sudah lupa sebagian
dari apa yang aku dengar dari Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.
Apa yang bisa aku sampaikan kepadamu maka terimalah, dan apa yang tidak
bisa aku sampaikan kepadamu janganlah engkau memaksaku untuk
menyampaikannya.” Kemudian Zaid bin Arqam mengatakan, “Pada suatu hari
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- berdiri ke arah kami
menyampaikan khutbah di suatu tempat (persinggahan) yang memiliki air
bernama Khum yang terletak antara Mekkah dan Madinah. Beliau memuji
Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan, lalu beliau
bersabda, “Ammā ba’d. Ketahuilah wahai saudara-saudara sekalian, bahwa
aku adalah manusia seperti kalian. Sebentar lagi utusan Rabb-ku (yaitu
malaikat pencabut nyawa) akan datang lalu aku memperkenankannya. Aku
akan meninggalkan untuk kalian aṡ-ṡaqalain (dua hal yang berat), yaitu:
Pertama, Kitabullah yang padanya berisi petunjuk dan cahaya, karena itu
ambillah ia (yaitu laksanakan kandungannya) dan berpegang teguhlah
kalian kepadanya!” Beliau lantas menghimbau serta memotivasi pengamalan
Kitabullah. Kemudian beliau melanjutkan, “(Kedua), dan Ahli Bait-ku. Aku
ingatkan kalian akan Allah terhadap Ahli Bait-ku, aku ingatkan kalian
akan Allah terhadap Ahli Bait-ku.” Ḥuṣain bertanya kepada Zaid bin
Arqam, “Wahai Zaid, siapakah Ahli Bait Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam-? Bukankah istri-istri beliau adalah ahlul-baitnya?” Zaid bin
Arqam menjawab, “Istri-istri beliau -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
memang Ahli Bait-nya, namun Ahli Bait (yang dimaksud) beliau adalah
semua (keluarganya) yang diharamkan menerima zakat sepeninggal beliau.”
Ḥuṣain berkata, “Siapakah mereka itu?” Zaid menjawab, “Mereka adalah
keluarga Ali, keluarga 'Aqīl, keluarga Ja’far, dan keluarga Abbas.”
Ḥuṣain berkata, “Apakah mereka semua itu diharamkan menerima zakat?”
Zaid menjawab, “Ya.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Ketahuilah
sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat
besar. Salah satunya adalah Alquran dan ia adalah tali (agama) Allah
yang kokoh, barang siapa mengikuti petunjuknya maka dia akan mendapat
petunjuk, dan barang siapa meninggalkannya maka dia akan tersesat.” |
عن يزيد بن حيان قال: انطلقت أنا وحصين
بن سبرة وعمرو بن مسلم إلى زيد بن أرقم -رضي الله عنه-، فلما جلسنا عنده
قال له حصين: لقد لقيت يا زيد خيرًا كثيرًا، رأيت رسول الله -صلى الله عليه
وسلم- وسمعت حديثه من فِيه، وجاهدت معه في سبيل الله، وصليت خلفه؛ لقد
أوتيت خيرًا كثيرًا، حدثنا يا زيد بما سمعت من رسول الله شِفاهًا، قال: يا
ابن أخي والله لقد كبرت، وقدم عهدي، ونسيت بعض الذي كنت أحفظ من رسول الله
-صلى الله عليه وسلم-، فما حدثتكموه فاقبلوه، وما لا فلا تكلفوني تحديثكم
إياه، ثم قال محدثًا لنا: قام رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يومًا فينا
خطيبًا عند واد فيه ماء اسمه خُم بين مكة والمدينة، فحمد الله وأثنى عليه،
وذكرهم ما قد غفلوا عنه بمزاولة الأهل والعيال من التوجه للخدمة وأداء حق
العبودية، ثم قال: أما بعد، ألا أيها الناس! فإنما أنا بشر يقرب إتيان رسول
ربي يعني ملك الموت لقبض روحي فأجيبه، وأنا تارك فيكم شيئين عظيمين، أولهما
القرآن فيه الهدى والنور، فخذوا به واطلبوا من أنفسكم الإمساك به.
فحرض على
الأخذ بالقرآن والتمسك بحبله، ورغب فيه، ثم قال: وأهل بيتي، آمركم بطاعة
الله فيهم وبالقيام بحقهم قالها مرتين، فقال حصين ومن أهل بيته يا زيد؟
أليس نساؤه من أهل بيته؟ قال: نساؤه من أهل بيته الذين يساكنونه ويعولهم
وأمرنا باحترامهم وإكرامهم، ولكن أهل بيته المرادون عند الإطلاق من حرم
عليهم الصدقة الواجبة بعده، قال: ومن هم؟ قال: هم آل عليّ وآل عقيل وآل
جعفر أولاد أبي طالب، وآل عباس، كل هؤلاء منعوا من أخذ الصدقة الواجبة من
زكاة ونذر وكفارة.
وفي
رواية: ألا وإني تارك فيكم شيئين عظيمين، أحدهما كتاب الله، وهو عهده،
والسبب الموصل إلى رضاه ورحمته، ونوره الذي يهدى به، من اتبعه مؤتمرًا
بأوامره منتهيًا عن نواهيه كان على الهدى الذي هو ضد الضلالة، ومن أعرض عن
أمره ونهيه كان على الضلالة.
Dari Yazīd bin Ḥayyān, ia berkata,
“Aku pergi ke Zaid bin Arqam -raḍiyallāhu 'anhu- bersama Ḥuṣain bin
Sabrah dan 'Amrr bin Muslim. Setelah kami duduk. Ḥuṣain berkata kepada
Zaid bin Arqam, “Wahai Zaid, engkau telah memperoleh kebaikan yang
banyak. Engkau telah melihat Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-,
engkau mendengar sabda beliau, engkau berjihad bertempur menyertai
beliau, dan engkau telah salat di belakang beliau. Sungguh, engkau telah
memperoleh kebaikan yang banyak wahai Zaid. Oleh karena itu,
sampaikanlah kepada kami apa yang engkau dengar dari Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-.“ Zaid bin Arqam berkata, “Wahai
keponakanku, demi Allah, aku ini sudah tua dan ajalku sudah semakin
dekat. Aku sudah lupa sebagian dari apa yang aku hafal dari Rasulullah
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-. Apa yang bisa aku sampaikan kepadamu
maka terimalah, dan apa yang tidak bisa aku sampaikan kepadamu janganlah
engkau memaksaku untuk menyampaikannya.” Kemudian Zaid bin Arqam
menceritakan kepada kami, “Pada suatu hari Rasulullah -ṣallallāhu
'alaihi wa sallam- berdiri menyampaikan khutbah di suatu lembah yang
terdapat air bernama Khum yang terletak antara Mekkah dan Madinah.
Beliau memuji Allah, kemudian menyampaikan nasihat dan peringatan atas
kelalaian mereka karena kesibukan dengan keluarga dari pengabdian serta
melaksanakan hak-hak penghambaan, lalu beliau bersabda, “'Ammā ba’d.
Ketahuilah wahai sekalian manusia, sungguh aku adalah manusia biasa
seperti kalian. Sebentar lagi utusan Rabb-ku (yaitu malaikat pencabut
nyawa) akan datang lalu aku memperkenankannya. Aku akan meninggalkan
untuk kalian aṡ-ṡaqalain (dua hal yang berat), yaitu: Pertama,
Kitabullah yang padanya berisi petunjuk dan cahaya, karena itu ambillah
ia (yaitu melaksanakan kandungannya) dan berpegang teguhlah kalian
dengannya.” Beliau lantas menghimbau untuk mengimplementasikan Alquran,
dan berpegang teguh dengannya serta memotivasi hal tersebut. Kemudian
beliau melanjutkan, “(Kedua), dan Ahli Bait-ku. Aku perintahkan kalian
untuk taat kepada Allah dalam perkara Ahli Bait-ku serta untuk
menunaikan hak-hak mereka.” Beliau menyampaikannya sebanyak dua kali.
Ḥuṣain bertanya kepada Zaid bin Arqam, “Wahai Zaid, siapakah Ahli Bait
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-? Bukankah istri-istri beliau
adalah ahlul-baitnya?” Zaid bin Arqam menjawab, “Istri-istri beliau
-ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- memang termasuk dari Ahli Bait-nya yang
beliau tinggal bersama mereka serta menafkahi mereka, dan kita
diperintahkan untuk memuliakan mereka, namun Ahli Bait beliau yang
dimaksud secara mutlak adalah orang-orang yang diharamkan untuk menerima
zakat sepeninggal beliau.” Ḥuṣain berkata, “Siapakah mereka itu?” Zaid
menjawab, “Mereka adalah keluarga Ali, keluarga 'Aqīl, keluarga Ja’far;
semua itu keturunan Abu Thalib, dan juga keluarga Abbas, mereka semua
diharamkan untuk menerima sedekah wajib berupa zakat, nazar dan
kafarat.” Dalam riwayat lain disebutkan: “Ketahuilah sesungguhnya aku
telah meninggalkan untuk kalian dua perkara yang sangat besar. Salah
satunya adalah Alquran dan ia adalah perjanjian Allah serta sarana yang
menghantarkan kepada rida dan rahmat-Nya, cahaya-Nya yang memberikan
petunjuk. Barang siapa mengikuti petunjuknya dengan melaksanakan segala
bentuk perintahnya dan meninggalkan segala larangannya, maka dia akan
berada diatas petunjuk, dan barang siapa meninggalkannya maka dia akan
tersesat.” |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3084 |
|
Hadith 160 الحديث
الأهمية: لَتُسَوُّنَّ صفوفَكم أو ليخالِفَنَّ
اللهُ بين وُجُوهِكم
Tema: Hendaknya kalian meluruskan saf kalian
(ketika salat) atau Allah akan menimpakan perselisihan di antara kalian. |
عن النعمان بن بشير -رضي الله عنه-
مرفوعاً: «لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُم أو لَيُخَالِفَنَّ الله بين
وُجُوهِكُم».
وفي
رواية: «كان رسول الله -صلى الله عليه وسلم- يُسَوِّي صُفُوفَنَا، حتى
كَأَنَّمَا يُسَوِّي بها القِدَاح، حتَّى إِذَا رأى أَنْ قد عَقَلْنَا
عَنهُ، ثم خَرَج يومًا فَقَام، حتَّى إِذَا كاد أن يُكَبِّرُ، فَرَأَى
رَجُلاً بَادِيًا صَدرُهُ، فقال: عِبَادَ الله، لَتُسَوُّنَّ صُفُوفَكُم أو
لَيُخَالِفَنَّ الله بين وُجُوهِكُم».
Dari Nu'mān bin Basyīr -raḍiyallāhu
'anhu- secara marfū', "Hendaknya kalian meluruskan saf kalian (ketika
salat) atau Allah akan menimpakan perselisihan di antara kalian." Dalam
riwayat lain disebutkan, "Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam-
meluruskan saf-saf kami hingga seolah-olah beliau meluruskan anak panah
sampai beliau melihat kami sudah memahami apa yang diperintahkannya.
Lantas suatu hari beliau keluar lalu berdiri hingga ketika hampir
bertakbir, tiba-tiba beliau melihat seorang lelaki membusungkan dadanya,
beliau bersabda, "Wahai hamba Allah, hendaknya kalian meluruskan
barisan-barisan kalian atau Allah akan menimpakan perselisihan di antara
kalian."
Penjelasan Hadits بيان الحديث
أكد -صلى الله عليه وسلم- أَّنَّه إن لم
تعدل الصفوف وتسوى فليخالفنَّ الله بين وجوه الذين اعوجت صفوفهم فلم
يعدلوها، وذلك بأنه حينما يتقدم بعضهم على بعض في الصف، ويتركون الفرجات
بينهم.
وكان -صلى
الله عليه وسلم- يعلم أصحابه بالقول ويهذبهم بالفعل، فظل يقيمهم بيده، حتى
ظن -صلى الله عليه وسلم- أنهم قد عرفوا وفهموا، وفي إحدى الصلوات رأى واحدا
من الصحابة قد بدا صدره في الصف من بين أصحابه، فغضب -صلى الله عليه وسلم-
وقال "لتسون صفوفكم أو ليخالفن الله بين وجوهكم".
Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam- menegaskan bahwa jika saf tidak lurus dan rata, niscaya Allah
akan menimpakan perselisihan di antara orang-orang yang safnya bengkok
lalu tidak meluruskannya. Hal ini terjadi ketika seseorang maju dari
sebagian yang lain dalam saf dan membiarkan ada ruang kosong di antara
mereka. Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- mengajari para
sahabatnya dengan ucapan dan membinanya dengan perbuatan, hingga beliau
meluruskan mereka dengan tangannya sampai beliau menduga bahwa mereka
sudah tahu dan paham. Dalam salah satu salatnya, beliau melihat seorang
lelaki membusungkan dadanya di saf di antara para sahabatnya, beliau pun
marah dan bersabda, "Hendaknya kalian meluruskan saf-saf kalian atau
Allah akan menimpakan perselisihan di antara kalian." |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Diriwayatkan oleh Muslim - Muttafaq
'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3085 |
|
Hadith 161 الحديث
الأهمية: أما يخشى الذي يرفع رأسه قبل الإمام أن
يحول الله رأسه رأس حمار, أو يجعل صورته صورة حمار؟
Tema: Tidak takutkah orang yang mengangkat
kepalanya sebelum imam, Allah ubah kepalanya menjadi kepala keledai atau
Allah jadikan rupanya seperti rupa keledai? |
عن أبي هريرة -رضي الله عنه- مرفوعاً:
«أما يخشى الذي يرفع رأسه قبل الإمام أن يُحَوِّلَ الله رأسه رأس حمار، أو
يجعل صورته صُورة حمار؟».
Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-
secara marfū', "Tidak takutkah orang yang mengangkat kepalanya sebelum
imam, Allah ubah kepalanya menjadi kepala keledai atau Allah jadikan
rupanya seperti rupa keledai?"
Penjelasan Hadits بيان الحديث
إنَّما جعل الإمام في الصلاة ليُقتدى به
ويؤتم به، بحيث تقع تنقلات المأموم بعد تنقلاته، وبهذا تحقق المتابعة، فإذا
سابقه المأموم، فاتت المقاصد المطلوبة من الإمامة، لذا جاء هذا الوعيد
الشديد على من يرفع رأسه قبل إمامه، بأن يجعل الله رأسه رأس حمار، أو يجعل
صورته صورة حمار، بحيث يمسخ رأسه من أحسن صورة إلى أقبح صورة، جزاء لهذا
العضو الذي حصل منه الرفع والإخلال بالصلاة.
Sesungguhnya imam dalam salat itu
dijadikan untuk diikuti dan dituruti, di mana gerakan-gerakan makmum
terjadi setelah gerakan-gerakan imam. Dengan demikian, terwujudlah sikap
mengikuti. Jika makmum mendahului imam, maka hilanglah tujuan-tujuan
yang dimaksudkan dari imāmah. Karena itu, ancaman keras tersebut
ditujukan kepada orang yang mengangkat kepalanya sebelum imamnya, bahwa
Allah akan menjadikan kepalanya seperti kepala keledai atau Dia
menjadikan rupanya seperti rupa keledai, di mana Allah mengubah
kepalanya dari bentuk paling bagus menjadi bentuk paling jelek, sebagai
balasan bagi organ tubuh yang telah mengangkat kepala dan merusak salat. |
Grade And Record التعديل والتخريج
[Hadis sahih] ← → Muttafaq 'alaih]
Referensi: Ensiklopedia Hadits @ 3086 |
|
|